Perang Dagang Mulai Berdampak Terhadap Ekonomi China
A
A
A
BEIJING - Para pemimpin top di Republik Rakyat China melakukan pertemuan penting pada Selasa waktu setempat, menyoroti masalah ekonomi negara yang mulai terpapar akibat dampak perang dagang yang dilakukan Amerika Serikat. Pemimpin China berjanji untuk membuat ekonomi tetap stabil di tengah ketegangan perdagangan dengan AS.
Melansir Wall Street Journal, Rabu (1/8/2018), pertemuan penting yang dilakukan para pemimpin China setelah melihat data resmi bahwa kegiatan bisnis China tersendat pada Juli. Ini merupakan data resmi pertama setelah perang tarif dengan AS. Memberi sinyal bahwa perang dagang mulai melemahkan pertumbuhan ekonomi China.
Seperti ditulis CNBC, sepanjang bulan Juli 2018, Caixin/Markit Purchasing Manager's Index--yang mengawasi secara ketat dari aktifitas ekonomi China--mencapai titik terendah dalam 8 bulan. Data PMI China bulan Juli turun menjadi 50,8, lebih rendah dibanding 51,0 pada bulan Juni.
"Data tersebut menunjukkan dampak negatif dari tahap pertama perang tarif yang dilakukan AS yang mulai berlaku pada bulan Juli lalu. Tarif dari AS telah menjadi hambatan, membebani investasi dan permintaan luar negeri akan produk China," kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior soal China di Capital Economics.
Melihat data itu, para pemimpin China mengadakan pertemuan politbiro Partai Komunis China dan berencana mengambil langkah baru dalam menyelesaikan persoalan ekonomi. "Ekonomi China sedang menghadapi beberapa masalah baru dan tantangan baru," ujar pemerintah China yang disiarkan kantor berita Xinhua.
Meski tidak langsung merujuk kepada Amerika Serikat, namun China menyatakan gangguan terhadap ekonomi mereka disebabkan masalah eksternal alias datang dari luar negeri.
Menyikapi ini, Beijing akan melakukan kebijakan dalam bidang pekerjaan, keuangan, perdagangan luar negeri dan investasi. "Para pembuat kebijakan utama di China sedang prihatin atas dua isu. Perlambatan tajam pertumbuhan kredit dan ketidakpastian akibat perang dagang," ujar ekonom dari Macquaire, Larry Hu dan Irene Wu dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC, Rabu (1/8/2018).
Lanjut mereka, para pemimpin China menyerukan untuk melakukan kebijakan fiskal yang lebih proaktif dan belanja infrastruktur. Para analis memperkirakan Beijing akan melakukan penyempurnaan kebijakan ekonomi, seperti mengatasi masalah utang, masalah pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Beijing pun menargetkan pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini sekitar 6,5%. Tahun ini, China mencatat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II 2018 sebesar 6,7%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal I 2018 sebesar 6,8%.
Melansir Wall Street Journal, Rabu (1/8/2018), pertemuan penting yang dilakukan para pemimpin China setelah melihat data resmi bahwa kegiatan bisnis China tersendat pada Juli. Ini merupakan data resmi pertama setelah perang tarif dengan AS. Memberi sinyal bahwa perang dagang mulai melemahkan pertumbuhan ekonomi China.
Seperti ditulis CNBC, sepanjang bulan Juli 2018, Caixin/Markit Purchasing Manager's Index--yang mengawasi secara ketat dari aktifitas ekonomi China--mencapai titik terendah dalam 8 bulan. Data PMI China bulan Juli turun menjadi 50,8, lebih rendah dibanding 51,0 pada bulan Juni.
"Data tersebut menunjukkan dampak negatif dari tahap pertama perang tarif yang dilakukan AS yang mulai berlaku pada bulan Juli lalu. Tarif dari AS telah menjadi hambatan, membebani investasi dan permintaan luar negeri akan produk China," kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior soal China di Capital Economics.
Melihat data itu, para pemimpin China mengadakan pertemuan politbiro Partai Komunis China dan berencana mengambil langkah baru dalam menyelesaikan persoalan ekonomi. "Ekonomi China sedang menghadapi beberapa masalah baru dan tantangan baru," ujar pemerintah China yang disiarkan kantor berita Xinhua.
Meski tidak langsung merujuk kepada Amerika Serikat, namun China menyatakan gangguan terhadap ekonomi mereka disebabkan masalah eksternal alias datang dari luar negeri.
Menyikapi ini, Beijing akan melakukan kebijakan dalam bidang pekerjaan, keuangan, perdagangan luar negeri dan investasi. "Para pembuat kebijakan utama di China sedang prihatin atas dua isu. Perlambatan tajam pertumbuhan kredit dan ketidakpastian akibat perang dagang," ujar ekonom dari Macquaire, Larry Hu dan Irene Wu dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC, Rabu (1/8/2018).
Lanjut mereka, para pemimpin China menyerukan untuk melakukan kebijakan fiskal yang lebih proaktif dan belanja infrastruktur. Para analis memperkirakan Beijing akan melakukan penyempurnaan kebijakan ekonomi, seperti mengatasi masalah utang, masalah pengangguran dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Beijing pun menargetkan pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini sekitar 6,5%. Tahun ini, China mencatat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II 2018 sebesar 6,7%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal I 2018 sebesar 6,8%.
(ven)