Tolak Akuisisi Pertagas, Pekerja Pertamina Geothermal Siap Mogok
A
A
A
JAKARTA - Kendati PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) telah menandatangani Perjanjian Jual Beli Saham Bersyarat (Conditional Sales Purchase Agreement/CSPA) terkait proses akuisisi PT Pertamina Gas (Pertagas) oleh PGN pada 29 Juni lalu, aksi penolakan dari pekerja Pertamina terus berlanjut.
Para pekerja Pertamina beralasan akuisisi tersebut tidak disertai kajian yang komprehensif dan berdampak pada adanya transfer profit secara bottom line kepada asing. Penolakan tersebut dilakukan secara serentak oleh serikat pekerja anak usaha Pertamina di bawah Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), termasuk Serikat Pekerja Pertamina Geothermal Energy (SPPGE).
"SPPGE secara tegas menolak aksi akuisisi Pertagas oleh PGN dan menuntut agar CSPA dibatalkan, serta seluruh proses tersebut dihentikan," ujar Ketua Umum SPPGE Bagus Bramantio dalam pernyataan sikap di Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Selain itu, sambung dia, SPPGE juga menuntut dibentuknya kembali Direktorat Gas, Energi Baru Terbarukan di Pertamina sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam mendorong Pertamina sebagai pemimpin Holding Migas dan pengembangan energi bersih.
Bagus menegaskan, SPPGE dan juga serikat pekerja seluruh Pertamina akan mengawal tuntutan tersebut. Dia menekankan, jika aspirasi para pekerja tersebut kembali diabaikan, SPPGE siap melakukan aksi industrial, termasuk mogok. "Kita akan melakukan advokasi dengan tetap menjaga integritas. Tapi jika memang diperlukan, kami siap melakukan industrial action hingga stop operasi sampai waktu yang tidak terbatas," tandasnya.
Sekretaris Jenderal SPPGE Indra Mantik Oentara menegaskan bahwa SPPGE dan pekerja Pertamina lainnya tidak main-main dengan ancaman tersebut. "Jika ada instruksi untuk mogok, kami Akan tutup sumur atau shut down pembangkit. Kalau ini terjadi, kita minta maaf jika tidak bisa optimal menyukseskan Asian Games," tuturnya.
Indra menambahkan bahwa pekerja Pertamina sangat memahami bahwa aksi mogok akan berdampak sangat besar. Karena itu, imbuh dia, serikat pekerja selalu membuka ruang diskusi. "Jika pemerintah bisa menyikapi aspirasi itu dengan baik, tentunya tidak akan sampai ke situ," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai aksi pekerja Pertamina tak lepas dari banyaknya kebijakan pemerintah yang justru tidak mendukung BUMN energi tersebut. Selain persoalan akuisisi Pertagas, kata dia, kebijakan pemerintah yang merugikan Pertamina antara lain menyediakan kembali premium di Jawa-Bali dan menahan kenaikan harga BBM pertalite di tengah naiknya harga minyak mentah."Kondisi Pertamina ini sudah berdarah-darah. Jika dibiarkan, ini akan mengganggu investasi Pertamina ke depan, bahkan mengganggu penyediaan bahan bakar minyak (BBM)," ujarnya.
Rencananya, FSPPB akan menggelar Aksi Bela Pertamina Jumat (20/7). Dalam aksinya, serikat pekerja Pertamina akan melakukan longmarch mendatangi Kementerian BUMN, Kementerian ESDM dan Terminal BBM Plumpang.
Para pekerja Pertamina beralasan akuisisi tersebut tidak disertai kajian yang komprehensif dan berdampak pada adanya transfer profit secara bottom line kepada asing. Penolakan tersebut dilakukan secara serentak oleh serikat pekerja anak usaha Pertamina di bawah Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), termasuk Serikat Pekerja Pertamina Geothermal Energy (SPPGE).
"SPPGE secara tegas menolak aksi akuisisi Pertagas oleh PGN dan menuntut agar CSPA dibatalkan, serta seluruh proses tersebut dihentikan," ujar Ketua Umum SPPGE Bagus Bramantio dalam pernyataan sikap di Jakarta, Kamis (19/7/2018).
Selain itu, sambung dia, SPPGE juga menuntut dibentuknya kembali Direktorat Gas, Energi Baru Terbarukan di Pertamina sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam mendorong Pertamina sebagai pemimpin Holding Migas dan pengembangan energi bersih.
Bagus menegaskan, SPPGE dan juga serikat pekerja seluruh Pertamina akan mengawal tuntutan tersebut. Dia menekankan, jika aspirasi para pekerja tersebut kembali diabaikan, SPPGE siap melakukan aksi industrial, termasuk mogok. "Kita akan melakukan advokasi dengan tetap menjaga integritas. Tapi jika memang diperlukan, kami siap melakukan industrial action hingga stop operasi sampai waktu yang tidak terbatas," tandasnya.
Sekretaris Jenderal SPPGE Indra Mantik Oentara menegaskan bahwa SPPGE dan pekerja Pertamina lainnya tidak main-main dengan ancaman tersebut. "Jika ada instruksi untuk mogok, kami Akan tutup sumur atau shut down pembangkit. Kalau ini terjadi, kita minta maaf jika tidak bisa optimal menyukseskan Asian Games," tuturnya.
Indra menambahkan bahwa pekerja Pertamina sangat memahami bahwa aksi mogok akan berdampak sangat besar. Karena itu, imbuh dia, serikat pekerja selalu membuka ruang diskusi. "Jika pemerintah bisa menyikapi aspirasi itu dengan baik, tentunya tidak akan sampai ke situ," tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai aksi pekerja Pertamina tak lepas dari banyaknya kebijakan pemerintah yang justru tidak mendukung BUMN energi tersebut. Selain persoalan akuisisi Pertagas, kata dia, kebijakan pemerintah yang merugikan Pertamina antara lain menyediakan kembali premium di Jawa-Bali dan menahan kenaikan harga BBM pertalite di tengah naiknya harga minyak mentah."Kondisi Pertamina ini sudah berdarah-darah. Jika dibiarkan, ini akan mengganggu investasi Pertamina ke depan, bahkan mengganggu penyediaan bahan bakar minyak (BBM)," ujarnya.
Rencananya, FSPPB akan menggelar Aksi Bela Pertamina Jumat (20/7). Dalam aksinya, serikat pekerja Pertamina akan melakukan longmarch mendatangi Kementerian BUMN, Kementerian ESDM dan Terminal BBM Plumpang.
(fjo)