Hadapi Revolusi Industri 4.0, Generasi Melek Coding Perlu Diperbanyak

Senin, 06 Agustus 2018 - 13:14 WIB
Hadapi Revolusi Industri...
Hadapi Revolusi Industri 4.0, Generasi Melek Coding Perlu Diperbanyak
A A A
BOGOR - Menghadapi revolusi industri 4.0, Indonesia menurut Guru Besar Tetap Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Yandra Arkeman harus mulai mencetak manusia cerdas, yang melek bahasa coding. Coding merupakan bagaimana manusia memberikan instruksi kepada komputer.

“Teknologi akan membahayakan manusia kalau kita tidak siap. Untuk itu, anak-anak Indonesia yang akrab dengan gawai, jangan hanya menjadi pengguna tapi harus jadi tuan dari gawai tersebut. Salah satu ilmunya adalah coding. Dengan coding, kita bisa menjadi tuan dari mesin-mesin cerdas yang akan hadir di masa depan. Di luar negeri, anak-anak usia sekolah dasar sudah diajari bahasa coding. Kita harus mulai, kalau tidak kita akan ketinggalan,” ujarnya.

Lebih lanjut Ia memaparkan di masa depan, ada dua hal yang akan membentuk peradaban yakni pertama, penggunaan teknologi digital maju seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan blockchain. Kedua, perkembangan agroindustri secara masif untuk ketahanan pangan, energi dan pengembangan biomaterial. Sambung dia menambahkan coding adalah elemen terkecil dari kecerdasan buatan. Belum ada komputer yang bisa menyuruh dirinya sendiri.

“Saat ini alatnya banyak tapi ahli codingnya sedikit. Ini yang jadi masalah. Kita harus mulai menyiapkan manusia cerdas. Revolusi industri 4.0 kita harus kejar tapi apakah ada inovasi di bidang kecerdasan buatan yang akan menyebabkan terjadinya Revolusi Industri 5.0? kapan itu akan terjadi?” ujarnya.

Menurutnya, revolusi Industri 5.0 mungkin perlu waktu 100 tahun lagi, tetapi yang jelas kita perlu mempersiapkan diri untuk era setelah 4.0. Yakni era perkembangan teknologi kombinasi antara blockchain dan AI. Di luar negeri, para pakar kecerdasan buatan sudah mengarah ke sana.

Lebih lanjut Prof. Yandra mengatakan, dalam upaya memaksimumkan nilai tambah suatu produk dan tujuan lain yang sangat banyak (maka persoalannya menjadi kompleks), ini yang mengharuskan agroindustri mulai menggunakan kecerdasan buatan. Teknologi ini harus digunakan dalam seluruh rantai pasok.

Beberapa tahun yang lalu, Prof. Yandra sudah mengaplikasikan kecerdasan buatan untuk membangun agroindutri. Salah satunya adalah Smart TIN, sebuah software yang dibuat hasil kerjasama dengan perguruan tinggi di Amerika. Pengembangan Smart TIN bertujuan untuk merancang agroindustri dengan lebih tepat, cepat dan efisien dengan jaringan syaraf tiruan, logika fuzzy dan lain -lain.

“Yang kami kerjakan saat ini adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) desa kerjasama dengan salah satu pusat di IPB berupa drone desa dan kecerdasan buatan. Aplikasi teknologi pertanian presisi untuk mendeteksi keanekaragaman hayati. Bagaimana kecerdasan buatan ini dimasukkan ke drone. Drone ini akan kita tambahkan penglihatan dan navigasi cerdas sehingga bisa terbang sendiri tanpa operator,” ujarnya.

Untuk agroindustri digital, IPB akan segera launching agrologistik digital. Yakni agroindustri yang memanfaatkan blockchain (agar traceable, transparan, efisien, catatannya tidak mudah dimanipulasi). Prof. Yandra akan memulainya dengan blockchain untuk komoditas coklat, daging dan bawang merah.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0825 seconds (0.1#10.140)