Asosiasi Produk Alternatif Tembakau Asia Beri Penghargaan Kepada Indonesia
A
A
A
MAKATI - Asosiasi pengguna rokok elektrik atau "vapers" Asian memberi plakat sebagai bentuk penghargaan kepada pemerintah Indonesia lantaran berani mengatur produk tembakau alternatif. Indonesia mengakui keberadaan tembakau alternatif yang menjadi pilihan perokok yang lebih rendah resiko.
Asa Saligupta dari ENDS Cigarette Smoke Thailand (ECST) mengatakan, selama ini Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) terus berada pada posisi yang sangat konservatif terhadap produk tembakau alternatif, dimana mereka merekomendasikan negara-negara untuk melarang atau mengaturnya secara ketat bahkan sama dengan rokok, meskipun semakin banyak bukti ilmiah yang menyatakan bahwa produk alternatif ini lebih baik bagi perokok.
Untuk itu, kata Asa, asosiasi Vapers Asian melaunching #VapersBeHeard di Manila,Filipina, Jumat (14/9) untuk para vapers di Asia menyuarakan aspirasi mereka dengan mengunjungi laman situs www.vapersbeheard.com.
Bahkan, dia juga telah memulai petisi di change.org, yang mendesak WHO untuk mendengarkan vapers di Asia yang menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Kendati demikian, Asa bersama asosiasi vapers Asian salut dengan pemerintah Indonesia sebagai negara satu satunya yang telah berani mengakui dan mengatur produk alternatif tembakau ini.
"Kami memberikan plakat sebagai bentuk penghargaan kepada Indonesia yang telah berani mengakui dan mengatur produk alternatif tembakau ini," kata Asa mewakili Vapers Asian usai diskusi panel dengan tema ‘Peran Konsumen Terhadap Peraturan Produk Tembakau Alternatif’ yang diselenggarakan oleh Institut Demokrasi dan Urusan Ekonomi (Institute for Democracy and Economic Affairs/IDEAS) di Makati, Filipina, Jumat (14/9).
Pembina Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) Dimasz Jeremia berterimakasih terhadap plakat yang diberikan. Menurutnya, dengan adanya aturan dari pemerintah terhadap produk alternatif tembakau, konsumen merasa lebih terlindungi.
Dia menyatakan akan memberikan plakat itu kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi. Sebab, dengan adanya aturan tersebut, perokok alternatif tembakau menjadi legal.
Namun, lanjut Dimas, Pemerintah Indonesia saat ini masih sama dalam membuat aturan perokok alternatif tembakau seperti rokok tembakau pada umumnya. Padahal, rokok alternatif tidak mengandung Tar yang jelas lebih berbahaya ketimbang nikotine.
Dimas berharap pemerintah dapat lebih terbuka dengan melibatkan Vapers dalam diskusi membuat kebijakan agar dapat menyampaikan aspirasi mengenai produk ini.
"Sebagai pengguna, kami telah merasakan langsung manfaat produk ini. Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangankan kepentingan kami dengan melihat masalah ini dari perspektif pengguna. Dengan demikian, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang tepat sehingga kami merasa punya payung perlindungan terhadap akses ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko," ungkapnya.
Sementara itu, Peneliti sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Satriya Wibawa Suhardjo yang juga hadir sebagai pembicara dalam forum diskusi tersebut mengungkapkan bahwa ada sekitar satu juta pengguna produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape di Indonesia.
Menurut Satriya, jumlah ini masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan jumlah perokok. Ia menilai seharusnya lebih banyak perokok perlu beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko. Satu faktor penting untuk membantu orang beralih, kata dia, adalah sebuah kerangka peraturan yang tepat.
Seperti diketahui bahwa orang merokok untuk nikotin. Tetapi senyawa yang memicu berbagai penyakit kronis adalah tar. Dan pilihan yang paling baik bagi perokok utamanya adalah berhenti. Namun tidak semua perokok dapat berhenti secara langsung. Mereka cenderung merasakan banyak kesulitan dalam proses berhenti dengan berbagai macam efek withdrawal.
"Namun vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dapat menjadi alternatif yang dapat membantu mereka untuk berhenti secara perlahan dengan risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok," jelasnya.
Lebih lanjut Satria mengatakan bahwa legalitas produk tembakau alternatif oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui penetapan harga cukai merupakan kemajuan yang baik. Namun, masih memerlukan regulasi lebih lanjut agar potensi pada produk ini dapat teraplikasikan secara maksimal.
"Produk tembakau alternatif memerlukan kerangka kebijakan yang tepat dan menyeluruh. Seperti peringatan kesehatan yang berbeda untuk memperlihatkan perbedaan dalam risiko kesehatan sehingga orang tidak akan disesatkan untuk berpikir bahwa semua produk tembakau memiliki risiko yang sama," pungkasnya.
Asa Saligupta dari ENDS Cigarette Smoke Thailand (ECST) mengatakan, selama ini Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) terus berada pada posisi yang sangat konservatif terhadap produk tembakau alternatif, dimana mereka merekomendasikan negara-negara untuk melarang atau mengaturnya secara ketat bahkan sama dengan rokok, meskipun semakin banyak bukti ilmiah yang menyatakan bahwa produk alternatif ini lebih baik bagi perokok.
Untuk itu, kata Asa, asosiasi Vapers Asian melaunching #VapersBeHeard di Manila,Filipina, Jumat (14/9) untuk para vapers di Asia menyuarakan aspirasi mereka dengan mengunjungi laman situs www.vapersbeheard.com.
Bahkan, dia juga telah memulai petisi di change.org, yang mendesak WHO untuk mendengarkan vapers di Asia yang menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Kendati demikian, Asa bersama asosiasi vapers Asian salut dengan pemerintah Indonesia sebagai negara satu satunya yang telah berani mengakui dan mengatur produk alternatif tembakau ini.
"Kami memberikan plakat sebagai bentuk penghargaan kepada Indonesia yang telah berani mengakui dan mengatur produk alternatif tembakau ini," kata Asa mewakili Vapers Asian usai diskusi panel dengan tema ‘Peran Konsumen Terhadap Peraturan Produk Tembakau Alternatif’ yang diselenggarakan oleh Institut Demokrasi dan Urusan Ekonomi (Institute for Democracy and Economic Affairs/IDEAS) di Makati, Filipina, Jumat (14/9).
Pembina Asosiasi Vapers Indonesia (AVI) Dimasz Jeremia berterimakasih terhadap plakat yang diberikan. Menurutnya, dengan adanya aturan dari pemerintah terhadap produk alternatif tembakau, konsumen merasa lebih terlindungi.
Dia menyatakan akan memberikan plakat itu kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi. Sebab, dengan adanya aturan tersebut, perokok alternatif tembakau menjadi legal.
Namun, lanjut Dimas, Pemerintah Indonesia saat ini masih sama dalam membuat aturan perokok alternatif tembakau seperti rokok tembakau pada umumnya. Padahal, rokok alternatif tidak mengandung Tar yang jelas lebih berbahaya ketimbang nikotine.
Dimas berharap pemerintah dapat lebih terbuka dengan melibatkan Vapers dalam diskusi membuat kebijakan agar dapat menyampaikan aspirasi mengenai produk ini.
"Sebagai pengguna, kami telah merasakan langsung manfaat produk ini. Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangankan kepentingan kami dengan melihat masalah ini dari perspektif pengguna. Dengan demikian, pemerintah dapat merumuskan kebijakan yang tepat sehingga kami merasa punya payung perlindungan terhadap akses ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko," ungkapnya.
Sementara itu, Peneliti sekaligus Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Satriya Wibawa Suhardjo yang juga hadir sebagai pembicara dalam forum diskusi tersebut mengungkapkan bahwa ada sekitar satu juta pengguna produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik atau vape di Indonesia.
Menurut Satriya, jumlah ini masih sangat kecil apabila dibandingkan dengan jumlah perokok. Ia menilai seharusnya lebih banyak perokok perlu beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko. Satu faktor penting untuk membantu orang beralih, kata dia, adalah sebuah kerangka peraturan yang tepat.
Seperti diketahui bahwa orang merokok untuk nikotin. Tetapi senyawa yang memicu berbagai penyakit kronis adalah tar. Dan pilihan yang paling baik bagi perokok utamanya adalah berhenti. Namun tidak semua perokok dapat berhenti secara langsung. Mereka cenderung merasakan banyak kesulitan dalam proses berhenti dengan berbagai macam efek withdrawal.
"Namun vape dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar dapat menjadi alternatif yang dapat membantu mereka untuk berhenti secara perlahan dengan risiko kesehatan yang lebih rendah dibandingkan rokok," jelasnya.
Lebih lanjut Satria mengatakan bahwa legalitas produk tembakau alternatif oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui penetapan harga cukai merupakan kemajuan yang baik. Namun, masih memerlukan regulasi lebih lanjut agar potensi pada produk ini dapat teraplikasikan secara maksimal.
"Produk tembakau alternatif memerlukan kerangka kebijakan yang tepat dan menyeluruh. Seperti peringatan kesehatan yang berbeda untuk memperlihatkan perbedaan dalam risiko kesehatan sehingga orang tidak akan disesatkan untuk berpikir bahwa semua produk tembakau memiliki risiko yang sama," pungkasnya.
(ven)