Ketergantungan Impor Pangan RI Menggerus Devisa Negara
A
A
A
JAKARTA - Kebiasaan impor pangan yang dilakukan Indonesia, hingga nilainya melebihi angka ekspor menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef) berdampak kepada devisa negara. Hal tersebut membuat devisa negara perlahan mulai tergerus hingga membuat defisit neraca perdagangan.
Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, defisit neraca perdagangan dari sektor pertanian sudah terjadi sejak 2007, silam. Atas dasar kondisi itu, Ia menilai pemerintah terlalu banyak membuang kesempatan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Sektor pertanian membuang devisa negara. Kebijakan impor ini tidak memberikan dampak outpot sektoral maupun komoditi dari industri pengolahan tersebut," ujar Ahmad Heri Firdaus di Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan, bahwa neraca perdagangan Indonesia masih memiliki tren negatif. Lantaran, rendahnya ekspor sektor pertanian yang dilakukan oleh Indonesia. Indef mencatat pertumbuhan impor sektor pertanian masih 50%, sedangkan ekspor tumbuh hanya 8%.
"Neraca perdagangan kita masih negatif trennya. Dimana daya saing dari komoditas ekspor kita lemah. Kalau tarik di hulunya. Maka daya saing turun dan industri produktivitas tidak baik sehingga cenderung akan naik ketergantungan impor itu terbukti dimana daya saing barang-barang domestik itu lemah," paparnya.
Tidak hanya itu, Indef mencatat lebih dari 60% bahan baku industri makanan pun harus dipenuhi dari impor. Apalagi, pemerintah terus mengupayakan ketersediaan beras guna menjamin masyarakat menikmati beras dengan harga yang layak.
Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, defisit neraca perdagangan dari sektor pertanian sudah terjadi sejak 2007, silam. Atas dasar kondisi itu, Ia menilai pemerintah terlalu banyak membuang kesempatan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Sektor pertanian membuang devisa negara. Kebijakan impor ini tidak memberikan dampak outpot sektoral maupun komoditi dari industri pengolahan tersebut," ujar Ahmad Heri Firdaus di Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Lebih lanjut Ia menerangkan, bahwa neraca perdagangan Indonesia masih memiliki tren negatif. Lantaran, rendahnya ekspor sektor pertanian yang dilakukan oleh Indonesia. Indef mencatat pertumbuhan impor sektor pertanian masih 50%, sedangkan ekspor tumbuh hanya 8%.
"Neraca perdagangan kita masih negatif trennya. Dimana daya saing dari komoditas ekspor kita lemah. Kalau tarik di hulunya. Maka daya saing turun dan industri produktivitas tidak baik sehingga cenderung akan naik ketergantungan impor itu terbukti dimana daya saing barang-barang domestik itu lemah," paparnya.
Tidak hanya itu, Indef mencatat lebih dari 60% bahan baku industri makanan pun harus dipenuhi dari impor. Apalagi, pemerintah terus mengupayakan ketersediaan beras guna menjamin masyarakat menikmati beras dengan harga yang layak.
(akr)