Jalan Berliku Penyederhanaan Tarif Cukai Tembakau
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan cukai hasil tembakau sebagai penopang utama penerimaan cukai di Indonesia saat ini dinilai belum optimal. Keberadaan struktur yang ada saat ini belum menunjang optimalisasi penerimaan cukai negara , selain itu juga bertolak belakang dari fungsi cukai itu sendiri sebagai pengendali konsumsi. Struktur cukai saat ini dinilai dapat disederhakan agar kebijakan kenaikan cukai lebih efektif.
Demikian benang merah Webinar Target Penerimaan Cukai 2022 dan Komitmen Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Tembakau yang diselenggarakan oleh ICJR Learning Hub pada Selasa 7 September 2021.
Peneliti Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Denny Vissaro menjelaskan, eksploitasi golongan dengan tarif rendah ini menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya penerimaan negara dari cukai saat ini. Ia menerangkan bahwa tarif yang lebih rendah tidak lagi dimanfaatkan oleh pabrikan kecil dan menengah saja.
Hal ini ujar Denny, justru bertentangan dengan tujuan awal pemisahan golongan dalam cukai, karena saat ini yang terjadi adalah pabrikan besar dan pabrikan kecil berada pada golongan cukai yang sama.
“Kompleksitas tarif ini malah menciptakan loophole dan pabrikan bisa mengeksploitasi peraturan untuk mendapat tarif lebih rendah," jelas Denny.
Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menjelaskan, bahwa dengan struktur cukai saat ini penerimaan negara menjadi tidak optimal, pabrikan rokok bisa memanipulasi produksinya agar tetap membayar cukai murah. Padahal di tengah situasi ekonomi saat ini, pemerintah membutuhkan anggaran yang besar untuk pemulihan ekonomi nasional.
Piter pun menyayangkan pembatalan roadmap penyederhanaan cukai yang sebelumnya pernah diitetapkan Pemerintah melalui PMK 146 tahun 2017.
“Kenapa sesuatu yang baik ini tidak terjadi dan tidak pernah dipertanyakan pembatalannya? Seharusnya dari struktur strata yang 10 itu menjadi 5 strata pada 2021. Ini sangat logis. Saat ini, untuk satu pabrik, golongan cukainya dipisahkan berdasarkan jenis rokok. Ini sangat tidak make sense,” katanya.
Dari segi pelanggaran dan rokok ilegal, penyederhanaan struktur cukai pun dinilai menjadi opsi yang efektif dilakukan untuk mengurangi rokok ilegal.
Demikian benang merah Webinar Target Penerimaan Cukai 2022 dan Komitmen Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Tembakau yang diselenggarakan oleh ICJR Learning Hub pada Selasa 7 September 2021.
Peneliti Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Denny Vissaro menjelaskan, eksploitasi golongan dengan tarif rendah ini menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya penerimaan negara dari cukai saat ini. Ia menerangkan bahwa tarif yang lebih rendah tidak lagi dimanfaatkan oleh pabrikan kecil dan menengah saja.
Hal ini ujar Denny, justru bertentangan dengan tujuan awal pemisahan golongan dalam cukai, karena saat ini yang terjadi adalah pabrikan besar dan pabrikan kecil berada pada golongan cukai yang sama.
“Kompleksitas tarif ini malah menciptakan loophole dan pabrikan bisa mengeksploitasi peraturan untuk mendapat tarif lebih rendah," jelas Denny.
Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menjelaskan, bahwa dengan struktur cukai saat ini penerimaan negara menjadi tidak optimal, pabrikan rokok bisa memanipulasi produksinya agar tetap membayar cukai murah. Padahal di tengah situasi ekonomi saat ini, pemerintah membutuhkan anggaran yang besar untuk pemulihan ekonomi nasional.
Piter pun menyayangkan pembatalan roadmap penyederhanaan cukai yang sebelumnya pernah diitetapkan Pemerintah melalui PMK 146 tahun 2017.
“Kenapa sesuatu yang baik ini tidak terjadi dan tidak pernah dipertanyakan pembatalannya? Seharusnya dari struktur strata yang 10 itu menjadi 5 strata pada 2021. Ini sangat logis. Saat ini, untuk satu pabrik, golongan cukainya dipisahkan berdasarkan jenis rokok. Ini sangat tidak make sense,” katanya.
Dari segi pelanggaran dan rokok ilegal, penyederhanaan struktur cukai pun dinilai menjadi opsi yang efektif dilakukan untuk mengurangi rokok ilegal.