Kementan Minta Pelaku Usaha Gandeng Peternak Bangun Persusuan Nasional
A
A
A
BANDUNG - Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan meminta pelaku usaha menggandeng peternak sapi perah untuk membangun persusuan nasional. Tujuannya agar produk susu Indonesia memiliki daya saing tinggi sehingga mensejahterakan peternak.
"Saya meminta integrator dan IPS bermitra dengan peternak sapi perah agar hasil susunya berkualitas," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita pada rapat pembahasan nasib persusuan nasional di Bandung, Jumat (24/8/2018).
Permintaan ini implementasi dari Sosialisasi Revisi Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu Segar Dalam Negeri yang digelar di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jawa Tengah beberapa hari lalu.
Ketut mengungkapkan selama satu minggu ini, dirinya berkeliling dari Jawa Timur ke Jawa Tengah dan selanjutnya hari ini ke Jawa Barat membahas nasib persusuan nasional, terutama keberlangsungan usaha peternak sapi perah ke depan.
"Di sini saya ingin mengkomunikasikan dengan integrator, IPS (Industri Pengolahan Susu), koperasi dan peternak bahwa meski keberadaan Permentan 26 direvisi, namun bukan berarti kita harus larut di dalamnya," sebutnya.
Ia menegaskan perubahan peraturan bukan karena adanya tekanan dari Amerika Serikat, namun karena adanya kepentingan nasional yang lebih besar dalam perdagangan dunia. Jadi, perubahan ini adalah wujud nyata dari kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO.
"Sehingga Indonesia harus mensinergikan semua peraturan dengan aturan di WTO, terutama terkait dengan ekspor-impor," sambung Ketut.
Lebih lanjut Ketut menjelaskan, adanya Permentan Nomor 33/2018 bukan berarti kemitraan hilang. Karena dalam peraturan di dunia ini tidak ada yang melarang pelaku usaha dan peternak untuk melakukan kemitraan (partnership). Dalam menghadapi era perdagangan bebas saat ini harus dengan cara bijak, terutama dalam upaya meningkatkan produksi susu di dalam negeri yang berkualitas dan berdaya saing.
"Pulau Jawa merupakan sentra persusuan nasional. Namun setelah berkeliling di beberapa wilayah ternyata permasalahan yang di peternak sapi perah saat ini adalah kualitas susu, handling ternak, perkandangan, jumlah bakteri yang ada dan kualitas pakan yang masih kurang," terangnya.
Secara tegas Ketut meminta integrator dan IPS agar tergugah hatinya bermitra dengan peternak yang merupakan bentuk dari komitmen dan integritas terhadap bangsa. Untuk itu, Kementan terus mengimbau para pelaku usaha (integrator dan IPS) dapat menyerap susu segar dari dalam negeri dan peternak juga harus siap meningkatkan produksi dan kualitas, sehingga harus berimbang.
"Hidup harus saling menolong, tolonglah peternak yang saat ini sedang menjerit, bermitralah dengan peternak," imbaunya.
"Jangan berpikir untuk impor dan impor, namun sapi perah di dalam negeri tidak berkembang, sehingga kita diketawakan oleh bangsa lain. Gunakan hasil dari peternak kita, dan buatlah kemitraan dengan peternak atau Gabungan Kelompok Ternak atau koperasi," tandas Ketut.
"Saya meminta integrator dan IPS bermitra dengan peternak sapi perah agar hasil susunya berkualitas," ujar Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita pada rapat pembahasan nasib persusuan nasional di Bandung, Jumat (24/8/2018).
Permintaan ini implementasi dari Sosialisasi Revisi Permentan No. 26 Tahun 2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu Segar Dalam Negeri yang digelar di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jawa Tengah beberapa hari lalu.
Ketut mengungkapkan selama satu minggu ini, dirinya berkeliling dari Jawa Timur ke Jawa Tengah dan selanjutnya hari ini ke Jawa Barat membahas nasib persusuan nasional, terutama keberlangsungan usaha peternak sapi perah ke depan.
"Di sini saya ingin mengkomunikasikan dengan integrator, IPS (Industri Pengolahan Susu), koperasi dan peternak bahwa meski keberadaan Permentan 26 direvisi, namun bukan berarti kita harus larut di dalamnya," sebutnya.
Ia menegaskan perubahan peraturan bukan karena adanya tekanan dari Amerika Serikat, namun karena adanya kepentingan nasional yang lebih besar dalam perdagangan dunia. Jadi, perubahan ini adalah wujud nyata dari kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO.
"Sehingga Indonesia harus mensinergikan semua peraturan dengan aturan di WTO, terutama terkait dengan ekspor-impor," sambung Ketut.
Lebih lanjut Ketut menjelaskan, adanya Permentan Nomor 33/2018 bukan berarti kemitraan hilang. Karena dalam peraturan di dunia ini tidak ada yang melarang pelaku usaha dan peternak untuk melakukan kemitraan (partnership). Dalam menghadapi era perdagangan bebas saat ini harus dengan cara bijak, terutama dalam upaya meningkatkan produksi susu di dalam negeri yang berkualitas dan berdaya saing.
"Pulau Jawa merupakan sentra persusuan nasional. Namun setelah berkeliling di beberapa wilayah ternyata permasalahan yang di peternak sapi perah saat ini adalah kualitas susu, handling ternak, perkandangan, jumlah bakteri yang ada dan kualitas pakan yang masih kurang," terangnya.
Secara tegas Ketut meminta integrator dan IPS agar tergugah hatinya bermitra dengan peternak yang merupakan bentuk dari komitmen dan integritas terhadap bangsa. Untuk itu, Kementan terus mengimbau para pelaku usaha (integrator dan IPS) dapat menyerap susu segar dari dalam negeri dan peternak juga harus siap meningkatkan produksi dan kualitas, sehingga harus berimbang.
"Hidup harus saling menolong, tolonglah peternak yang saat ini sedang menjerit, bermitralah dengan peternak," imbaunya.
"Jangan berpikir untuk impor dan impor, namun sapi perah di dalam negeri tidak berkembang, sehingga kita diketawakan oleh bangsa lain. Gunakan hasil dari peternak kita, dan buatlah kemitraan dengan peternak atau Gabungan Kelompok Ternak atau koperasi," tandas Ketut.
(ven)