Harga Sekarung Rp40.000, Petani Garam di Kupang Mengeluh
A
A
A
KUPANG - Petani garam di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) sedang gundah. Pasalnya, harga garam di tingkat petani hanya dibanderol Rp40.000 per karung. Satu karung berbobot 50 kilogram. Benar-benar 'asin' bagi petani garam.
Keluhan mengenai rendahnya harga garam ini, salah satunya disampaikan oleh Donald Kedoh, petani garam di Dusun Oelebo, Kabupaten Kupang, NTT. Pria berusia 22 tahun yang memiliki 10 hektare tambak garam dengan 20 pekerja, menjadi kesulitan dengan rendahnya harga.
"Saya mengajak teman-teman main di kampung saya untuk bekerja. Sehari mereka bisa mendapatkan uang Rp100.000 sampai Rp200.000. Tapi karena harga garam sekarang terlalu murah, Rp40.000 per karung, jadi memberatkan," ujarnya kepada Koran SINDO ketika berkunjung ke tambak garam miliknya, Rabu (22/8/2018).
Cerita dia, terakhir harga garam mencapai nilai paling tinggi pada September 2017, dengan angka Rp120.000 per karung. Setelah itu, harga garam terus turun, tidak pernah naik-naik lagi hingga bertahan di harga Rp40.000 per karung sampai sekarang.
Donald mengaku, selama ini petani di tempatnya menjual garam ke para tengkulak yang mendatangi langsung tambak-tambak milik petani garam. Namun begitu, dia tetap saja bingung mengapa harga garam di Kupang bisa sangat murah. Sementara di sejumlah daerah, terutama di Pulau Jawa sering terjadi kelangkaan garam.
"Kan mestinya saat barang tidak ada, harga bisa mahal. Ini malah turun. Apa karena ada garam impor sehingga garam lokal kalah bersaing. Kan sering kami dengar dan lihat berita di televisi, pemerintah mengimpor garam," katanya penuh selidik.
Cerita Donald ini sekaligus sebagai jawaban, betapa kesusahan dirinya dan para petani garam di Kupang menghadapi harga garam yang terus terpuruk. Sementara di sisi lain, pemerintah pusat saat ini tengah fokus pengembangan investasi garam di Kabupaten Kupang. Bahkan, baru-baru ini Menteri BUMN Rini Soemarno melakukan panen garam bersama ratusan petani garam di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang.
Keberadaan ladang garam seluas 318 hektare milik PT Garam ini, merupakan salah satu lahan garam potensial yang masih akan terus dikembangkan untuk mendorong kapasitas produksi nasional dan perbaikan ekonomi masyarakat sekitar.Menteri Rini juga mendorong PT Garam memberikan pinjaman agar petani-petani garam di Kupang mendapatkan kemudahaan dalam akses pendanaan dan pemberdayaan.
"Kami tentu sangat senang jika pemerintah memerhatikan kehidupan petani garam. Tidak hanya memberi bantuan berupa pembiayaan saja, tapi juga mencarikan pasar bagi petani agar bisa menjual garam dengan harga tinggi," ujar Donald penuh harap.
Petani garam lainnya, Sunar, 56 tahun, juga mengeluhkan harga garam yang terus turun. Yang membuat mereka makin kesusahan, saat ini para petani garam juga tidak lagi mendapat bantuan dari pemerintah.
"Kalau dulu ada bantuan berupa alat dan mesin untuk menyedot air dari dinas perikanan daerah yang disalurkan melalui kelompok-kelompok tani. Tapi sudah dua tahun ini tidak ada lagi bantuan. Walaupun ada, hanya orang-orang tertentu saja yang dapat, dan itupun sangat jarang," kata Sunar.
Keluhan mengenai rendahnya harga garam ini, salah satunya disampaikan oleh Donald Kedoh, petani garam di Dusun Oelebo, Kabupaten Kupang, NTT. Pria berusia 22 tahun yang memiliki 10 hektare tambak garam dengan 20 pekerja, menjadi kesulitan dengan rendahnya harga.
"Saya mengajak teman-teman main di kampung saya untuk bekerja. Sehari mereka bisa mendapatkan uang Rp100.000 sampai Rp200.000. Tapi karena harga garam sekarang terlalu murah, Rp40.000 per karung, jadi memberatkan," ujarnya kepada Koran SINDO ketika berkunjung ke tambak garam miliknya, Rabu (22/8/2018).
Cerita dia, terakhir harga garam mencapai nilai paling tinggi pada September 2017, dengan angka Rp120.000 per karung. Setelah itu, harga garam terus turun, tidak pernah naik-naik lagi hingga bertahan di harga Rp40.000 per karung sampai sekarang.
Donald mengaku, selama ini petani di tempatnya menjual garam ke para tengkulak yang mendatangi langsung tambak-tambak milik petani garam. Namun begitu, dia tetap saja bingung mengapa harga garam di Kupang bisa sangat murah. Sementara di sejumlah daerah, terutama di Pulau Jawa sering terjadi kelangkaan garam.
"Kan mestinya saat barang tidak ada, harga bisa mahal. Ini malah turun. Apa karena ada garam impor sehingga garam lokal kalah bersaing. Kan sering kami dengar dan lihat berita di televisi, pemerintah mengimpor garam," katanya penuh selidik.
Cerita Donald ini sekaligus sebagai jawaban, betapa kesusahan dirinya dan para petani garam di Kupang menghadapi harga garam yang terus terpuruk. Sementara di sisi lain, pemerintah pusat saat ini tengah fokus pengembangan investasi garam di Kabupaten Kupang. Bahkan, baru-baru ini Menteri BUMN Rini Soemarno melakukan panen garam bersama ratusan petani garam di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang.
Keberadaan ladang garam seluas 318 hektare milik PT Garam ini, merupakan salah satu lahan garam potensial yang masih akan terus dikembangkan untuk mendorong kapasitas produksi nasional dan perbaikan ekonomi masyarakat sekitar.Menteri Rini juga mendorong PT Garam memberikan pinjaman agar petani-petani garam di Kupang mendapatkan kemudahaan dalam akses pendanaan dan pemberdayaan.
"Kami tentu sangat senang jika pemerintah memerhatikan kehidupan petani garam. Tidak hanya memberi bantuan berupa pembiayaan saja, tapi juga mencarikan pasar bagi petani agar bisa menjual garam dengan harga tinggi," ujar Donald penuh harap.
Petani garam lainnya, Sunar, 56 tahun, juga mengeluhkan harga garam yang terus turun. Yang membuat mereka makin kesusahan, saat ini para petani garam juga tidak lagi mendapat bantuan dari pemerintah.
"Kalau dulu ada bantuan berupa alat dan mesin untuk menyedot air dari dinas perikanan daerah yang disalurkan melalui kelompok-kelompok tani. Tapi sudah dua tahun ini tidak ada lagi bantuan. Walaupun ada, hanya orang-orang tertentu saja yang dapat, dan itupun sangat jarang," kata Sunar.
(ven)