PGN Siap Gugat Petronas di Arbitrase Hong Kong
A
A
A
JAKARTA - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) berencana mengajukan gugatan arbitrase kepada Petronas Carigali Muriah Ltd (PCML) di International Chambers of Commerce (ICC) di Hong Kong. Permohonan arbitrase akan disodorkan konsultan hukum yang ditunjuk PT Kalimantan Jawa Gas (KJG), cucu usaha PGN selaku operator ruas pipa transmisi Kalimantan-Jawa (Kalija).
Sekretaris Perusahaan KJG, Toto Yulianto menjelaskan perusahaannya mendapat mandat dari pemegang saham untuk membangun dan mengalirkan gas Lapangan Kepodang milik PCML menuju onshore receiving facilities (ORF) dan unit bisnis pembangkit Indonesia Power-PT PLN (Persero) di Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah selaku offtaker/pembeli. KJG sendiri merupakan perusahaan joint venture antara PT Permata Graha Nusantara (anak usaha PGN) dan PT Bakrie and Brothers (BNBR) dengan komposisi kepemilikan saham 80%:20%.
Ia menuturkan, selama 3 tahun terakhir sejak lapangan Kepodang gas in, realisasi penyaluran gas melalui pipa transmisi Kalija berada di bawah komitmen volume yang disepakati dalam Gas Transportation Agreement (GTA) sebesar 116 MMSCFD untuk jangka waktu selama 12 tahun.
Rinciannya, pada periode 22 Agustus-31 Desember 2015, PCML hanya mampu mengirimkan gas sebanyak 86,06 MMSCFD. Jumlah gas yang dipasok meningkat sedikit menjadi 90,37 MMSCFD pada periode 1 Januari-31 Desember 2016. Lalu turun lagi menjadi 75,64 MMSCFD pada periode 1 Januari-31 Desember 2017.
Realisasi pengiriman gas yang tidak sampai 90% dari kesepakatan GTA, menurut Ismet memiliki konsekuensi hukum yang harus ditanggung para pihak pembuat perjanjian. Ia mengungkapkan apabila dalam 1 tahun volume gas yang diserahkan oleh shipper berdasarkan pengukuran dan perhitungan di titik terima kurang dari 90% dari adjusted gas capacity akibat kesalahan shipper, maka shipper akan dikenakan kewajiban ship or pay (SOP).
Dalam hal ini yang berperan sebagai shipper atau pengguna pipa adalah Petronas. Sementara KJG sebagai transporter pemilik pipa dan PLN sebagai offtaker atau pembeli dirugikan dengan ketidakmampuan PCML menyediakan gas sesuai kesepakatan.
"Kami dirugikan karena sudah membangun pipa, sementara PLN dirugikan karena produksi listriknya terganggu akibat pasokan gasnya kurang," kata Toto di Jakarta, Rabu (1/8/2018).
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan KJG, PLN, dan PCML, nominal SOP yang timbul akibat pasokan gas yang kurang tersebut sebesar USD8,8 juta pada 2016.
"Sementara untuk tahun 2017, berdasarkan perhitungan yang kami lakukan jumlah SOP yang timbul sebesar USD20,6 juta. Sehingga total SOP yang harus dibayarkan PCML adalah sebesar USD29,4 juta," tegas Toto.
KJG menurut Toto sudah beritikad baik untuk merundingkan pembayaran SOP 2016 dengan pihak PCML. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengirimkan surat agar PCML meneken berita acara SOP. Namun, sampai saat ini manajemen PCML belum menandatangani berita acara tersebut.
Pihak KJG melihat ada itikad tidak baik dari PCML untuk menyelesaikan kewajiban SOP dan oleh karena itu, KJG menyatakan dispute. Menurut Ismet, sesuai ketentuan para pihak yang berselisih memiliki waktu 30 hari kalender untuk mencari kesepakatan melalui musyawarah.
"Itu pun tidak diindahkan oleh PCML, sampai akhirnya kami meminta bantuan mediasi dari BPH Migas seperti amanat GTA. BPH Migas mengusahakan untuk pembahasan dispute, namun PCML juga tidak datang," katanya.
Melihat gelagat tersebut, KJG kemudian memutuskan untuk menyelesaikan perselisihan pembayaran SOP melalui arbitrase sesuai kesepakatan yang ada.
"Kami sudah menunjuk konsultan hukum yang akan mewakili KJG untuk mengajukan gugatan arbitrase kepada PCML di arbitrase Hong Kong. Rencananya gugatan akan kami daftarkan akhir Juli 2018," tegas Toto.
Sekretaris Perusahaan KJG, Toto Yulianto menjelaskan perusahaannya mendapat mandat dari pemegang saham untuk membangun dan mengalirkan gas Lapangan Kepodang milik PCML menuju onshore receiving facilities (ORF) dan unit bisnis pembangkit Indonesia Power-PT PLN (Persero) di Tambak Lorok, Semarang, Jawa Tengah selaku offtaker/pembeli. KJG sendiri merupakan perusahaan joint venture antara PT Permata Graha Nusantara (anak usaha PGN) dan PT Bakrie and Brothers (BNBR) dengan komposisi kepemilikan saham 80%:20%.
Ia menuturkan, selama 3 tahun terakhir sejak lapangan Kepodang gas in, realisasi penyaluran gas melalui pipa transmisi Kalija berada di bawah komitmen volume yang disepakati dalam Gas Transportation Agreement (GTA) sebesar 116 MMSCFD untuk jangka waktu selama 12 tahun.
Rinciannya, pada periode 22 Agustus-31 Desember 2015, PCML hanya mampu mengirimkan gas sebanyak 86,06 MMSCFD. Jumlah gas yang dipasok meningkat sedikit menjadi 90,37 MMSCFD pada periode 1 Januari-31 Desember 2016. Lalu turun lagi menjadi 75,64 MMSCFD pada periode 1 Januari-31 Desember 2017.
Realisasi pengiriman gas yang tidak sampai 90% dari kesepakatan GTA, menurut Ismet memiliki konsekuensi hukum yang harus ditanggung para pihak pembuat perjanjian. Ia mengungkapkan apabila dalam 1 tahun volume gas yang diserahkan oleh shipper berdasarkan pengukuran dan perhitungan di titik terima kurang dari 90% dari adjusted gas capacity akibat kesalahan shipper, maka shipper akan dikenakan kewajiban ship or pay (SOP).
Dalam hal ini yang berperan sebagai shipper atau pengguna pipa adalah Petronas. Sementara KJG sebagai transporter pemilik pipa dan PLN sebagai offtaker atau pembeli dirugikan dengan ketidakmampuan PCML menyediakan gas sesuai kesepakatan.
"Kami dirugikan karena sudah membangun pipa, sementara PLN dirugikan karena produksi listriknya terganggu akibat pasokan gasnya kurang," kata Toto di Jakarta, Rabu (1/8/2018).
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan KJG, PLN, dan PCML, nominal SOP yang timbul akibat pasokan gas yang kurang tersebut sebesar USD8,8 juta pada 2016.
"Sementara untuk tahun 2017, berdasarkan perhitungan yang kami lakukan jumlah SOP yang timbul sebesar USD20,6 juta. Sehingga total SOP yang harus dibayarkan PCML adalah sebesar USD29,4 juta," tegas Toto.
KJG menurut Toto sudah beritikad baik untuk merundingkan pembayaran SOP 2016 dengan pihak PCML. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengirimkan surat agar PCML meneken berita acara SOP. Namun, sampai saat ini manajemen PCML belum menandatangani berita acara tersebut.
Pihak KJG melihat ada itikad tidak baik dari PCML untuk menyelesaikan kewajiban SOP dan oleh karena itu, KJG menyatakan dispute. Menurut Ismet, sesuai ketentuan para pihak yang berselisih memiliki waktu 30 hari kalender untuk mencari kesepakatan melalui musyawarah.
"Itu pun tidak diindahkan oleh PCML, sampai akhirnya kami meminta bantuan mediasi dari BPH Migas seperti amanat GTA. BPH Migas mengusahakan untuk pembahasan dispute, namun PCML juga tidak datang," katanya.
Melihat gelagat tersebut, KJG kemudian memutuskan untuk menyelesaikan perselisihan pembayaran SOP melalui arbitrase sesuai kesepakatan yang ada.
"Kami sudah menunjuk konsultan hukum yang akan mewakili KJG untuk mengajukan gugatan arbitrase kepada PCML di arbitrase Hong Kong. Rencananya gugatan akan kami daftarkan akhir Juli 2018," tegas Toto.
(ven)