Ini Penjelasan PLN Soal Kemajuan Proyek 35.000 MW
A
A
A
JAKARTA - Sejak dicanangkan pertama kali pada Mei 2015, program 35.000 megawatt (MW) terus menjadi perhatian publik karena nilai strategisnya di tengah kenaikan konsumsi listrik domestik dari tahun ke tahun.
Proyek ini disebut menjadi semacam keharusan untk memenuhi kebutuhan konsumsi listrik domestik yang terus naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan kalkulasi PLN, pada tahun 2015, konsumsi listrik diperkirakan meningkat dari 183.226 MW (2013) menjadi 244.346 MW (2020), atau bertambah sekitar 61.000 MW.
Sejauh mana progres proyek berskala besar yang tersebar dari Sumatera hingga Papua tersebut?
Berdasarkan penjelasan tertulis dari PT PLN (persero), hingga bulan maret 2018 tahapan konstruksi proyek pembangkit 35.000 MW telah mencapai 48% atau setara dengan 16.994 MW. Sementara untuk tahapan kontrak, telah mencapai 35% atau setara dengan 12.693 MW. Selanjutnya, untuk tahapan pengadaan tinggal 10% atau setara dengan 3.414 MW dan tahapan perencanaan hanya menyisakan 3% saja.
Dari data tersebut, PLN mengklaim bahwa kemajuan kontrak dan konstruksi melejit dengan angka yang cukup signifikan di mana sebagian besar merupakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memang membutuhkan waktu konstruksi kurang lebih 3-5 tahun. BUMN kelistrikan itu menyebut, saat ini untuk tahapan COD atau pembangkit yang telah masuk sistem, sudah mencapai 1.504 MW.
Selain pembangunan pembangkit, proyek 35.000 MW juga membangun jaringan transmisi dan gardu induk (GI). Infrastruktur tersebut tak kalah penting dari pembangkit untuk mendistribusikan listrik yang dibangkitkan ke pelanggan.
Hingga akhir Februari 2018, PLN mencatat sebanyak 9.617 kilometer sirkit (kms) jaringan transmisi telah beroperasi. Sisanya 20.620 kms sedang dalam tahap konstruksi dan 16.553 dalam tahap prakonstruksi.
Untuk gardu induk, PLN telah mengoperasikan 37.628 Mega Volt Ampere (MVA). Kemudian 38.289 MVA masih dalam tahap konstruksi dan 33.542 dalam tahap pra konstruksi.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menjelaskan bahwa pembangunan transmisi dan GI ini menunjukkan hasil yang luar biasa cepat.
"Capaian transmisi yang operasi mencapai 21% dari total 46.000 kilometer yang harus dibangun. Dan 44% dalam tahap pengerjaan. Ini menggembirakan karena begitu pembangkit siap operasi, transmisi sudah siap terlebih dahulu," terang Made dalam keterangan resminya, Kamis (22/3/2018).
Begitu pula dengan pembangunan GI, dari 109.459 MVA yang harus dibangun, PLN telah mengoperasikan sebanyak 34%. Sementara 35% lainnya sedang dalam proses pembangunan.
"Ini lebih bagus lagi, karena sudah lebih dari 30% beroperasi. Sama seperti transmisi, GI juga penting dalam proses mengalirkan listrik dari pembangkit-pembangkit 35.000 MW nanti," imbuh Made.
Program 35.000 MW yang dikerjakan pemerintah ini, lanjut dia, merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menopang dan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi secara nasional, seperti mendorong munculnya pusat-pusat industri baru.
"Tapi lebih dari itu, proyek 35.000 MW ini adalah untuk pemerataan pemenuhan listrik bagi seluruh warga negara Indonesia. Sehingga mampu menaikkan angka rasio elektrifikasi nasional mencapai 97% di 2019," pungkas Made.
Proyek ini disebut menjadi semacam keharusan untk memenuhi kebutuhan konsumsi listrik domestik yang terus naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan kalkulasi PLN, pada tahun 2015, konsumsi listrik diperkirakan meningkat dari 183.226 MW (2013) menjadi 244.346 MW (2020), atau bertambah sekitar 61.000 MW.
Sejauh mana progres proyek berskala besar yang tersebar dari Sumatera hingga Papua tersebut?
Berdasarkan penjelasan tertulis dari PT PLN (persero), hingga bulan maret 2018 tahapan konstruksi proyek pembangkit 35.000 MW telah mencapai 48% atau setara dengan 16.994 MW. Sementara untuk tahapan kontrak, telah mencapai 35% atau setara dengan 12.693 MW. Selanjutnya, untuk tahapan pengadaan tinggal 10% atau setara dengan 3.414 MW dan tahapan perencanaan hanya menyisakan 3% saja.
Dari data tersebut, PLN mengklaim bahwa kemajuan kontrak dan konstruksi melejit dengan angka yang cukup signifikan di mana sebagian besar merupakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang memang membutuhkan waktu konstruksi kurang lebih 3-5 tahun. BUMN kelistrikan itu menyebut, saat ini untuk tahapan COD atau pembangkit yang telah masuk sistem, sudah mencapai 1.504 MW.
Selain pembangunan pembangkit, proyek 35.000 MW juga membangun jaringan transmisi dan gardu induk (GI). Infrastruktur tersebut tak kalah penting dari pembangkit untuk mendistribusikan listrik yang dibangkitkan ke pelanggan.
Hingga akhir Februari 2018, PLN mencatat sebanyak 9.617 kilometer sirkit (kms) jaringan transmisi telah beroperasi. Sisanya 20.620 kms sedang dalam tahap konstruksi dan 16.553 dalam tahap prakonstruksi.
Untuk gardu induk, PLN telah mengoperasikan 37.628 Mega Volt Ampere (MVA). Kemudian 38.289 MVA masih dalam tahap konstruksi dan 33.542 dalam tahap pra konstruksi.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka menjelaskan bahwa pembangunan transmisi dan GI ini menunjukkan hasil yang luar biasa cepat.
"Capaian transmisi yang operasi mencapai 21% dari total 46.000 kilometer yang harus dibangun. Dan 44% dalam tahap pengerjaan. Ini menggembirakan karena begitu pembangkit siap operasi, transmisi sudah siap terlebih dahulu," terang Made dalam keterangan resminya, Kamis (22/3/2018).
Begitu pula dengan pembangunan GI, dari 109.459 MVA yang harus dibangun, PLN telah mengoperasikan sebanyak 34%. Sementara 35% lainnya sedang dalam proses pembangunan.
"Ini lebih bagus lagi, karena sudah lebih dari 30% beroperasi. Sama seperti transmisi, GI juga penting dalam proses mengalirkan listrik dari pembangkit-pembangkit 35.000 MW nanti," imbuh Made.
Program 35.000 MW yang dikerjakan pemerintah ini, lanjut dia, merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menopang dan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi secara nasional, seperti mendorong munculnya pusat-pusat industri baru.
"Tapi lebih dari itu, proyek 35.000 MW ini adalah untuk pemerataan pemenuhan listrik bagi seluruh warga negara Indonesia. Sehingga mampu menaikkan angka rasio elektrifikasi nasional mencapai 97% di 2019," pungkas Made.
(fjo)