Membangun Industri Kapal Nasional Bisa Atasi Gejolak Rupiah
A
A
A
JAKARTA - Menyikapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD), kalangan usaha industri galangan kapal Indonesia berharap pemerintah tetap fokus dan konsisten membangun industri galangan kapal di dalam negeri. Sebagai industri maritim, galangan kapal dinilai perlu didorong sebagai industri unggulan.
Ketua Umum Industri Galangan Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy Kurniawan Logam mengatakan, saat ini kemudahan justru diberikan untuk impor kapal secara utuh melalui pembebasan bea masuk dan PPN.
"Bukankah kalau impornya tinggi apalagi impor utuh justru semakin memberatkan nilai tukar rupiah kita terhadap dolar? Sebaliknya untuk membangun kapal di dalam negeri, industri galangan masih dibebani PPN, bea masuk serta larangan terbatas untuk komponen tertentu. Ini belum lagi ditambah dengan suku bunga pinjaman yang hampir tiga kali lipat dibanding negara seperti Tiongkok," ujar dia di Jakarta, (6/9/2018).
Dia mengakui pembangunan kapal-kapal di dalam negeri masih membutuhkan komponen impor 65% hingga 70%. Namun begitu, jika produksi kapal-kapal dalam negeri tersebut bisa diekspor ke berbagai negara, Indonesia bisa berbalik menjadi penghasil devisa.
"Saya optimistis, kalau fokus, industri komponen kapal secara perlahan juga akan ikut lahir. Sehingga kita yang bercita-cita sebagai negara industri berbasis ekspor bisa ke arah sana," ungkapnya.
Saat ini impor kapal sulit dihindari, sebab negara-negara seperti Korea, Jepang dan China menawarkan harga yang sangat menarik ditunjang dengan skema pembayaran yang mudah. "Perbankan mereka memberikan pembiayaan dengan suku bunga rendah yang ditunjang dengan insentif bagi kapal-kapal yang diekspor," pungkasnya.
Saat ini, Indonesia telah menjadi pasar industri maritim bagi negara-negara lain sejak 2006 silam. Tercatat hampir 10.000 unit kapal utuh masuk dengan perkiraan nilai rupiah mencapai Rp100 triliun.
"Kapal utuh impor yang masuk ini, tentu bayarnya bukan menggunakan rupiah, namun dolar. Ini yang harus menjadi perhatian. Apalagi, biasanya pengangkutan sektor sumber daya alam kita seperti batu bara, dan hasil alam lainnya cenderung bergairah di saat nilai rupiah kita rontok," pungkasnya.
Ketua Umum Industri Galangan Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Eddy Kurniawan Logam mengatakan, saat ini kemudahan justru diberikan untuk impor kapal secara utuh melalui pembebasan bea masuk dan PPN.
"Bukankah kalau impornya tinggi apalagi impor utuh justru semakin memberatkan nilai tukar rupiah kita terhadap dolar? Sebaliknya untuk membangun kapal di dalam negeri, industri galangan masih dibebani PPN, bea masuk serta larangan terbatas untuk komponen tertentu. Ini belum lagi ditambah dengan suku bunga pinjaman yang hampir tiga kali lipat dibanding negara seperti Tiongkok," ujar dia di Jakarta, (6/9/2018).
Dia mengakui pembangunan kapal-kapal di dalam negeri masih membutuhkan komponen impor 65% hingga 70%. Namun begitu, jika produksi kapal-kapal dalam negeri tersebut bisa diekspor ke berbagai negara, Indonesia bisa berbalik menjadi penghasil devisa.
"Saya optimistis, kalau fokus, industri komponen kapal secara perlahan juga akan ikut lahir. Sehingga kita yang bercita-cita sebagai negara industri berbasis ekspor bisa ke arah sana," ungkapnya.
Saat ini impor kapal sulit dihindari, sebab negara-negara seperti Korea, Jepang dan China menawarkan harga yang sangat menarik ditunjang dengan skema pembayaran yang mudah. "Perbankan mereka memberikan pembiayaan dengan suku bunga rendah yang ditunjang dengan insentif bagi kapal-kapal yang diekspor," pungkasnya.
Saat ini, Indonesia telah menjadi pasar industri maritim bagi negara-negara lain sejak 2006 silam. Tercatat hampir 10.000 unit kapal utuh masuk dengan perkiraan nilai rupiah mencapai Rp100 triliun.
"Kapal utuh impor yang masuk ini, tentu bayarnya bukan menggunakan rupiah, namun dolar. Ini yang harus menjadi perhatian. Apalagi, biasanya pengangkutan sektor sumber daya alam kita seperti batu bara, dan hasil alam lainnya cenderung bergairah di saat nilai rupiah kita rontok," pungkasnya.
(akr)