Dewan Energi Nasional Tengah Menyusun Peta Jalan Energi Nuklir

Jum'at, 29 Juni 2018 - 16:02 WIB
Dewan Energi Nasional Tengah Menyusun Peta Jalan Energi Nuklir
Dewan Energi Nasional Tengah Menyusun Peta Jalan Energi Nuklir
A A A
JAKARTA - Dewan Energi Nasional tengah menyusun peta jalan (road map ) energi nuklir. Road map pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir telah ditetapkan dalam Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) hingga 2050.

“Pembangkit nuklir sudah pada tahapan aman. Selain itu, energi nuklir juga menghasilkan harga lebih murah dibandingkan energi lain,” ujar anggota Dewan Energi Nasional Abadi Purnomo saat diskusi bertajuk Sejahterakah Masyarakat Dengan Energi Baru Terbarukan di Gedung SINDO, Jakarta, kemarin.

Menurut Abadi, masyarakat tidak perlu khawatir terkait keberadaan energi nuklir di Indonesia. “Saya sempat mengunjungi PLTN Fukushima di Jepang, teknologi sudah canggih dan aman, walaupun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir membutuhkan biaya besar sekitar USD7 juta per megawatt (MW),” katanya.

Dia menambahkan, PLTN mampu menghasilkan kapasitas sebesar 1.000-2.000 MW. Pembangunan PLTN tersebut tak lain untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia yang diperkirakan ke depan akan terus meningkat secara pesat. “Tak perlu menunggu energi fosil habis dulu baru membangun PLTN. Lebih baik disiapkan sedini mungkin,” ungkapnya. Dia menjelaskan, peta jalan energi nuklir telah disetujui Presiden Joko Widodo dalam rapat paripurna ketiga Dewan Energi Nasional. “Sesuai rapat paripurna, seharusnya kita sudah membangun PLTN karena membutuhkan waktu lama, 7- 10 tahun. Bahkan di India pembangunan PLTN sampai 16 tahun,” paparnya.

Selain membangun energi nuklir, lanjutnya, pengembangan EBT juga harus didorong secara masif. DEN tetap mendorong target pengembangan EBT tercapai 23% sampai 2025. “Kami tetap mendorong pengembangan EBT hingga 23% sampai 2025. Memang salah satu kendalanya terkait pendanaan dengan tingkat bunga rendah,” ujar dia.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Harris membenarkan hal itu. Sekitar 13 perusahaan telah menyampaikan profilnya untuk diser ahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebanyak 13 perusahaan tersebut merupakan bagian dari 42 perusahaan yang memiliki kendala pendanaan dalam menggarap proyek energi baru terbarukan (EBT). Seluruh perusahaan itu telah menan datangani perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Direktorat Pajak Hestu Yoga Saksama menambahkan, selain pendanaan, kendala mengembangkan EBT terkait kebijakan fiskal. Pasalnya, pengembangan EBT hingga kini masih berbenturan terkait kebijakan fiskal dengan energi fosil.

Kebijakan insentif untuk EBT juga harus merasionalisasi kebijakan mengenai subsidi untuk BBM. “Karena itu, jika kita ingin mengembangkan EBT, maka harus memberikan insentif. Kemudian untuk fosil harus diberikan disinsentif,” kata dia.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), investasi sektor EBT hingga April 2018 mencapai 14,7% dari target tahun ini. Selama Januari hingga Maret 2018, realisasi investasi mencapai USD294 juta. Padahal, targetnya USD2,01 miliar.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7138 seconds (0.1#10.140)