Dinilai Tidak Beriktikad Baik, Mitra Pengemudi Minta Pemerintah Tinjau Izin Grab
A
A
A
JAKARTA - Sikap Grab yang tidak adil dan transparan kepada mitra pengemudinya, membuat komunitas pengemudi taksi dan ojek online yang tergabung dalam aksi Gerakan Hantam Aplikator Nakal (Gerhana) meradang. Aspirasi mereka yang selama ini tidak diperhatikan, membuat para mitra meminta pemerintah meninjau kembali izin aplikator asal Malaysia tersebut di Indonesia.
Humas Aksi Gerhana, Dedi Hariyonti, meminta pemerintah mengusir dan menutup Grab karena sejauh ini kerap mengobral janji. Grab tidak memenuhi permintaan para mitra terkait kesejahteraan karena faktanya penetapan tarif masih rendah.
"Kami meminta pemerintah hadirkan aplikator yang profesional, adil, transparan dan menyejahterakan semua pihak," pintanya..
Aksi demonstrasi Gerhana yang berlangsung di kantor Grab, Lippo Kuningan, hingga Senin (10 September 2018) petang sempat tegang. Sebab keinginan para mitra untuk bertemu Managing Director Grab, Ridzki Kramadibrata, tidak terlaksana.
"Grab tidak beriktikad baik. Kami meminta pemerintah mencabut izin Grab dan mengusir Grab dari Indonesia," ucap penanggung jawab aksi, Christiansen alias Yansen Wage di Jakarta, Selasa (11/9/2018).
Sempat dibantu pihak kepolisian agar membujuk Ridzki keluar dari ruangan dan menemui para peserta aksi. Namun juga tidak berhasil. "Bahkan anggota polisi mencari Ridzki hingga ke ruangannya. Kami menyesali Ridzki yang tidak menunjukkan sikap ksatria, dia itu pengecut," sesalnya.
Menurut Yansen, manajemen Grab seringkali melakukan kebijakan sepihak yang merugikan mitra pengemudi. Misanya memberikan hukuman kepada mitra pengemudi berdasarkan peraturan perusahaan yang sepihak tanpa mengutamakan proses dialog.
Yansen mengungkapkan pihaknya membawa empat poin untuk disampaikan kepada manajemen Grab. Menagih janji terkait kesejahteraan, menolak aplikator menjadi perusahaan transportasi, menolak eksploitasi terhadap ojek online, dan menolak keras kartelisasi serta monopoli bisnis transportasi online.
"Yang menemui kami adalah staf legal Grab, kami menolak. Seharusnya Ridzki yang menemui kami. Ridzki tidak berjiwa besar, dia pengecut karena selalu menghindar setiap kali kami ingin menyampaikan aspirasi," ujar Yansen.
Dia menyebut aspirasi pengemudi transportasi online di 18 provinsi kepada kantor Grab di daerah juga seringkali tidak menghasilkan keputusan. "Karena kantor daerah Grab selalu mengatakan keputusan final di kantor pusat. Makanya kami berdemonstrasi di kantor Grab pusat," ungkapnya.
Berbagai permasalahan menerpa pengemudi Grab di daerah. Kantor Grab di Kompleks CBD Polonia, Medan, misalnya, pernah didemonstrasi oleh ratusan mitra Grab Bike pada Maret 2018.
Para mitra pengemudi memerotes manajemen yang tidak kunjung membayarkan promo dan insentif serta memerotes kebijakan yang dinilai semakin memberatkan.
Humas Aksi Gerhana, Dedi Hariyonti, meminta pemerintah mengusir dan menutup Grab karena sejauh ini kerap mengobral janji. Grab tidak memenuhi permintaan para mitra terkait kesejahteraan karena faktanya penetapan tarif masih rendah.
"Kami meminta pemerintah hadirkan aplikator yang profesional, adil, transparan dan menyejahterakan semua pihak," pintanya..
Aksi demonstrasi Gerhana yang berlangsung di kantor Grab, Lippo Kuningan, hingga Senin (10 September 2018) petang sempat tegang. Sebab keinginan para mitra untuk bertemu Managing Director Grab, Ridzki Kramadibrata, tidak terlaksana.
"Grab tidak beriktikad baik. Kami meminta pemerintah mencabut izin Grab dan mengusir Grab dari Indonesia," ucap penanggung jawab aksi, Christiansen alias Yansen Wage di Jakarta, Selasa (11/9/2018).
Sempat dibantu pihak kepolisian agar membujuk Ridzki keluar dari ruangan dan menemui para peserta aksi. Namun juga tidak berhasil. "Bahkan anggota polisi mencari Ridzki hingga ke ruangannya. Kami menyesali Ridzki yang tidak menunjukkan sikap ksatria, dia itu pengecut," sesalnya.
Menurut Yansen, manajemen Grab seringkali melakukan kebijakan sepihak yang merugikan mitra pengemudi. Misanya memberikan hukuman kepada mitra pengemudi berdasarkan peraturan perusahaan yang sepihak tanpa mengutamakan proses dialog.
Yansen mengungkapkan pihaknya membawa empat poin untuk disampaikan kepada manajemen Grab. Menagih janji terkait kesejahteraan, menolak aplikator menjadi perusahaan transportasi, menolak eksploitasi terhadap ojek online, dan menolak keras kartelisasi serta monopoli bisnis transportasi online.
"Yang menemui kami adalah staf legal Grab, kami menolak. Seharusnya Ridzki yang menemui kami. Ridzki tidak berjiwa besar, dia pengecut karena selalu menghindar setiap kali kami ingin menyampaikan aspirasi," ujar Yansen.
Dia menyebut aspirasi pengemudi transportasi online di 18 provinsi kepada kantor Grab di daerah juga seringkali tidak menghasilkan keputusan. "Karena kantor daerah Grab selalu mengatakan keputusan final di kantor pusat. Makanya kami berdemonstrasi di kantor Grab pusat," ungkapnya.
Berbagai permasalahan menerpa pengemudi Grab di daerah. Kantor Grab di Kompleks CBD Polonia, Medan, misalnya, pernah didemonstrasi oleh ratusan mitra Grab Bike pada Maret 2018.
Para mitra pengemudi memerotes manajemen yang tidak kunjung membayarkan promo dan insentif serta memerotes kebijakan yang dinilai semakin memberatkan.
(ven)