Perbatasan Kalimantan Barat Potensial untuk Ekspor Cabai
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah mencanangkan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai salah satu kawasan lumbung pangan nasional di perbatasan. Sentra-sentra utamanya adalah Kabupaten Sanggau, Sintang Sambas, Kapuas Hulu dan Bengkayang.
Kalbar adalah salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan darat dengan Serawak-Malaysia. Posisinya pun sangat strategis karena sangat dekat dengan salah satu pintu perbatasan yaitu Entikong.
"Kemudahan akses perdagangan antara Kalbar dan Sarawak Malaysia dapat dimanfaatkan untuk melakukan ekspor berbagai komoditas pertanian," ungkap Kepala Balai Penyuluhan Kecamatan Entikong Tatang Sihabudin dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/7/2018).
Saat mendampingi kunjungan Kasubdit Aneka Cabai, Sayuran dan Buah Ditjen Hortikultura Kementan Mardiyah di Entikong, Kalimantan Barat, Jum'at (20/7) lalu, Tatang menginformasikan bahwa jenis sayuran yang banyak diminati penduduk Sarawak antara lain cabai rawit, terung, sawi, dan labu.
"Karena itu, petani membutuhkan bimbingan terkait tata cara budidaya dan penanganan pascapanen yang sesuai permintaan pasar," ujar Tatang.
Mardiyah menuturkan bahwa kebutuhan cabai di Kalbar masih dipasok dari Jawa Tengah, terutama pada musim kemarau, sebagai contoh cabai rawit banyak dipasok dari Jawa Tengah dan dipasarkan di Pasar Sentral Flamboyan, Pontianak.
"Mulai Agustus diharapkan petani sudah mulai banyak menanam aneka sayuran sehingga kebutuhan menjelang perayaan Natal dapat dipenuhi dari petani lokal," tambah Mardiyah.
Menurut penjelasan Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Prihasto, pemerintah telah mengalokasikan dana APBN tahun 2018 sebesar Rp4,5 miliar untuk pengembangan cabai rawit di 10 kabupaten.
"Diharapkan kebutuhan cabai untuk masyarakat bisa dipenuhi dari produksi lokal dan selebihnya dapat dijual ke negara tetangga," tambah Prihasto.
Sementara itu, Kepala Bidang Hortikultura-Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat Endang Kusumayanti, menyatakan kesiapan daerahnya untuk memperluas areal tanam cabai sekaligus mendorong realisasi ekspornya. Selain beras dan buah-buahan pihaknya juga akan ekspor cabai melalui Entikong ke Sarawak.
"Kami siap mewujudkan lumbung pangan dunia dari perbatasan, sebagaimana arahan Menteri Pertanian," ujar Endang.
Endang mengatakan, pada 2017 lalu produksi cabai di Kalbar mencapai 1.665 ton untuk cabai besar dan 4.719 ton untuk cabai rawit dengan luas panen total mencapai 1.000 ha.
Dengan jumlah penduduk Kalbar 5 juta jiwa dan konsumsi per kapita cabai rata-rata setahun 1,6 kg/kapita, maka kebutuhan cabai untuk konsumsi masyarakat Kalbar diperkirakan mencapai 7.900 ton per tahun. Dia menyebutkan, masih terdapat kekurangan 1.500 ton. Untuk itu, masih diperlukan perluasan areal untuk mencapai swasembada cabai.
Endang optimistis, jika harga cabai di luar negeri menguntungkan, sementara untuk kebutuhan lokal kita mencukupi, pihaknya akan dorong juga untuk ekspor ke negara tetangga.
Kalbar adalah salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan darat dengan Serawak-Malaysia. Posisinya pun sangat strategis karena sangat dekat dengan salah satu pintu perbatasan yaitu Entikong.
"Kemudahan akses perdagangan antara Kalbar dan Sarawak Malaysia dapat dimanfaatkan untuk melakukan ekspor berbagai komoditas pertanian," ungkap Kepala Balai Penyuluhan Kecamatan Entikong Tatang Sihabudin dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/7/2018).
Saat mendampingi kunjungan Kasubdit Aneka Cabai, Sayuran dan Buah Ditjen Hortikultura Kementan Mardiyah di Entikong, Kalimantan Barat, Jum'at (20/7) lalu, Tatang menginformasikan bahwa jenis sayuran yang banyak diminati penduduk Sarawak antara lain cabai rawit, terung, sawi, dan labu.
"Karena itu, petani membutuhkan bimbingan terkait tata cara budidaya dan penanganan pascapanen yang sesuai permintaan pasar," ujar Tatang.
Mardiyah menuturkan bahwa kebutuhan cabai di Kalbar masih dipasok dari Jawa Tengah, terutama pada musim kemarau, sebagai contoh cabai rawit banyak dipasok dari Jawa Tengah dan dipasarkan di Pasar Sentral Flamboyan, Pontianak.
"Mulai Agustus diharapkan petani sudah mulai banyak menanam aneka sayuran sehingga kebutuhan menjelang perayaan Natal dapat dipenuhi dari petani lokal," tambah Mardiyah.
Menurut penjelasan Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Prihasto, pemerintah telah mengalokasikan dana APBN tahun 2018 sebesar Rp4,5 miliar untuk pengembangan cabai rawit di 10 kabupaten.
"Diharapkan kebutuhan cabai untuk masyarakat bisa dipenuhi dari produksi lokal dan selebihnya dapat dijual ke negara tetangga," tambah Prihasto.
Sementara itu, Kepala Bidang Hortikultura-Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat Endang Kusumayanti, menyatakan kesiapan daerahnya untuk memperluas areal tanam cabai sekaligus mendorong realisasi ekspornya. Selain beras dan buah-buahan pihaknya juga akan ekspor cabai melalui Entikong ke Sarawak.
"Kami siap mewujudkan lumbung pangan dunia dari perbatasan, sebagaimana arahan Menteri Pertanian," ujar Endang.
Endang mengatakan, pada 2017 lalu produksi cabai di Kalbar mencapai 1.665 ton untuk cabai besar dan 4.719 ton untuk cabai rawit dengan luas panen total mencapai 1.000 ha.
Dengan jumlah penduduk Kalbar 5 juta jiwa dan konsumsi per kapita cabai rata-rata setahun 1,6 kg/kapita, maka kebutuhan cabai untuk konsumsi masyarakat Kalbar diperkirakan mencapai 7.900 ton per tahun. Dia menyebutkan, masih terdapat kekurangan 1.500 ton. Untuk itu, masih diperlukan perluasan areal untuk mencapai swasembada cabai.
Endang optimistis, jika harga cabai di luar negeri menguntungkan, sementara untuk kebutuhan lokal kita mencukupi, pihaknya akan dorong juga untuk ekspor ke negara tetangga.
(fjo)