BI Ambil Sikap Bias Ketat, Suku Bunga Acuan Sulit Turun Lagi
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) pada bulan ini telah menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7days Reverse Repo Rate sebanyak dua kali menjadi 4,75%. Dengan kenaikan ini, bank sentral memutuskan untuk mengubah sikap (stance) kebijakannya dari sebelumnya netral menjadi bias ketat.
Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan, stance kebijakan BI belum mengarah kepada pengetatan. Namun, saat ini cenderung bias ketat dan hal ini menandakan bahwa suku bunga acuan kemungkinan sulit untuk turun kembali.
"Dengan kenaikan 25 bps memang stance kebijakan kita adalah dari netral ke sedikit bias ketat. Belum ketat. Tempo hari kan lebih ke akomodatif, terus sekarang netral dan sekarang cenderung ke bias ketat," katanya di Gedung BI, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Menurutnya, stance kebijakan ini diambil berdasarkan sejumlah indikator. Di antaranya, perkiraan inflasi akhir tahun yang mencapai 3,6%, defisit transaksi berjalan yang berada di bawah 2,5%, serta kenaikan tingkat suku bunga acuan Amerika Serikat (The Fed) yang diperkirakan tiga kali tahun ini.
"Oleh karena itu, kami akan mengkalibrasi untuk bulan akan datang berbagai perkembangan tadi, inflasi, defisit transaksi berjalan, pertumbuhan ekonomi, kredit dalam negeri, indikator luar negeri, kemudian dampak fiskalnya terhadap US treasury bond yield, dan risiko keuangan global, emerging market bond index. Itu yang kita kalibrasi kedepannya," imbuh dia.
Selain itu, tambah Perry, ke depan bank sentral masih membuka peluang suku bunga kembali dinaikkan. Untuk itu, pihaknya akan terus mengkalibrasi perkembangan ekonomi dan keuangan baik domestik maupun global.
"Berarti memang probabillitas kenaikan (suku bunga) ada, tapi secara terukur. Tapi akan disesuaikan dengan inflasi, global, suku bunga, kadar-kadarnya bukan dosis tinggi dan segala macam," tandasnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan, stance kebijakan BI belum mengarah kepada pengetatan. Namun, saat ini cenderung bias ketat dan hal ini menandakan bahwa suku bunga acuan kemungkinan sulit untuk turun kembali.
"Dengan kenaikan 25 bps memang stance kebijakan kita adalah dari netral ke sedikit bias ketat. Belum ketat. Tempo hari kan lebih ke akomodatif, terus sekarang netral dan sekarang cenderung ke bias ketat," katanya di Gedung BI, Jakarta, Rabu (30/5/2018).
Menurutnya, stance kebijakan ini diambil berdasarkan sejumlah indikator. Di antaranya, perkiraan inflasi akhir tahun yang mencapai 3,6%, defisit transaksi berjalan yang berada di bawah 2,5%, serta kenaikan tingkat suku bunga acuan Amerika Serikat (The Fed) yang diperkirakan tiga kali tahun ini.
"Oleh karena itu, kami akan mengkalibrasi untuk bulan akan datang berbagai perkembangan tadi, inflasi, defisit transaksi berjalan, pertumbuhan ekonomi, kredit dalam negeri, indikator luar negeri, kemudian dampak fiskalnya terhadap US treasury bond yield, dan risiko keuangan global, emerging market bond index. Itu yang kita kalibrasi kedepannya," imbuh dia.
Selain itu, tambah Perry, ke depan bank sentral masih membuka peluang suku bunga kembali dinaikkan. Untuk itu, pihaknya akan terus mengkalibrasi perkembangan ekonomi dan keuangan baik domestik maupun global.
"Berarti memang probabillitas kenaikan (suku bunga) ada, tapi secara terukur. Tapi akan disesuaikan dengan inflasi, global, suku bunga, kadar-kadarnya bukan dosis tinggi dan segala macam," tandasnya.
(fjo)