Perkuat Sinergi Pertanian Asia Demi Atasi Krisis Pangan Dunia
A
A
A
JAKARTA - Ancaman krisis pangan dunia mulai terasa seiring dengan meningkatnya populasi penduduk yang tidak seimbang dengan produksi pertanian dunia. Kondisi ini akan mengancam banyak negara yang kekurangan pangan seperti yang pernah terjadi pada 2008 lalu.
Hasil studi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa krisis pangan yang telah dialami oleh 583 juta orang di sejumlah negara di Asia-Pasifik tahun 2008 lalu, nampaknya sekarang mulai terjadi lagi. Jumlah itu kemungkinan akan meningkat lagi secara drastis pada masa mendatang akibat adanya kemiskinan, konflik yang terus terjadi di beberapa kawasan, perubahan cuaca dan iklim, menyempitnya lahan pertanian, program pertanian yang tidak produktif, dan tentu saja meningkatnya populasi global.
“Sehebat apapun persenjataan sebuah negara, keamanannya akan terancam bila sektor pangannya rapuh. Oleh karena itu sektor pertanian harus mendapat perhatian serius agar segera dibenahi. Ketahanan dan kedaulatan pangan bisa jadi ancaman serius bila petani dan pertanian tidak dibenahi,” jelas Ketua Umun Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di Jakarta.
Sejalan dengan hal tersebut, HKTI akan menggelar ‘Asian Agriculture and Food Forum 2018’ (ASAFF 2018) untuk membangun kekuatan pangan dan pertanian di negara-negara Asia. Forum dengan tema ‘Transforming Challenge into Opportunity: Food Security and Agriculture Innovation digelar pada 28 Juni-1 Juli 201 di Jakarta Convention Center.
Kegiatan ini akan dimeriahkan dengan beberapa program seperti pameran pertanian, konferensi keamanan pangan dan inovasi pertanian, forum bisnis, festival pangan, dan Anugerah Petani Muda Inovatif. Lewat kegiatan ini diharapkan akan terus meningkatkan potensi pertanian Indonesia dan membangkitkan semangat para petani, khususnya petani generasi muda.
Seperti diketahui, potensi terbesar produk pertanian Indonesia adalah padi yang menjadi produk utama dalam mempercepat pertumbuhan perekonomian nasional. Pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton gabah kering giling (GKG). Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras sampai pada 2025 diprediksikan masih akan terus meningkat mencapai 65,9 juta ton GKG.
Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, maka untuk dapat memberikan jaminan pangan kepada pertambahan penduduk tersebut, diperlukan jaminan ketersediaan pangan yang memadai. Oleh karena itu segala daya dan upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan ketahanan pangan, baik melalui program swasembada atau bahkan mengimpor, demi menjaga adanya stabilitas ekonomi dan politik nasional.
Data Departemen Populasi Divisi Urusan Sosial dan Ekonomi PBB yang dirilis pada Juni 2017 menjelaskan populasi dunia saat ini mencapai hampir 7,6 miliar dan akan meningkat menjadi 8,6 miliar pada 2030, lalu menjadi 9,8 miliar pada tahun 2050 dan 11,2 miliar pada 2100. Sementara penduduk Indonesia pada 2045 diperkirakan menjadi 330 juta orang.
Seiring dengan pertumbuhan populasi global yang terus meningkat, ketahanan dan keamanan pangan merupakan faktor kunci dalam aktivitas perekonomian dunia. Selain ketahanan dan keamanan, perbaikan teknologi dan inovasi pada bidang pertanian juga tidak kalah penting perannya dalam menciptakan peluang dan peningkatan produktivitas pertanian menuju kedaulatan pangan dan keamanan negara.
PBB memperkirakan bahwa mulai sekarang hingga 2050, setengah pertumbuhan populasi dunia akan terkonsentrasi di sembilan negara, yakni India, Nigeria, Kongo, Pakistan, Ethiopia, Tanzania, Amerika Serikat, Uganda, dan Indonesia.
Asia yang memiliki populasi penduduk terbanyak yaitu sekitar 4,5 miliar orang merupakan produsen sekaligus konsumen terbesar komoditas pangan di dunia. Asia merupakan benua dengan tingkat populasi penduduk terbesar yakni hampir 4,5 miliar orang. Sementara Asia Tenggara berpenduduk sekitar 650 juta, dengan sekitar 260 juta di antaranya merupakan penduduk Indonesia.
Asia sendiri sebagai produsen sekaligus konsumen terbesar komoditas pangan di dunia, kini tengah menghadapi tantangan besar untuk memberi makan penduduknya yang sangat besar. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, produktivitas panen yang stagnan, kelangkaan air dan polusi, perubahan iklim, dan tekanan lainnya menambah sulitnya menjaga keamanan pangan di kawasan itu.
Hasil studi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa krisis pangan yang telah dialami oleh 583 juta orang di sejumlah negara di Asia-Pasifik tahun 2008 lalu, nampaknya sekarang mulai terjadi lagi. Jumlah itu kemungkinan akan meningkat lagi secara drastis pada masa mendatang akibat adanya kemiskinan, konflik yang terus terjadi di beberapa kawasan, perubahan cuaca dan iklim, menyempitnya lahan pertanian, program pertanian yang tidak produktif, dan tentu saja meningkatnya populasi global.
“Sehebat apapun persenjataan sebuah negara, keamanannya akan terancam bila sektor pangannya rapuh. Oleh karena itu sektor pertanian harus mendapat perhatian serius agar segera dibenahi. Ketahanan dan kedaulatan pangan bisa jadi ancaman serius bila petani dan pertanian tidak dibenahi,” jelas Ketua Umun Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jenderal TNI (Purn) Moeldoko di Jakarta.
Sejalan dengan hal tersebut, HKTI akan menggelar ‘Asian Agriculture and Food Forum 2018’ (ASAFF 2018) untuk membangun kekuatan pangan dan pertanian di negara-negara Asia. Forum dengan tema ‘Transforming Challenge into Opportunity: Food Security and Agriculture Innovation digelar pada 28 Juni-1 Juli 201 di Jakarta Convention Center.
Kegiatan ini akan dimeriahkan dengan beberapa program seperti pameran pertanian, konferensi keamanan pangan dan inovasi pertanian, forum bisnis, festival pangan, dan Anugerah Petani Muda Inovatif. Lewat kegiatan ini diharapkan akan terus meningkatkan potensi pertanian Indonesia dan membangkitkan semangat para petani, khususnya petani generasi muda.
Seperti diketahui, potensi terbesar produk pertanian Indonesia adalah padi yang menjadi produk utama dalam mempercepat pertumbuhan perekonomian nasional. Pada tahun 2005 kebutuhan beras setara 52,8 juta ton gabah kering giling (GKG). Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan beras sampai pada 2025 diprediksikan masih akan terus meningkat mencapai 65,9 juta ton GKG.
Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, maka untuk dapat memberikan jaminan pangan kepada pertambahan penduduk tersebut, diperlukan jaminan ketersediaan pangan yang memadai. Oleh karena itu segala daya dan upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan ketahanan pangan, baik melalui program swasembada atau bahkan mengimpor, demi menjaga adanya stabilitas ekonomi dan politik nasional.
Data Departemen Populasi Divisi Urusan Sosial dan Ekonomi PBB yang dirilis pada Juni 2017 menjelaskan populasi dunia saat ini mencapai hampir 7,6 miliar dan akan meningkat menjadi 8,6 miliar pada 2030, lalu menjadi 9,8 miliar pada tahun 2050 dan 11,2 miliar pada 2100. Sementara penduduk Indonesia pada 2045 diperkirakan menjadi 330 juta orang.
Seiring dengan pertumbuhan populasi global yang terus meningkat, ketahanan dan keamanan pangan merupakan faktor kunci dalam aktivitas perekonomian dunia. Selain ketahanan dan keamanan, perbaikan teknologi dan inovasi pada bidang pertanian juga tidak kalah penting perannya dalam menciptakan peluang dan peningkatan produktivitas pertanian menuju kedaulatan pangan dan keamanan negara.
PBB memperkirakan bahwa mulai sekarang hingga 2050, setengah pertumbuhan populasi dunia akan terkonsentrasi di sembilan negara, yakni India, Nigeria, Kongo, Pakistan, Ethiopia, Tanzania, Amerika Serikat, Uganda, dan Indonesia.
Asia yang memiliki populasi penduduk terbanyak yaitu sekitar 4,5 miliar orang merupakan produsen sekaligus konsumen terbesar komoditas pangan di dunia. Asia merupakan benua dengan tingkat populasi penduduk terbesar yakni hampir 4,5 miliar orang. Sementara Asia Tenggara berpenduduk sekitar 650 juta, dengan sekitar 260 juta di antaranya merupakan penduduk Indonesia.
Asia sendiri sebagai produsen sekaligus konsumen terbesar komoditas pangan di dunia, kini tengah menghadapi tantangan besar untuk memberi makan penduduknya yang sangat besar. Pertambahan penduduk yang sangat cepat, produktivitas panen yang stagnan, kelangkaan air dan polusi, perubahan iklim, dan tekanan lainnya menambah sulitnya menjaga keamanan pangan di kawasan itu.
(akr)