Ramadhan dan Gairah Belanja Masyarakat
A
A
A
JAKARTA - Memasuki Ramadhan dan Lebaran selalu ditandai dengan meningkatnya belanja masyarakat. Tidak hanya pangan, belanja sandang juga melonjak seiring permintaan masyarakat.
Menghadapi fenomena tahunan ini, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) optimistis transaksi pasar akan mencapai nilai maksimal, meskipun terdapat kendala perlambatan ekonomi dan isu keamanan nasional. Sekretaris Jenderal Aprindo, Solihin mengungkapkan, secara umum penjualan beragam produk meningkat, terutama kebutuhan bahan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, dan daging.
“Pengusaha sudah mempersiapkan barang-barang tersebut dengan mengatur harga eceran tertingginya. Selain itu, saat Ramadhan dan Lebaran produk makanan dengan penjualan tinggi, yaitu sirup dan beraneka kue atau biskuit,” tutur Solihin kepada KORAN SINDO.
Solihin menjelaskan, setiap produk akan mengalami pergeseran, misalnya untuk minuman ringan bersoda. Menurut dia, lima tahun lalu minuman bersoda sangat digemari, tapi saat ini produk minuman bersoda mengalami pergeseran karena berbagai faktor.
“Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan atau jenis minuman ringan yang semakin beragam, membuat pilihan menjadi banyak, penjualan minuman ringan bersoda pun tidak terlalu tinggi,” ujarnya. Di tengah berbagai isu ekonomi dan keamanan yang sedang menghangat di masyarakat, Solihin tetap optimistis pasar akan terus bergerak positif.
Harga nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mengalami lonjakan diharapkan tidak ikut memengaruhi daya beli masyarakat.
Sementara itu, GM Corporate Affairs PT Hero Supermarket Tbk Tony Mampuk mengatakan, beberapa produk yang melonjak karena diburu masyarakat saat Ramadhan, antara lain makanan beku, sayuran, buah-buahan, serta produk segar seperti telur dan daging.
“Produk-produk yang digunakan para pelanggan untuk sahur dan berbuka. Jadi, kami fokus tingkatkan stok produk tersebut saat puasa tiba hingga Lebaran,” ujar Tony. Selain di sektor pangan, sektor fashion ikut meningkat karena masyarakat pada umumnya merayakan Lebaran dengan pakaian baru.
Marketing Manager Ria Busana Grup, Tuty Damayanti mengatakan, omzet penjualan saat Ramadan hingga Lebaran melesat hingga 10 kali lipat dari hari biasa. Semua jenis produk yang mereka hadirkan, seperti pakaian anak, wanita, dan pria mengalami peningkatan penjualan.
Ria Busana, ritel yang menjual khusus pakaian anak dan dewasa ini pun menambah stok busana muslim dan kasual saat Ramadan. Jika dibandingkan dalam kurun lima tahun terakhir, Tuty meyakini, penjualan mereka setiap tahun pada Ramadan selalu naik.
Walaupun dikatakan daya beli masyarakat sedang melemah, bagi bisnis kalangan menengah bawah, kondisi pasar menurutnya relatif stabil. “Kami menjadi pilihan berbelanja hemat, harga seperti di pasar, tapi kenyaman toko layaknya department store.Jadi, nanti saat H-7 menjelang Lebaran, toko kami selalu penuh.
Kami buka sampai malam takbiran, memberi kesempatan mereka yang masih ingin berbelanja untuk kebutuhan Lebaran,” ujarnya. Pengamat ritel, Suhu Wan Muhammad memprediksi pertumbuhan omzet akan sama dengan 2017. Sebab, kondisi ekonomi pun tidak jauh beda dengan tahun lalu.
“Persentase omzet bergantung produk, ada yang 20% dibandingkan bulan biasa. Omzet Ramadan biasanya dua kali lipat dibanding omzet biasa,” ujarnya. Sementara untuk kebutuhan bahan pokok, menurut dia, bisa mengalami kenaikan hingga 25%.
Produk lainnya yang dinilai melejit omzetnya, yaitu kue kering atau makanan dan minuman kaleng bisa mencapai 50%. Sebab, hidangan ringan ini ada sebelum puasa hingga Lebaran. Perbedaan omzet pada sektor ritel ini juga dapat dilihat di seluruh wilayah perkotaan dan daerah.
Suhu mencontohkan, untuk pakaian di kota besar kenaikan omzet hanya 30%, tapi ritel di daerah bisa lebih tinggi, lebih dari 50%. “Kalau orang kota beli baju bisa kapan saja, tidak harus pas Lebaran. Namun yang di daerah, hanya beli baju pas Lebaran.
Mungkin juga masih banyak masyarakat daerah yang menganut, tidak Lebaran kalau tidak beli baju baru,” ujar Ketua Asosiasi Masyarakat Ritel Indonesia (AMRI) ini. Perbedaan ini juga berlaku untuk produk kebutuhan bahan pokok. Di kota, kenaikan harga pangan hingga mencapai 20%, sedangkan di daerah bisa lebih dari 50%.
Hal ini dikarenakan masakan khas orang daerah lebih banyak daripada masyarakat kota. Selain menghadapi Ramadan dan Lebaran, kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan, menurut dia, juga akan meningkat signifikan karena Lebaran berdekatan dengan tahun ajaran baru. (Ananda Nararya)
Menghadapi fenomena tahunan ini, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) optimistis transaksi pasar akan mencapai nilai maksimal, meskipun terdapat kendala perlambatan ekonomi dan isu keamanan nasional. Sekretaris Jenderal Aprindo, Solihin mengungkapkan, secara umum penjualan beragam produk meningkat, terutama kebutuhan bahan pokok seperti beras, minyak goreng, gula, dan daging.
“Pengusaha sudah mempersiapkan barang-barang tersebut dengan mengatur harga eceran tertingginya. Selain itu, saat Ramadhan dan Lebaran produk makanan dengan penjualan tinggi, yaitu sirup dan beraneka kue atau biskuit,” tutur Solihin kepada KORAN SINDO.
Solihin menjelaskan, setiap produk akan mengalami pergeseran, misalnya untuk minuman ringan bersoda. Menurut dia, lima tahun lalu minuman bersoda sangat digemari, tapi saat ini produk minuman bersoda mengalami pergeseran karena berbagai faktor.
“Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan atau jenis minuman ringan yang semakin beragam, membuat pilihan menjadi banyak, penjualan minuman ringan bersoda pun tidak terlalu tinggi,” ujarnya. Di tengah berbagai isu ekonomi dan keamanan yang sedang menghangat di masyarakat, Solihin tetap optimistis pasar akan terus bergerak positif.
Harga nilai tukar rupiah terhadap dolar yang mengalami lonjakan diharapkan tidak ikut memengaruhi daya beli masyarakat.
Sementara itu, GM Corporate Affairs PT Hero Supermarket Tbk Tony Mampuk mengatakan, beberapa produk yang melonjak karena diburu masyarakat saat Ramadhan, antara lain makanan beku, sayuran, buah-buahan, serta produk segar seperti telur dan daging.
“Produk-produk yang digunakan para pelanggan untuk sahur dan berbuka. Jadi, kami fokus tingkatkan stok produk tersebut saat puasa tiba hingga Lebaran,” ujar Tony. Selain di sektor pangan, sektor fashion ikut meningkat karena masyarakat pada umumnya merayakan Lebaran dengan pakaian baru.
Marketing Manager Ria Busana Grup, Tuty Damayanti mengatakan, omzet penjualan saat Ramadan hingga Lebaran melesat hingga 10 kali lipat dari hari biasa. Semua jenis produk yang mereka hadirkan, seperti pakaian anak, wanita, dan pria mengalami peningkatan penjualan.
Ria Busana, ritel yang menjual khusus pakaian anak dan dewasa ini pun menambah stok busana muslim dan kasual saat Ramadan. Jika dibandingkan dalam kurun lima tahun terakhir, Tuty meyakini, penjualan mereka setiap tahun pada Ramadan selalu naik.
Walaupun dikatakan daya beli masyarakat sedang melemah, bagi bisnis kalangan menengah bawah, kondisi pasar menurutnya relatif stabil. “Kami menjadi pilihan berbelanja hemat, harga seperti di pasar, tapi kenyaman toko layaknya department store.Jadi, nanti saat H-7 menjelang Lebaran, toko kami selalu penuh.
Kami buka sampai malam takbiran, memberi kesempatan mereka yang masih ingin berbelanja untuk kebutuhan Lebaran,” ujarnya. Pengamat ritel, Suhu Wan Muhammad memprediksi pertumbuhan omzet akan sama dengan 2017. Sebab, kondisi ekonomi pun tidak jauh beda dengan tahun lalu.
“Persentase omzet bergantung produk, ada yang 20% dibandingkan bulan biasa. Omzet Ramadan biasanya dua kali lipat dibanding omzet biasa,” ujarnya. Sementara untuk kebutuhan bahan pokok, menurut dia, bisa mengalami kenaikan hingga 25%.
Produk lainnya yang dinilai melejit omzetnya, yaitu kue kering atau makanan dan minuman kaleng bisa mencapai 50%. Sebab, hidangan ringan ini ada sebelum puasa hingga Lebaran. Perbedaan omzet pada sektor ritel ini juga dapat dilihat di seluruh wilayah perkotaan dan daerah.
Suhu mencontohkan, untuk pakaian di kota besar kenaikan omzet hanya 30%, tapi ritel di daerah bisa lebih tinggi, lebih dari 50%. “Kalau orang kota beli baju bisa kapan saja, tidak harus pas Lebaran. Namun yang di daerah, hanya beli baju pas Lebaran.
Mungkin juga masih banyak masyarakat daerah yang menganut, tidak Lebaran kalau tidak beli baju baru,” ujar Ketua Asosiasi Masyarakat Ritel Indonesia (AMRI) ini. Perbedaan ini juga berlaku untuk produk kebutuhan bahan pokok. Di kota, kenaikan harga pangan hingga mencapai 20%, sedangkan di daerah bisa lebih dari 50%.
Hal ini dikarenakan masakan khas orang daerah lebih banyak daripada masyarakat kota. Selain menghadapi Ramadan dan Lebaran, kebutuhan masyarakat di bidang pendidikan, menurut dia, juga akan meningkat signifikan karena Lebaran berdekatan dengan tahun ajaran baru. (Ananda Nararya)
(nfl)