Gappri Minta Pemerintah Makin Gigih Berantas Rokok Ilegal
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengapresiasi Direktorat Bea Cukai (DBC) Kementerian Keuangan atas hasil laporan operasi ilegal yang berhasil menurunkan peredaraan rokok bodong tersebut.
Walau demikian, industri masih berharap besar kepada aparat yang berwenang semakin gigih dan serius memberantas tuntas peredaran rokok ilegal. Menurut Ismanu, masih banyak rokok ilegal di daerah tertentu yang beredar di pasaran dengan harga jual yang jauh lebih murah.
"Modusnya saat pasar ramai dan saat harga naik, di situlah yang ilegal banyak muncul," katanya di Jakarta, Selasa (25/09).
Ismanu mengemukakan hal itu dengan merujuk hasil survei yang dilakukan Universitas Gajah Mada (UGM) di 29 provinsi di Indonesia beberapa waktu lalu. Hasil survei menyebutkan, sebanyak 7,04% dari 100 batang rokok yang dijual di warung adalah rokok ilegal.
Nilai pelanggaran industri yang bisa menurunkan penerimaan negara mencapai Rp909 miliar hingga Rp980 miliar. Artinya, ada potensi negara merugi hampir Rp 1 triliun gara-gara rokok ilegal.
Ismanu juga mewanti-wanti kepada pemerintah agar memperluas jenis barang yang dikenakan cukai. Saat ini pendapatan dari cukai rokok menjadi penunjang pendapatan cukai yang didapat pemerintah.
"Sementara itu, kontribusi cukai etil akohol atau etanol serta cukai minuman yang mengandung etil alkohol masih sedikit," ujarnya.
Ismanu mencontohkan di luar negeri, dimana ekstensifikasi cukai terus dilakukan. Di Malaysia, misalnya, cukai dikenakan untuk tempat hiburan malam. Bahkan negara-negara di Asean sudah lama menerapkan ekstensifikasi cukai, yang jumlah objek cukainya belasan.
"Ekstensifikasi cukai merupakan alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara," ungkapnya.
Hingga September, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah melakukan 4.062 penindakan terhadap rokok ilegal. Jumlah itu naik jika dibandingkan dengan 2017 sebanyak 3.966 penindakan. Hasilnya, persentase rokok ilegal yang beredar di pasaran turun, dari 12,14% pada 2016 menjadi 7,04% tahun ini.
"Penurunan rokok ilegal sebanyak 5,1%, dari 12,14 persen menjadi 7%, berdampak pada meningkatnya market untuk pasar rokok legal sebanyak 18,1 miliar batang. Juga berpotensi membuka lapangan kerja baru untuk 250 orang," kata Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi.
Bea Cukai terus berupaya membasmi rokok ilegal agar ada ruang yang lebih banyak untuk penjualan rokok legal. Di luar itu, lanjut dia, penurunan peredaran rokok ilegal telah mengurangi potential loss pendapatan dari Ditjen Bea dan Cukai sebanyak Rp1,51 triliun.
Walau demikian, industri masih berharap besar kepada aparat yang berwenang semakin gigih dan serius memberantas tuntas peredaran rokok ilegal. Menurut Ismanu, masih banyak rokok ilegal di daerah tertentu yang beredar di pasaran dengan harga jual yang jauh lebih murah.
"Modusnya saat pasar ramai dan saat harga naik, di situlah yang ilegal banyak muncul," katanya di Jakarta, Selasa (25/09).
Ismanu mengemukakan hal itu dengan merujuk hasil survei yang dilakukan Universitas Gajah Mada (UGM) di 29 provinsi di Indonesia beberapa waktu lalu. Hasil survei menyebutkan, sebanyak 7,04% dari 100 batang rokok yang dijual di warung adalah rokok ilegal.
Nilai pelanggaran industri yang bisa menurunkan penerimaan negara mencapai Rp909 miliar hingga Rp980 miliar. Artinya, ada potensi negara merugi hampir Rp 1 triliun gara-gara rokok ilegal.
Ismanu juga mewanti-wanti kepada pemerintah agar memperluas jenis barang yang dikenakan cukai. Saat ini pendapatan dari cukai rokok menjadi penunjang pendapatan cukai yang didapat pemerintah.
"Sementara itu, kontribusi cukai etil akohol atau etanol serta cukai minuman yang mengandung etil alkohol masih sedikit," ujarnya.
Ismanu mencontohkan di luar negeri, dimana ekstensifikasi cukai terus dilakukan. Di Malaysia, misalnya, cukai dikenakan untuk tempat hiburan malam. Bahkan negara-negara di Asean sudah lama menerapkan ekstensifikasi cukai, yang jumlah objek cukainya belasan.
"Ekstensifikasi cukai merupakan alternatif bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara," ungkapnya.
Hingga September, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah melakukan 4.062 penindakan terhadap rokok ilegal. Jumlah itu naik jika dibandingkan dengan 2017 sebanyak 3.966 penindakan. Hasilnya, persentase rokok ilegal yang beredar di pasaran turun, dari 12,14% pada 2016 menjadi 7,04% tahun ini.
"Penurunan rokok ilegal sebanyak 5,1%, dari 12,14 persen menjadi 7%, berdampak pada meningkatnya market untuk pasar rokok legal sebanyak 18,1 miliar batang. Juga berpotensi membuka lapangan kerja baru untuk 250 orang," kata Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi.
Bea Cukai terus berupaya membasmi rokok ilegal agar ada ruang yang lebih banyak untuk penjualan rokok legal. Di luar itu, lanjut dia, penurunan peredaran rokok ilegal telah mengurangi potential loss pendapatan dari Ditjen Bea dan Cukai sebanyak Rp1,51 triliun.
(fjo)