Kemenperin Gandeng Lembaga Riset Jerman Demi Revolusi Industri 4.0
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian dan lembaga riset terkemuka dari Jerman, The Fraunhofer Institute for Production Systems and Design Technology IPK akan melakukan kerja sama dalam peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) di Indonesia. Terdapat empat poin yang disepakati sebagai program kolaborasi menghadapi revolusi industri generasi keempat (4.0).
"Kami berharap, adanya langkah sinergi ini bisa meningkatkan inovasi, efisiensi, produktivitas yang berkualitas, dan menciptakan pekerjaan baru bagi sektor manufaktur yang akan menuju industri 4.0," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (5/5/2018).
Dia menyebutkan, keempat komitmen yang bakal dikerjakan bareng antara Kemenperin dengan Fraunhofer IPK, yang pertama membuat rencana aksi secara detail untuk implementasi Making Indonesia 4.0. Kedua, melakukan pendekatan manajemen baru untuk merevitalisasi beberapa pusat litbang di Indonesia, terutama balai-balai yang dimiliki Kemenperin.
Ketiga, mengembangkan program vokasi yang link and match antara Kemenperin dengan politeknik dan industri. Dan, keempat, menyusun kebijakan dalam membuat pusat inovasi untuk pengembangan sektor industri kecil dan menengah (IKM) agar siap memasuki era revolusi industri 4.0.
“Tentunya, hal ini juga mampu mendongkrak daya saing manufaktur nasional termasuk IKM di kancah global,” tegas Airlangga.
Kesepakatan kedua belah pihak tersebut, akan direalisasikan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Indonesia dalam waktu dekat.
“Kemenperin segera mengundang Fraunhofer IPK ke Indonesia untuk mendiskusikan detail aktivitas dalam lingkup kerja sama sesuai empat poin yang telah disepakati,” tuturnya.
Politikus Partai Golkar ini menegaskan, Indonesia dan Jerman merupakan negara yang sudah siap memasuki dan mengimplementasikan industri 4.0. Hal ini dibuktikan oleh kedua negara dengan membuat peta jalan untuk memberikan arah jelas dalam pengembangan sektor manufaktur, yang akan menjadi percontohan serta target yang telah ditetapkan.
Berdasarkan roadmap Making Indonesia 4.0, lima sektor manufaktur yang difokuskan, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, serta kimia.
“Targetnya, Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terkuat ketujuh di dunia pada tahun 2030. Bahkan, tahun 2050, Indonesia diproyeksi mampu naik peringkat menjadi keempat di dunia,” paparnya.
Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kemenperin (KPAII) I Gusti Putu Suryawirawan yang turut mendampingi Menperin, menjelaskan, kunjungan ke Fraunhofer IPK untuk saling berbagi pandangan dan mendiskusikan mengenai implementasi industri 4.0.
Selain itu, meninjau secara langsung mengenai ruang lingkup keahlian, layanan dan fasilitas yang dimiliki lembaga riset nonprofit tersebut dalam mendukung aktivitas industri di Jerman, terutama sektor IKM.
“Fraunhofer IPK juga menjelaskan mengenai pengalaman dan kesuksesannya dalam membangun lembaga riset di Brasil, Uni Emirat Arab, dan China,” ujarnya.
Putu menambahkan, untuk memformulasikan MoU kedua pihak, dalam jangka pendek di tahun 2018 ini Kemenperin akan aktif berkomunikasi dengan Fraunhofer IPK dan Kementerian Ekonomi Republik Federal Jerman.
“Selain itu, KBRI di Berlin dan Atase Perindustrian di Brussel akan mendukung dan memfasilitasi komunikasi tersebut dan hal lain yang diperlukan oleh semua pihak,” tandas dia.
"Kami berharap, adanya langkah sinergi ini bisa meningkatkan inovasi, efisiensi, produktivitas yang berkualitas, dan menciptakan pekerjaan baru bagi sektor manufaktur yang akan menuju industri 4.0," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya di Jakarta, Sabtu (5/5/2018).
Dia menyebutkan, keempat komitmen yang bakal dikerjakan bareng antara Kemenperin dengan Fraunhofer IPK, yang pertama membuat rencana aksi secara detail untuk implementasi Making Indonesia 4.0. Kedua, melakukan pendekatan manajemen baru untuk merevitalisasi beberapa pusat litbang di Indonesia, terutama balai-balai yang dimiliki Kemenperin.
Ketiga, mengembangkan program vokasi yang link and match antara Kemenperin dengan politeknik dan industri. Dan, keempat, menyusun kebijakan dalam membuat pusat inovasi untuk pengembangan sektor industri kecil dan menengah (IKM) agar siap memasuki era revolusi industri 4.0.
“Tentunya, hal ini juga mampu mendongkrak daya saing manufaktur nasional termasuk IKM di kancah global,” tegas Airlangga.
Kesepakatan kedua belah pihak tersebut, akan direalisasikan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Indonesia dalam waktu dekat.
“Kemenperin segera mengundang Fraunhofer IPK ke Indonesia untuk mendiskusikan detail aktivitas dalam lingkup kerja sama sesuai empat poin yang telah disepakati,” tuturnya.
Politikus Partai Golkar ini menegaskan, Indonesia dan Jerman merupakan negara yang sudah siap memasuki dan mengimplementasikan industri 4.0. Hal ini dibuktikan oleh kedua negara dengan membuat peta jalan untuk memberikan arah jelas dalam pengembangan sektor manufaktur, yang akan menjadi percontohan serta target yang telah ditetapkan.
Berdasarkan roadmap Making Indonesia 4.0, lima sektor manufaktur yang difokuskan, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, serta kimia.
“Targetnya, Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terkuat ketujuh di dunia pada tahun 2030. Bahkan, tahun 2050, Indonesia diproyeksi mampu naik peringkat menjadi keempat di dunia,” paparnya.
Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional Kemenperin (KPAII) I Gusti Putu Suryawirawan yang turut mendampingi Menperin, menjelaskan, kunjungan ke Fraunhofer IPK untuk saling berbagi pandangan dan mendiskusikan mengenai implementasi industri 4.0.
Selain itu, meninjau secara langsung mengenai ruang lingkup keahlian, layanan dan fasilitas yang dimiliki lembaga riset nonprofit tersebut dalam mendukung aktivitas industri di Jerman, terutama sektor IKM.
“Fraunhofer IPK juga menjelaskan mengenai pengalaman dan kesuksesannya dalam membangun lembaga riset di Brasil, Uni Emirat Arab, dan China,” ujarnya.
Putu menambahkan, untuk memformulasikan MoU kedua pihak, dalam jangka pendek di tahun 2018 ini Kemenperin akan aktif berkomunikasi dengan Fraunhofer IPK dan Kementerian Ekonomi Republik Federal Jerman.
“Selain itu, KBRI di Berlin dan Atase Perindustrian di Brussel akan mendukung dan memfasilitasi komunikasi tersebut dan hal lain yang diperlukan oleh semua pihak,” tandas dia.
(ven)