Politik dan Perang Dagang Menghantui Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengantisipasi dampak kondisi politik dan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang terus menghantui stabilitas nilai tukar rupiah. Selain itu BI juga akan terus memperhatikan kenaikan tingkat suku bunga acuan Amerika Serikat (Fed Fund Rate) dalam menjaga rupiah.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, rupiah masih akan mendapatkan tekanan dari beberapa faktor baik dari internal maupun eksternal. Dalam hal ini, terang dia adanya politik dan perang dagang masih bisa menghantui stabilitas nilai tukar rupiah.
"Memang pengaruh nilai tukar sama kayak emerging, sangat ditentukan pergerakan yang terjadi di AS. Pemulihan AS cukup cepat dari perkiraan sehingga menggambarkan potensi inflasi naik dan menggambarkan FFR dinaikkan dari tiga kali," ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
"Kemudian ada perang dagang yang mempengaruhi dan menimbulkan tekanan eksternal, belum kondisi geopolitik lain. Nilai tukar rupiah sampai 2018 ada tekanan sama dengan gobal di kawasan," sambungnya.
Dia menyebutkan bahwa pergerakan rupiah masih akan terpengaruh dengan sentimen luar. Namun, BI pun akan menjaga stabiltas rupiah di pasar. "Tidak bisa lepas dari pergerakan mata uang dunia. Kami akan menjaga di pasar," tegasnya.
Nilai tukar rupiah tercatat mengalami depresiasi pada Maret 2018 namun kemudian bergerak stabil pada paruh pertama April 2018. Pada Maret 2018, secara rata-rata harian rupiah terdepresiasi 1,13%. Tekanan terhadap rupiah terutama disebabkan oleh perbaikan indikator ekonomi AS yang diikuti ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga FFR yang lebih agresif, serta risiko berlanjutnya perang dagang AS-China.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, rupiah masih akan mendapatkan tekanan dari beberapa faktor baik dari internal maupun eksternal. Dalam hal ini, terang dia adanya politik dan perang dagang masih bisa menghantui stabilitas nilai tukar rupiah.
"Memang pengaruh nilai tukar sama kayak emerging, sangat ditentukan pergerakan yang terjadi di AS. Pemulihan AS cukup cepat dari perkiraan sehingga menggambarkan potensi inflasi naik dan menggambarkan FFR dinaikkan dari tiga kali," ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
"Kemudian ada perang dagang yang mempengaruhi dan menimbulkan tekanan eksternal, belum kondisi geopolitik lain. Nilai tukar rupiah sampai 2018 ada tekanan sama dengan gobal di kawasan," sambungnya.
Dia menyebutkan bahwa pergerakan rupiah masih akan terpengaruh dengan sentimen luar. Namun, BI pun akan menjaga stabiltas rupiah di pasar. "Tidak bisa lepas dari pergerakan mata uang dunia. Kami akan menjaga di pasar," tegasnya.
Nilai tukar rupiah tercatat mengalami depresiasi pada Maret 2018 namun kemudian bergerak stabil pada paruh pertama April 2018. Pada Maret 2018, secara rata-rata harian rupiah terdepresiasi 1,13%. Tekanan terhadap rupiah terutama disebabkan oleh perbaikan indikator ekonomi AS yang diikuti ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga FFR yang lebih agresif, serta risiko berlanjutnya perang dagang AS-China.
(akr)