Menteri Susi Percepat Benahi Tata Kelola Pelabuhan dan Usaha Perikanan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan bekerja sama dengan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) dan Perhubungan Laut untuk menegaskan bahwa kapal penangkap ikan harus bersandar di Pelabuhan Perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga menyampaikan akan menambah fasilitas penunjang untuk memenuhi kebutuhan di pelabuhan.
Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian serupa terjadi di pelabuhan lain di Indonesia. Upaya pembenahan tersebut menurutnya akan meliputi akselerasi pembenahan tata kelola pelabuhan perikanan, percepatan penghapusan tanda kebangsaan kapal perikanan yang dibangun di luar negeri di Pelabuhan Umum Benoa.
Ditambah melakukan tindak lanjut terhadap praktik pelanggaran hukum kapal perikanan yang menyebabkan potensi kerugian negara. Berdasarkan data KSOP Benoa, ada 173 kapal ikan eks asing yang bersandar di Pelabuhan Umum Benoa. Sebanyak 65 dari kapal tersebut merupakan kapal perikanan yang dibangun di luar negeri yang tidak pernah terdaftar sebagai kapal perikanan di KKP.
“Jadi tidak benar diberitakan bahwa kapal yang terbakar adalah kapal-kapal nelayan. Sesuai Undang-undang, yang disebut kapal nelayan kecil itu kapal-kapal kecil di bawah 5 GT (saat ini tengah diupayakan menjadi di bawah 10 GT), yang di sana itu banyak 100 GT ke atas. Itu kapal industri perikanan," terang Menteri KKP Susi di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Dia mengatakan, kejadian di Pelabuhan Benoa tidak perlu terjadi kalau para pemilik kapal memenuhi kepatuhan yang ada. Ke depannya, kapal-kapal eks-asing ini akan kita minta deregistrasi
"Kapal yang tidak diakui pemiliknya akan kita tarik dan kita musnahkan. Yang fiber akan kita musnahkan di darat,”Untuk menghindari kepadatan kapal-kapal penangkap ikan di pelabuhan-pelabuhan, KKP akan menata ulang lokasi-lokasi pelabuhan pangkalan, pelabuhan perikanan di Indonesia sehingga sesuai dengan kapasitas dan fasilitas pelabuhan, sumber daya ikan yang tersedia serta dikelola secara efektif, "katanya.
Sambung dia menerangkan, bahwa KKP akan mengambil langkah tegas terhadap penghapusan tanda kebangsaan kapal sesuai Pasal 15 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan. Hal ini dilakukan karena kapal-kapal tersebut tidak beroperasi selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa adanya laporan dari pemilik kapal atau penanggung jawab perusahaan.
Adapun 3 (tiga) opsi yang akan diberikan kepada pemilik kapal untuk melakukan penghapusan tanda kebangsaan kapal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain melalui penjualan ke luar negeri, penutuhan (scrapping), dan alih fungsi menjadi kapal non-perikanan.
Sementara itu, 108 lainnya terdaftar sebagai kapal perikanan di KKP namun izinnya sudah tidak aktif. Sebagaimana diketahui, 36 kapal penangkap ikan terbakar di Pelabuhan Benoa ini adalah milik perusahaan industri perikanan dengan rincian 5 kapal milik PT Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (AKFI), 7 kapal milik PT Intimas Surya, dan 24 kapal milik PT Bandar Nelayan.
Kapal-kapal tersebut sebagian berstatus aktif, sebagian tidak aktif dan belum ada pengajuan perizinan, sebagian lainnya belum proses penghapusan tanda kebangsaan kapal.
Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian serupa terjadi di pelabuhan lain di Indonesia. Upaya pembenahan tersebut menurutnya akan meliputi akselerasi pembenahan tata kelola pelabuhan perikanan, percepatan penghapusan tanda kebangsaan kapal perikanan yang dibangun di luar negeri di Pelabuhan Umum Benoa.
Ditambah melakukan tindak lanjut terhadap praktik pelanggaran hukum kapal perikanan yang menyebabkan potensi kerugian negara. Berdasarkan data KSOP Benoa, ada 173 kapal ikan eks asing yang bersandar di Pelabuhan Umum Benoa. Sebanyak 65 dari kapal tersebut merupakan kapal perikanan yang dibangun di luar negeri yang tidak pernah terdaftar sebagai kapal perikanan di KKP.
“Jadi tidak benar diberitakan bahwa kapal yang terbakar adalah kapal-kapal nelayan. Sesuai Undang-undang, yang disebut kapal nelayan kecil itu kapal-kapal kecil di bawah 5 GT (saat ini tengah diupayakan menjadi di bawah 10 GT), yang di sana itu banyak 100 GT ke atas. Itu kapal industri perikanan," terang Menteri KKP Susi di Jakarta, Rabu (18/7/2018).
Dia mengatakan, kejadian di Pelabuhan Benoa tidak perlu terjadi kalau para pemilik kapal memenuhi kepatuhan yang ada. Ke depannya, kapal-kapal eks-asing ini akan kita minta deregistrasi
"Kapal yang tidak diakui pemiliknya akan kita tarik dan kita musnahkan. Yang fiber akan kita musnahkan di darat,”Untuk menghindari kepadatan kapal-kapal penangkap ikan di pelabuhan-pelabuhan, KKP akan menata ulang lokasi-lokasi pelabuhan pangkalan, pelabuhan perikanan di Indonesia sehingga sesuai dengan kapasitas dan fasilitas pelabuhan, sumber daya ikan yang tersedia serta dikelola secara efektif, "katanya.
Sambung dia menerangkan, bahwa KKP akan mengambil langkah tegas terhadap penghapusan tanda kebangsaan kapal sesuai Pasal 15 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23 Tahun 2013 tentang Pendaftaran dan Penandaan Kapal Perikanan. Hal ini dilakukan karena kapal-kapal tersebut tidak beroperasi selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa adanya laporan dari pemilik kapal atau penanggung jawab perusahaan.
Adapun 3 (tiga) opsi yang akan diberikan kepada pemilik kapal untuk melakukan penghapusan tanda kebangsaan kapal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain melalui penjualan ke luar negeri, penutuhan (scrapping), dan alih fungsi menjadi kapal non-perikanan.
Sementara itu, 108 lainnya terdaftar sebagai kapal perikanan di KKP namun izinnya sudah tidak aktif. Sebagaimana diketahui, 36 kapal penangkap ikan terbakar di Pelabuhan Benoa ini adalah milik perusahaan industri perikanan dengan rincian 5 kapal milik PT Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (AKFI), 7 kapal milik PT Intimas Surya, dan 24 kapal milik PT Bandar Nelayan.
Kapal-kapal tersebut sebagian berstatus aktif, sebagian tidak aktif dan belum ada pengajuan perizinan, sebagian lainnya belum proses penghapusan tanda kebangsaan kapal.
(akr)