Perry Warjiyo Janji Ambil Kebijakan Antisipatif Soal Suku Bunga
A
A
A
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru Perry Warjiyo menyatakan akan mengambil kebijakan yang bersifat antisipatif terkait suku bunga acuan BI 7days Repo Rate. Hal ini guna merespons arus modal asing yang keluar (capital outflow), yang berpotensi menggerus nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Dia mengatakan, kebijakan suku bunga yang diambilnya akan bersifat pre-emptive terhadap tekanan dari eksternal. Khususnya, dampak dari rencana kenaikan tingkat suku bunga acuan Amerika Serikat (The Fed).
"Saya rencanakan untuk lebih pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam kebijakan respon suku bunga," katanya usai pelantikan dan pengucapan sumpah jabatan di Gedung Mahkamah Agung RI, Jakarta, Kamis (24/5/2018).(Baca Juga: Ini Jurus Gubernur BI yang Baru untuk Stabilkan RupiahMenurutnya, arus modal asing di Tanah Air masih akan dibayang-bayangi oleh tekanan ekonomi dari luar, khususnya AS. Diperkirakan, Negeri Paman Sam -julukan AS- akan menaikan tingkat suku bunga acuannya sebanyak empat kali di tahun ini.
"Tekanan juga datang dari defisit fiskal AS yang lebih tinggi. Pada tahun ini diperkirakan 4%, tahun depan 5%, dan itu membuat pembiayaan AS akan lebih tinggi," imbuh dia.
BI sebelumnya telah keliru dalam memprediksi imbal hasil obligasi pemerintah AS untuk tenor 10%. Sebelumnya, BI memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah AS hanya akan bergerak di level 2,7%, sementara saat ini sudah menyentuh level 3%.
Menurut dia, kebutuhan pembiayaan untuk defisit yang membuat imbal hasil obligasi AS naik dan memicu arus modal keluar dari seluruh negara berkembang (emerging market), termasuk Indonesia.
"Jadi ini yang menyebabkan yeild 10 tahun naik dan sebabkan capital outflow di seluruh negara emerging. Ini fenomena global bahwa tekanan lebih banyak karena eksternal," tandasnya.
Dia mengatakan, kebijakan suku bunga yang diambilnya akan bersifat pre-emptive terhadap tekanan dari eksternal. Khususnya, dampak dari rencana kenaikan tingkat suku bunga acuan Amerika Serikat (The Fed).
"Saya rencanakan untuk lebih pre-emptive, front loading, dan ahead the curve dalam kebijakan respon suku bunga," katanya usai pelantikan dan pengucapan sumpah jabatan di Gedung Mahkamah Agung RI, Jakarta, Kamis (24/5/2018).(Baca Juga: Ini Jurus Gubernur BI yang Baru untuk Stabilkan RupiahMenurutnya, arus modal asing di Tanah Air masih akan dibayang-bayangi oleh tekanan ekonomi dari luar, khususnya AS. Diperkirakan, Negeri Paman Sam -julukan AS- akan menaikan tingkat suku bunga acuannya sebanyak empat kali di tahun ini.
"Tekanan juga datang dari defisit fiskal AS yang lebih tinggi. Pada tahun ini diperkirakan 4%, tahun depan 5%, dan itu membuat pembiayaan AS akan lebih tinggi," imbuh dia.
BI sebelumnya telah keliru dalam memprediksi imbal hasil obligasi pemerintah AS untuk tenor 10%. Sebelumnya, BI memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah AS hanya akan bergerak di level 2,7%, sementara saat ini sudah menyentuh level 3%.
Menurut dia, kebutuhan pembiayaan untuk defisit yang membuat imbal hasil obligasi AS naik dan memicu arus modal keluar dari seluruh negara berkembang (emerging market), termasuk Indonesia.
"Jadi ini yang menyebabkan yeild 10 tahun naik dan sebabkan capital outflow di seluruh negara emerging. Ini fenomena global bahwa tekanan lebih banyak karena eksternal," tandasnya.
(akr)