Pentingnya Kekayaan Intelektual Bagi Pembangunan Ekonomi
A
A
A
JENEWA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Yasonna Laoly, menekankan pentingnya pendekatan yang seimbang terhadap sistem kekayaan intelektual (KI) global untuk pelindungan, pemajuan, dan pemanfaatan KI bagi pembangunan ekonomi nasional. Hal ini disampaikan pada saat Sidang Majelis Umum WIPO (World Intelectual Property Organization) di Jenewa, tanggal 24 September 2018, lalu.
Dijelaskan oleh Menkumham berbagai upaya modernisasi sistem KI Indonesia melalui Undang-Undang Paten, Hak Cipta, serta Merek dan Indikasi Geografis yang baru. "Hak seluruh komunitas lokal untuk memelihara, melindungi, dan mengembangkan kekayaan intelektual komunal atas warisan budaya, terutama kekayaan Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional, dan Ekspresi Budaya Tradisional," terang Menkumham Yasonna Laoly lewat keterangan resmi, Kamis (27/9/2018).
Untuk itu, Indonesia mendesak penyelesaian perundingan traktat internasional terkait di WIPO yang akan memberikan perlindungan KI terhadap kekayaan sumber daya genetik dan budaya Indonesia. Sambungnya, Menkumham menyampaikan fokus ke depan Indonesia adalah untuk melindungi hak-hak bagi artis dan penampil audio-visual (audiovisual performers) melalui rencana ratifikasi Beijing Treaty on Audiovisual Performances.
Sementara itu, Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO, dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib, dalam kapasitas nya sebagai Koordinator Kelompok Regional Asia, Pasifik dan Timur Tengah di WIPO, juga menegaskan pentingnya manfaat KI untuk pembangunan. Dalam pernyataan yang disampaikan mewakili 44 negara kelompok anggota WIPO tersebut, Dubes Hasan Kleib menekankan perlunya komitmen dari negara anggota WIPO untuk menjadikan pembangunan sebagai bagian tidak terpisahkan dari kegiatan WIPO.
"Negara berkembang memandang bahwa selama ini negara maju sering menilai KI semata-mata masalah perlindungan oleh negara berkembang, seperti terhadap pelanggaran hak cipta, merek dan paten. Sementara negara berkembang menegaskan pentingnya akses terhadap KI untuk menopang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan," ungkapnya.
Pada kesempatan pertemuan bilateral dengan Direktur Jenderal WIPO, Dr. Francis Gurry, Menteri Hukum dan HAM, yang didampingi Dubes Hasan Kleib, juga membahas kerja untuk menjadikan KI sebagai salah satu sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia melalui pemberdayaan perguruan tinggi, lembaga riset, serta para kreator dan inventor nasional.
Delegasi RI ke pertemuan ke-58 Sidang Majelis Umum WIPO di Jenewa, Swiss, yang berlangsung pada tanggal 24 September - 2 Oktober 2018 ini dipimpin langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly. Sidang dihadiri oleh 191 negara anggota WIPO dan lebih dari 250 NGOs, pertemuan tingkat tinggi ini sangat penting dan strategis untuk menentukan arah kebijakan WIPO sebagai organisasi internasional yang menangani Kekayaan Intelektual (KI) dan memiliki pengaruh strategis terhadap pengembangan sistem KI internasional.
Dijelaskan oleh Menkumham berbagai upaya modernisasi sistem KI Indonesia melalui Undang-Undang Paten, Hak Cipta, serta Merek dan Indikasi Geografis yang baru. "Hak seluruh komunitas lokal untuk memelihara, melindungi, dan mengembangkan kekayaan intelektual komunal atas warisan budaya, terutama kekayaan Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional, dan Ekspresi Budaya Tradisional," terang Menkumham Yasonna Laoly lewat keterangan resmi, Kamis (27/9/2018).
Untuk itu, Indonesia mendesak penyelesaian perundingan traktat internasional terkait di WIPO yang akan memberikan perlindungan KI terhadap kekayaan sumber daya genetik dan budaya Indonesia. Sambungnya, Menkumham menyampaikan fokus ke depan Indonesia adalah untuk melindungi hak-hak bagi artis dan penampil audio-visual (audiovisual performers) melalui rencana ratifikasi Beijing Treaty on Audiovisual Performances.
Sementara itu, Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO, dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa, Duta Besar Hasan Kleib, dalam kapasitas nya sebagai Koordinator Kelompok Regional Asia, Pasifik dan Timur Tengah di WIPO, juga menegaskan pentingnya manfaat KI untuk pembangunan. Dalam pernyataan yang disampaikan mewakili 44 negara kelompok anggota WIPO tersebut, Dubes Hasan Kleib menekankan perlunya komitmen dari negara anggota WIPO untuk menjadikan pembangunan sebagai bagian tidak terpisahkan dari kegiatan WIPO.
"Negara berkembang memandang bahwa selama ini negara maju sering menilai KI semata-mata masalah perlindungan oleh negara berkembang, seperti terhadap pelanggaran hak cipta, merek dan paten. Sementara negara berkembang menegaskan pentingnya akses terhadap KI untuk menopang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan," ungkapnya.
Pada kesempatan pertemuan bilateral dengan Direktur Jenderal WIPO, Dr. Francis Gurry, Menteri Hukum dan HAM, yang didampingi Dubes Hasan Kleib, juga membahas kerja untuk menjadikan KI sebagai salah satu sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia melalui pemberdayaan perguruan tinggi, lembaga riset, serta para kreator dan inventor nasional.
Delegasi RI ke pertemuan ke-58 Sidang Majelis Umum WIPO di Jenewa, Swiss, yang berlangsung pada tanggal 24 September - 2 Oktober 2018 ini dipimpin langsung oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly. Sidang dihadiri oleh 191 negara anggota WIPO dan lebih dari 250 NGOs, pertemuan tingkat tinggi ini sangat penting dan strategis untuk menentukan arah kebijakan WIPO sebagai organisasi internasional yang menangani Kekayaan Intelektual (KI) dan memiliki pengaruh strategis terhadap pengembangan sistem KI internasional.
(akr)