Bangun Industri Fintech, OJK Fokus Beri Perlindungan Konsumen
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan fokus pada kebijakan perlindungan konsumen dalam membangun industri financial technology (fintech) melalui pendekatan disiplin pasar sesuai sifat fintech yang fleksibel, market driven dan transparan. OJK memilih pendekatan yang paling sesuai dengan karakteristik fintech, yaitu pendekatan disiplin pasar untuk mengawasi fintech.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, dengan fokus pada perlindungan konsumen maka pengembangan fintech diharapkan sejalan dengan tugas OJK dalam membangun industri jasa keuangan yang sehat serta mendorong inklusi keuangan di masyarakat.
"Untuk melindungi kepentingan konsumen termasuk data nasabah, perusahaan fintech harus menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, seperti manajemen risiko sehingga mendorong transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, independensi dan keadilan," ujar Nurhaida di Jakarta, Senin (12/3/2018).
Dia melanjutkan, transparansi adalah faktor kunci keberhasilan pengembangan fintech, melalui sistem pelaporan yang jelas kepada konsumen dan kepada OJK. Untuk meningkatkan transparansi, harus ada standar tentang jenis informasi apa yang harus dimiliki fintech dan bagaimana detail informasi seharusnya. "Laporan tersebut harus bisa dikonfirmasi oleh otoritas,” katanya.
Menurutnya, transparansi informasi mengenai hak dan kewajiban para pihak seperti investor, peminjam, platform, bank koresponden menyangkut potensi pendapatan, potensi risiko, biaya-biaya, bagi hasil, manajemen risiko dan mitigasi jika terjadi kegagalan harus dibuka seluas-luasnya.
Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Anto Prabowo menambahkan, OJK juga meminta perusahaan fintech wajib memberikan edukasi keuangan kepada konsumen agar pemahaman mengenai layanan fintech menjadi lebih baik. Selain itu, lanjut dia, diupayakan agar fintech membangun lingkungan keuangan digital yang sejalan dengan upaya Pemerintah mendorong suku bunga rendah.
"Sesuai amanat undang-undang, OJK adalah pengawas lembaga jasa keuangan, namun dalam prakteknya, pengawasan dengan pendekatan disiplin pasar ini dapat didelegasikan kepada pihak lain," tuturnya.
Pilihan pengawasan fintech melalui self regulatory organization (SRO) dalam implementasi pelaksanaan pasar juga bisa dilakukan karena SRO berada di dekat pasar dan industri, sehingga kebijakannya sejalan dengan dinamika pasar. "Namun, netralitas dan integritas SRO ini harus dijaga," sebut dia.
Sampai Januari 2018, perusahaan peer to peer lending yang terdaftar di OJK sebanyak 36 dan berijin 1 perusahaan. Sejumlah 42 perusahaan dalam proses pendaftaran. Total pinjaman yang disalurkan perusahaan sampai Januari 2018 mencapai Rp3 triliun atau meningkat 17,1 persen (ytd). Adapun dengan jumlah penyedia dana 115.897 meningkat 14,82 persen (ytd) dan jumlah peminjam 330.154 tumbuh 27,16 persen (ytd).
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, dengan fokus pada perlindungan konsumen maka pengembangan fintech diharapkan sejalan dengan tugas OJK dalam membangun industri jasa keuangan yang sehat serta mendorong inklusi keuangan di masyarakat.
"Untuk melindungi kepentingan konsumen termasuk data nasabah, perusahaan fintech harus menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, seperti manajemen risiko sehingga mendorong transparansi, akuntabilitas, tanggungjawab, independensi dan keadilan," ujar Nurhaida di Jakarta, Senin (12/3/2018).
Dia melanjutkan, transparansi adalah faktor kunci keberhasilan pengembangan fintech, melalui sistem pelaporan yang jelas kepada konsumen dan kepada OJK. Untuk meningkatkan transparansi, harus ada standar tentang jenis informasi apa yang harus dimiliki fintech dan bagaimana detail informasi seharusnya. "Laporan tersebut harus bisa dikonfirmasi oleh otoritas,” katanya.
Menurutnya, transparansi informasi mengenai hak dan kewajiban para pihak seperti investor, peminjam, platform, bank koresponden menyangkut potensi pendapatan, potensi risiko, biaya-biaya, bagi hasil, manajemen risiko dan mitigasi jika terjadi kegagalan harus dibuka seluas-luasnya.
Plt. Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Anto Prabowo menambahkan, OJK juga meminta perusahaan fintech wajib memberikan edukasi keuangan kepada konsumen agar pemahaman mengenai layanan fintech menjadi lebih baik. Selain itu, lanjut dia, diupayakan agar fintech membangun lingkungan keuangan digital yang sejalan dengan upaya Pemerintah mendorong suku bunga rendah.
"Sesuai amanat undang-undang, OJK adalah pengawas lembaga jasa keuangan, namun dalam prakteknya, pengawasan dengan pendekatan disiplin pasar ini dapat didelegasikan kepada pihak lain," tuturnya.
Pilihan pengawasan fintech melalui self regulatory organization (SRO) dalam implementasi pelaksanaan pasar juga bisa dilakukan karena SRO berada di dekat pasar dan industri, sehingga kebijakannya sejalan dengan dinamika pasar. "Namun, netralitas dan integritas SRO ini harus dijaga," sebut dia.
Sampai Januari 2018, perusahaan peer to peer lending yang terdaftar di OJK sebanyak 36 dan berijin 1 perusahaan. Sejumlah 42 perusahaan dalam proses pendaftaran. Total pinjaman yang disalurkan perusahaan sampai Januari 2018 mencapai Rp3 triliun atau meningkat 17,1 persen (ytd). Adapun dengan jumlah penyedia dana 115.897 meningkat 14,82 persen (ytd) dan jumlah peminjam 330.154 tumbuh 27,16 persen (ytd).
(akr)