BI Meyakini Perekonomian Indonesia Semakin Baik

Rabu, 25 April 2018 - 20:02 WIB
BI Meyakini Perekonomian Indonesia Semakin Baik
BI Meyakini Perekonomian Indonesia Semakin Baik
A A A
SEMARANG - Bank Indonesia (BI) meyakini perekonomian Indonesia diperkirakan semakin membaik, yang didukung oleh faktor global dan domestik yang kondusif. Pertumbuhan ekonomi 2018 diperkirakan meningkat ke kisaran 5,1%-5,5%, terutama ditopang oleh permintaan domestik.

Deputi Gubernur BI Sugeng memprediksi, investasi swasta akan meningkat sejalan dengan membaiknya keyakinan pelaku usaha. Stimulus fiskal tetap kuat dengan berlanjutnya pembangunan infrastruktur, ditopang oleh prospek positif penerimaan pajak.

"Sementara itu, konsumsi swasta membaik didukung daya beli yang terjaga, stimulus fiskal pemerintah, momen Pilkada, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Dalam hal ini, kami sangat mengapresiasi kebijakan pemerintah mengakselerasi penyaluran bantuan sosial pada tahun ini," ujarnya pada acara Diseminasi Laporan Perekonomian Indonesia 2017 di Kantor Perwakilan BI Jawa Tengah di Semarang, Rabu (25/4/2018).

Sugeng memaparkan, inflasi IHK diperkirakan tetap berada dalam kisaran sasaran yang pada 2018 menjadi lebih rendah, yakni 3,5±1%. "Inflasi inti diperkirakan terus terkendali didukung ekspektasi inflasi yang terjangkar, nilai tukar yang stabil, dan tekanan permintaan yang masih dapat direspons secara memadai oleh sisi penawaran," tuturnya.

Sektor keuangan dan sektor eksternal juga diperkirakan membaik. Kredit perbankan diperkirakan meningkat dalam kisaran 10%-12% dengan dana pihak ketiga diperkirakan meningkat dalam kisaran 9%-11%. Di sektor eksternal, defisit transaksi berjalan diperkirakan 2,0%-2,5% PDB, masih terjaga pada level yang sehat di bawah 3% PDB.

"Dalam jangka menengah, seiring dengan peningkatan produktivitas perekonomian sebagai hasil reformasi struktural, pertumbuhan ekonomi diperkirakan terus meningkat hingga mencapai 5,8%-6,2% dengan inflasi yang diprakirakan terkendali dalam kisaran 3,0±1% pada 2022," papar Sugeng.

Menurut Sugeng, tantangan siklikal dan struktural masih mengemuka pada 2018. Yaitu peningkatan proteksionisme perdagangan yang berisiko menganggu prospek keberlangsungan pemulihan ekonomi global. Juga berimbas pada perdagangan dunia yang dapat berdampak negatif terhadap ekonomi Indonesia.

"Kebijakan siklikal tetap difokuskan pada upaya menjaga stabilitas perekonomian sembari memberikan ruang yang cukup bagi berlanjutnya momentum pemulihan ekonomi," imbuhnya.

Sugeng menambahkan, solidnya perkembangan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan persepsi stance hawkish The Fed telah mendorong perubahan persepsi pelaku pasar terhadap risiko peningkatan suku bunga FFR yang lebih agresif dari perkiraan awal. Perkembangan tersebut memberikan tekanan pada pasar keuangan negera emerging market, termasuk Indonesia.

"Perubahan persepsi tersebut menimbulkan ketidakpastian pasar keuangan global. Namun demikian, stabilitas perekonomian Indonesia masih kuat," tuturnya.

Aliran modal asing pada triwulan I 2018 hanya mencatat net outflows tipis sekitar USD0,11 miliar, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, aliran modal asing kembali masuk pada awal April 2018, khususnya di SUN.

"Kondisi fundamental Indonesia yang baik, kepercayaan pelaku pasar yang masih tinggi, dan langkah stabilisasi pasar oleh BI mampu mengurangi dampak negatif yang berlebihan dari tekanan tersebut," ungkapnya.

Sementara rupiah sampai dengan awal April 2018 secara point to point hanya terdepresiasi 1,43%, masih relatif sejalan dengan pergerakan mata uang negara peers (negara dengan grade setara). "Bahkan kalau saya amati di April ini, kita terdepresiasi tapi masih lebih rendah dari negara-negara lain. Namun kita tetap merespon," kata Sugeng.

Sugeng menambahkan, meningkatnya tekanan sektor eksternal berdampak minimal terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang masih tetap kuat. Inflasi tercatat 3,40% pada Maret 2018, atau berada dalam kisaran sasaran inflasi 2018 sebesar 3,5±1% (yoy). Terkendalinya inflasi dipengaruhi oleh terkelolanya inflasi inti dan penurunan inflasi administered prices.

"Defisit transaksi berjalan masih berada di bawah batas aman 3% dari PDB dan cadangan devisa juga masih tinggi mencapai USD126 miliar pada Maret 2018, jauh di atas standar internasional. Sementara itu stabilitas sistem keuangan tetap kuat tercermin pada CAR dan NPL yang sebesar 23,0% dan 2,9% pada Februari 2018," tandasnya.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Firman Mochtar mengatakan, perekonomian Indonesia diperkirakan tumbuh 5,1% di kuartal I 2018. "Ini sejalan perkiraan kami, sehingga pertumbuhan ekonomi 2017 sekitar 5,1%-5,5%. Inflasi terjaga, stabilitas keuangan tetap sehat, CAR tetap tinggi, NPL terkendali. Kondisi ini akan semakin baik mendorong perekonomian semakin berkesinabungan," ujarnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5229 seconds (0.1#10.140)