Dibangun Akhir 2018, Pabrik Lotte Akan Tekan Impor Petrokimia

Minggu, 20 Mei 2018 - 08:01 WIB
Dibangun Akhir 2018,...
Dibangun Akhir 2018, Pabrik Lotte Akan Tekan Impor Petrokimia
A A A
JAKARTA - Perusahaan industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan akan melakukan peletakan batu pertama (ground breaking) untuk pembangunan pabrik yang memproduksi nafta cracker pada akhir tahun 2018. Dengan nilai investasi yang rencananya mencapai USD3,5 miliar, pabrik ini diharapkan dapat mendukung pengurangan impor produk petrokimia hingga 60%.

"Nafta cracker selaku bahan baku petrokimia, kita memang kurang sehingga masih impor. Tetapi setelah ini produksi, bisa disubstitusi. Bahkan, pabrik ini juga akan menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lainnya. Jadi, kita tidak akan impor lagi," kata Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono dalam siaran pers, Sabtu (19/5/2018).

Sigit menjelaskan, saat ini Lotte masih menyelesaikan proses perizinan terkait pembebasan lahan, pembangunan pelabuhan, dan pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Tanah yang sudah tersedia menurutnya seluas 100 hektare, namun Lotte terus mencari tambahan karena area yang akan dibangun terintegrasi untuk menghasilkan bermacam-macam produk.

Sigit menilai, masuknya investasi industri petrokimia di sektor hulu ini bisa menjadi solusi jangka panjang untuk meningkatkan produktivitas nasional, seiring berkembangnya pasar petrokimia di dalam negeri. "Investasi industri upstream memang sangat besar dan harus terpadu dengan produk turunan, karena kalau berdiri sendiri tidak akan ekonomis, pasti gulung tikar," paparnya.

Pabrik Lotte yang akan dibangun di Cilegon, Banten ini menargetkan total kapasitas produksi nafta cracker sebanyak 2 juta ton per tahun. "Apabila pabrik Lotte dan Chandra Asri beroperasi pada tahun 2023, Indonesia bisa mengurangi impor produk petrokimia hingga lebih dari 60%," ucap Sigit.

PT Chandra Asri Petrochemical Tbk juga berencana membangun kembali pabrik pengolah nafta cracker kedua (CAP2) yang menelan investasi senilai USD4-5 miliar. Dengan tambahan investasi Lotte Chemical dan Chandra Asri tersebut, Indonesia bakal mampu menghasilkan bahan baku kimia berbasis nafta cracker sebanyak 3 juta ton per tahun. Bahkan, Indonesia bisa memposisikan sebagai produsen terbesar ke-4 di Asean setelah Thailand, Singapura dan Malaysia.

Kemenperin mencatat, nafta cracker dari produksi industri nasional saat ini baru mencapai 900.000 ton per tahun, sementara permintaan dalam negeri sebanyak 1,6 juta ton. Industri petrokimia ditetapkan sebagai salah satu sektor hulu strategis karena menyediakan bahan baku untuk hampir seluruh sektor hilir, seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetik hingga farmasi.
(fjo)
Copyright ©2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5340 seconds (0.1#10.140)