Pengusaha Sarankan Pemerintah Naikkan Harga BBM Subsidi

Sabtu, 15 September 2018 - 16:32 WIB
Pengusaha Sarankan Pemerintah Naikkan Harga BBM Subsidi
Pengusaha Sarankan Pemerintah Naikkan Harga BBM Subsidi
A A A
JAKARTA - Defisit transaksi berjalan yang melebar menjadi 3% dari PDB menjadi salah satu penyebab merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal ini turut menyita perhatian para pelaku usaha.

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menyarankan agar pemerintah segera menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Hal itu perlu dilakukan agar defisit transaksi berjalan tidak semakin memburuk.

"Menurut saya, pada ujungnya subsidi BBM itu harus dilepas. Menurut kami, ujungnya harus dilepas karena itu salah satu yang berkontribusi terbesar (defisit transaksi berjalan)," ujar Rosan di Jakarta, Jumat (14/9/2018).

Rosan berpendapat, menaikkan harga BBM khususnya solar dinilai mampu menekan biaya impor. Dan pemerintah harus berani mengambil keputusan yang tidak populer.

Oleh karena itu, para pengusaha menyarankan agar pemerintah benar-benar melakukan kajian yang mendalam agar dapat memperhatikan dampaknya lebih jauh.

"Ini yang harus disikapinya seperti apa, karena akan mempengaruhi daya beli, tapi menurut saya tetap harus dilepas," tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, pihaknya saat ini bersama pemerintah tengah mencari jalan tengah dalam memperkuat rupiah.

"Terus terang kita lagi mengupayakan mencari jalan (keluar) ini bagaimana supaya rupiah ini tidak mengalami tekanan yang besar," jelasnya.

Hariyadi mengungkapkan, salah satu wacana yang tengah dijajaki pengusaha dan pemerintah adalah dengan bertransaksi menggunakan mata uang China, renminbi. Usulan itu muncul lantaran transaksi perdagangan internasional Indonesia lebih banyak dilakukan dengan Negeri Tirai Bambu.

"Kalau kita bisa melakukan kegiatan perdagangan berdasarkan basisnya reminbi itu akan mengurangi permintaan terhadap dolar sebetulnya. Ini salah satu yang lagi kita upayakan. Kita mau lihat negara-negara mana sih yang potensial selain dolar," tandasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.6974 seconds (0.1#10.140)