Pemerintah Diminta Keluarkan Aturan Peredaran Susu Segar Dalam Negeri
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) meminta pemerintah mengeluarkan aturan yang lebih tinggi dari Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) tentang peredaran Susu Segar Dalam Negeri (SSDN).
"Permentan tidak ampuh, karena hanya mengatur sebatas produksi saja. Sedangkan urusan susu juga berkaitan dengan impor dan industri pengolahan secara keseluruhan, itu merupakan wilayah Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," kata Sekretaris Jenderal PPSKI Rochadi Tawaf di Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Sehingga, lanjutnya, perlu ada Peraturan Presiden (Perpres) yang bisa membawahi semua kementerian tersebut. Dengan begitu, aturan mengenai penyerapan dan peredaran SSDN, termasuk kemitraan dengan peternak lokal bisa berjalan lebih efektif.
"Ada empat kementerian yang harus bekerja sama, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Koperasi. Tidak bisa sendiri-sendiri," imbuh dia.
Ini juga berkaitan dengan sanksi yang akan diberikan, jika ada Industri Pengolahan Susu (IPS) enggan bermitra dengan peternak lokal dan tidak menyerap SSDN. Pemberian sanksi menjadi tak relevan jika regulasi tidak membawahi seluruh kementerian yang terkait dengan industri susu.
"Perlu kebijakan lintas sektor, karena selama ini pemerintah terlihat kurang serius memperhatikan peternak sapi perah lokal," ujar Rochadi.
Indonesia sebenarnya pernah memiliki regulasi yang mendukung penuh peternak lokal dan SSDN: Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.
Inpres mewajibkan IPS bermitra dengan peternak sapi perah lokal, dan menjadikan SSDN sebagai bahan baku utama produksi. Kala itu, SSDN mampu memasok hingga 50% kebutuhan susu nasional.
Sayangnya, aturan tersebut direvisi menjadi Inpres Nomor 4 Tahun 1998 untuk mengakomodir perjanjian dengan International Monetary Fund (IMF). Dalam Inpres pengganti tersebut, beberapa ketentuan terkait penyerapan SSDN dan pembatasan impor dihilangkan.
Saat ini, Kementan telah mengeluarkan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 yang mengatur peredaran SSDN, serta kemitraan IPS dan importir dengan peternak lokal. Aturan tersebut dalam rangka mendorong peningkatkan kualitas serta produktivitas susu segar di peternak lokal.
"Permentan tidak ampuh, karena hanya mengatur sebatas produksi saja. Sedangkan urusan susu juga berkaitan dengan impor dan industri pengolahan secara keseluruhan, itu merupakan wilayah Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian," kata Sekretaris Jenderal PPSKI Rochadi Tawaf di Jakarta, Jumat (16/3/2018).
Sehingga, lanjutnya, perlu ada Peraturan Presiden (Perpres) yang bisa membawahi semua kementerian tersebut. Dengan begitu, aturan mengenai penyerapan dan peredaran SSDN, termasuk kemitraan dengan peternak lokal bisa berjalan lebih efektif.
"Ada empat kementerian yang harus bekerja sama, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Koperasi. Tidak bisa sendiri-sendiri," imbuh dia.
Ini juga berkaitan dengan sanksi yang akan diberikan, jika ada Industri Pengolahan Susu (IPS) enggan bermitra dengan peternak lokal dan tidak menyerap SSDN. Pemberian sanksi menjadi tak relevan jika regulasi tidak membawahi seluruh kementerian yang terkait dengan industri susu.
"Perlu kebijakan lintas sektor, karena selama ini pemerintah terlihat kurang serius memperhatikan peternak sapi perah lokal," ujar Rochadi.
Indonesia sebenarnya pernah memiliki regulasi yang mendukung penuh peternak lokal dan SSDN: Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1985 tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.
Inpres mewajibkan IPS bermitra dengan peternak sapi perah lokal, dan menjadikan SSDN sebagai bahan baku utama produksi. Kala itu, SSDN mampu memasok hingga 50% kebutuhan susu nasional.
Sayangnya, aturan tersebut direvisi menjadi Inpres Nomor 4 Tahun 1998 untuk mengakomodir perjanjian dengan International Monetary Fund (IMF). Dalam Inpres pengganti tersebut, beberapa ketentuan terkait penyerapan SSDN dan pembatasan impor dihilangkan.
Saat ini, Kementan telah mengeluarkan Permentan Nomor 26 Tahun 2017 yang mengatur peredaran SSDN, serta kemitraan IPS dan importir dengan peternak lokal. Aturan tersebut dalam rangka mendorong peningkatkan kualitas serta produktivitas susu segar di peternak lokal.
(ven)