Berorientasi Ekspor, IKM Furnitur dan Kerajinan Diprioritaskan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menetapkan industri furnitur dan kerajinan sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan. Alasannya, karena mampu menghasilkan nilai tambah tinggi, berdaya saing global, berorientasi ekspor, menyerap banyak tenaga kerja, serta didukung dengan ketersediaan sumber bahan baku yang cukup berupa kayu, rotan dan bambu.
Kemampuan Indonesia dalam memproduksi furnitur dan kerajinan sudah tersohor di mata dunia karena kualitas bahan baku dan desain produk yang unggul. Untuk itu, dalam upaya menggenjot nilai penjualan dan ekspor, diperlukan juga peningkatan aspek promosi guna memperkenalkan lebih luas produk furnitur dan kerajinan nasional kepada konsumen dosmetik dan global.
"Industri kecil dan menengah (IKM) kita yang memproduksi furnitur dan kerajinan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi market leader dalam ekspor," kata Sekjen Kementerian Perindustrian Haris Munandar dalam keterangan resmi yang dikutip SINDOnews, Minggu (11/3/2018).
Berdasarkan catatan Kemenperin, terdapat 140.000 unit usaha yang bergerak di sektor industri furnitur dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 436.000 orang dan nilai investasi mencapai Rp5,8 triliun pada tahun 2015. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-5 sebagai negara eksportir produk furnitur. "Sedangkan, untuk industri kerajinan, kita memiliki hingga 1,32 juta orang tenaga kerja yang diserap oleh sekitar 696.000 unit usaha," ungkap Haris.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), sampai dengan November tahun 2017, nilai ekspor produk furnitur nasional mencapai USD1,25 miliar. Sementara itu, nilai ekspor produk kerajinan tahun 2017 berada di angka USD776 juta, naik 3,8% dibanding tahun 2016 sekitar USD747 juta. "Semua potensi tersebut harus didukung dengan program promosi serta upaya penetrasi pasar domestik serta global secara terintegrasi dan kontinyu baik secara online maupun offline," lanjut Haris.
Guna meningkatkan promosi secara online, Kemenperin telah meluncurkan program e-Smart IKM yang bersinergi dengan beberapa marketplace dalam negeri. Sampai tahun 2017, pelaksanaan program e-Smart IKM melalui kegiatan workshop telah diikuti sebanyak 1.730 pelaku IKM, dan ditargetkan pada tahun 2019 dapat mencapai 10.000 IKM yang dapat diakses konsumen melalui marketplace.
"Pemasaran secara offline juga tidak dapat dipandang sebelah mata karena salah satu keuntungannya yang tidak dapat digantikan adalah pembeli dapat melihat secara langsung jenis dan kualitas produk. Selain itu, pembeli juga dapat bertemu langsung dengan pelaku IKM sehingga proses negosiasi lebih mudah dilakukan," imbuhnya.
Dalam upaya melindungi kreativitas para perajin IKM Indonesia, Ditjen IKM memberikan fasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk desain baru produk-produk furnitur dan kerajinan, khususnya bagi IKM yang akan berpartisipasi pada berbagai pameran untuk mencegah plagiarisme. Selain itu, Ditjen IKM juga memberikan fasilitasi Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bagi IKM untuk mendorong peningkatan ekspor produk industri kehutanan.
Kemampuan Indonesia dalam memproduksi furnitur dan kerajinan sudah tersohor di mata dunia karena kualitas bahan baku dan desain produk yang unggul. Untuk itu, dalam upaya menggenjot nilai penjualan dan ekspor, diperlukan juga peningkatan aspek promosi guna memperkenalkan lebih luas produk furnitur dan kerajinan nasional kepada konsumen dosmetik dan global.
"Industri kecil dan menengah (IKM) kita yang memproduksi furnitur dan kerajinan sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi market leader dalam ekspor," kata Sekjen Kementerian Perindustrian Haris Munandar dalam keterangan resmi yang dikutip SINDOnews, Minggu (11/3/2018).
Berdasarkan catatan Kemenperin, terdapat 140.000 unit usaha yang bergerak di sektor industri furnitur dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 436.000 orang dan nilai investasi mencapai Rp5,8 triliun pada tahun 2015. Saat ini, Indonesia menempati posisi ke-5 sebagai negara eksportir produk furnitur. "Sedangkan, untuk industri kerajinan, kita memiliki hingga 1,32 juta orang tenaga kerja yang diserap oleh sekitar 696.000 unit usaha," ungkap Haris.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), sampai dengan November tahun 2017, nilai ekspor produk furnitur nasional mencapai USD1,25 miliar. Sementara itu, nilai ekspor produk kerajinan tahun 2017 berada di angka USD776 juta, naik 3,8% dibanding tahun 2016 sekitar USD747 juta. "Semua potensi tersebut harus didukung dengan program promosi serta upaya penetrasi pasar domestik serta global secara terintegrasi dan kontinyu baik secara online maupun offline," lanjut Haris.
Guna meningkatkan promosi secara online, Kemenperin telah meluncurkan program e-Smart IKM yang bersinergi dengan beberapa marketplace dalam negeri. Sampai tahun 2017, pelaksanaan program e-Smart IKM melalui kegiatan workshop telah diikuti sebanyak 1.730 pelaku IKM, dan ditargetkan pada tahun 2019 dapat mencapai 10.000 IKM yang dapat diakses konsumen melalui marketplace.
"Pemasaran secara offline juga tidak dapat dipandang sebelah mata karena salah satu keuntungannya yang tidak dapat digantikan adalah pembeli dapat melihat secara langsung jenis dan kualitas produk. Selain itu, pembeli juga dapat bertemu langsung dengan pelaku IKM sehingga proses negosiasi lebih mudah dilakukan," imbuhnya.
Dalam upaya melindungi kreativitas para perajin IKM Indonesia, Ditjen IKM memberikan fasilitasi pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk desain baru produk-produk furnitur dan kerajinan, khususnya bagi IKM yang akan berpartisipasi pada berbagai pameran untuk mencegah plagiarisme. Selain itu, Ditjen IKM juga memberikan fasilitasi Sertifikasi Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) bagi IKM untuk mendorong peningkatan ekspor produk industri kehutanan.
(fjo)