Penerimaan Negara dari Mineral dan Batu Bara Melebihi Target
A
A
A
JAKARTA - Subsektor mineral dan batu bara (minerba) masih menjadi salah satu kontributor utama dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tercatat, PNBP minerba sudah mencapai angka Rp32,2 triliun meski baru memasuki bulan September 2018.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menjelaskan kenaikan PNBP hingga akhir Agustus 2018 sudah lebih dari 100% dari target yang ditetapkan.
"Jadi kalau kami lihat target di 2018, sebetulnya sampai 31 Agustus sudah mencapai 100% lebih atau sekitar 101% yaitu seharusnya target APBN 2018 sebesar Rp32,09 triliun. Tapi sampai 31 Agustus sudah Rp32,2 triliun," ujar Bambang dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (21/9/2018).
Selain itu, tingginya angka PNBP tersebut antara lain didorong oleh peningkatan pengawasan, kepatuhan perusahaan melunasi tunggakan dan harga komoditas batu bara itu sendiri.
Pada kesempatan berbeda, Menteri ESDM Ignasius Jonan juga mengungkapkan meningkatkannya penerimaan negara di sektor minerba diakibatkan karena tingginya harga komoditas minerba. "Mayoritas kebanyakan akibat peningkatan harga komiditas, terutama minyak. Minerba juga naik banyak," pungkas Jonan.
Untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor tambang, Kementerian ESDM telah menyiapkan sejumlah strategi. Di antaranya dengan meminta pembayaran di muka dan mengurangi biaya yang sekiranya berpotensi memangkas penerimaan negara.
"Kami terus-menerus meningkatkan sinergi dengan instansi terkait dalam hal ekspor, serta melakukan intensifaksi dan inventarisasi peningkatan penagihan terutama yang masih ada tunggakan sekitar satu triliun," jelas Bambang.
Selain itu, pemerintah juga akan memperbaiki sistem administrasi dengan menetapkan PNBP elektronik. Pada tahun 2019, Pemerintah mencanangkan target PNBP minerba sebesar Rp41,82 triliun, dengan rincian PNBP sumber daya alam (SDA) minerba sebesar Rp24,12 triliun dan hasil penjualan pertambangan Rp17,69 triliun.
Besaran target ini diakibatkan atas perubahan asumsi kurs yang lebih besar. Sebelumnya, pemerintah memproyeksikan rupiah berada di level Rp14.400 per dolar Amerika Serikat (USD), namun kemudian disepakati menjadi Rp14.500 per USD.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono menjelaskan kenaikan PNBP hingga akhir Agustus 2018 sudah lebih dari 100% dari target yang ditetapkan.
"Jadi kalau kami lihat target di 2018, sebetulnya sampai 31 Agustus sudah mencapai 100% lebih atau sekitar 101% yaitu seharusnya target APBN 2018 sebesar Rp32,09 triliun. Tapi sampai 31 Agustus sudah Rp32,2 triliun," ujar Bambang dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (21/9/2018).
Selain itu, tingginya angka PNBP tersebut antara lain didorong oleh peningkatan pengawasan, kepatuhan perusahaan melunasi tunggakan dan harga komoditas batu bara itu sendiri.
Pada kesempatan berbeda, Menteri ESDM Ignasius Jonan juga mengungkapkan meningkatkannya penerimaan negara di sektor minerba diakibatkan karena tingginya harga komoditas minerba. "Mayoritas kebanyakan akibat peningkatan harga komiditas, terutama minyak. Minerba juga naik banyak," pungkas Jonan.
Untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sektor tambang, Kementerian ESDM telah menyiapkan sejumlah strategi. Di antaranya dengan meminta pembayaran di muka dan mengurangi biaya yang sekiranya berpotensi memangkas penerimaan negara.
"Kami terus-menerus meningkatkan sinergi dengan instansi terkait dalam hal ekspor, serta melakukan intensifaksi dan inventarisasi peningkatan penagihan terutama yang masih ada tunggakan sekitar satu triliun," jelas Bambang.
Selain itu, pemerintah juga akan memperbaiki sistem administrasi dengan menetapkan PNBP elektronik. Pada tahun 2019, Pemerintah mencanangkan target PNBP minerba sebesar Rp41,82 triliun, dengan rincian PNBP sumber daya alam (SDA) minerba sebesar Rp24,12 triliun dan hasil penjualan pertambangan Rp17,69 triliun.
Besaran target ini diakibatkan atas perubahan asumsi kurs yang lebih besar. Sebelumnya, pemerintah memproyeksikan rupiah berada di level Rp14.400 per dolar Amerika Serikat (USD), namun kemudian disepakati menjadi Rp14.500 per USD.
(ven)