Produk Tak Terserap, Apindo Jabar Khawatir Industri Kolaps
A
A
A
BANDUNG - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) serta perang dagang antara AS dan China memberi efek negatif industri di Jawa Barat (Jabar).
Ketua Badan Pengurus Provinsi (BPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Widjaya mengatakan, sektor ini tidak mengalami pertumbuhan bisnis akibat kondisi dunia usaha global yang tidak menentu.
"Sekarang industri tidak mengalami pertumbuhan. Yang terjadi justru slow down," kata Deddy di Bandung, Selasa (16/10/2018).
Menurut dia, depresiasi rupiah dirasakan dunia industri dan usaha di Jabar. Penjualan melambat mengakibatkan produk menumpuk. Banyak produk tidak terserap pasar, baik domestik maupun ekspor.
Kondisi itu, kata dia, membuat pendapatan industri tersendat. Sementara, industri harus tetap beroperasi agar tetap bisa menggaji karyawan. Tidak terserapnya produk industri menyebabkan beban industri kian berat. Bila kondisi itu terus berlanjut, dia khawatir akan banyak industri kecil, sedang, dan besar yang kolaps.
Kondisi itu, kata Deddy paling terasa pada sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Berdasar informasi yang diperolehnya, ujar Dedy, 30% industri di Jabar bakal berhenti beroperasi di akhir 2018. Penyebabnya, harga bahan baku yang terus naik karena pengaruh depresiasi rupiah dan produk yang tidak terserap pasar.
"Akibat kondisi saat ini, ratusan ribu pekerja dibayangi PHK massal. Kami harap ada langkah-langkah konkret untuk menyelamatkan industri agar PHK massal tidak terjadi," imbuh Dedy.
Ketua Badan Pengurus Provinsi (BPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar Deddy Widjaya mengatakan, sektor ini tidak mengalami pertumbuhan bisnis akibat kondisi dunia usaha global yang tidak menentu.
"Sekarang industri tidak mengalami pertumbuhan. Yang terjadi justru slow down," kata Deddy di Bandung, Selasa (16/10/2018).
Menurut dia, depresiasi rupiah dirasakan dunia industri dan usaha di Jabar. Penjualan melambat mengakibatkan produk menumpuk. Banyak produk tidak terserap pasar, baik domestik maupun ekspor.
Kondisi itu, kata dia, membuat pendapatan industri tersendat. Sementara, industri harus tetap beroperasi agar tetap bisa menggaji karyawan. Tidak terserapnya produk industri menyebabkan beban industri kian berat. Bila kondisi itu terus berlanjut, dia khawatir akan banyak industri kecil, sedang, dan besar yang kolaps.
Kondisi itu, kata Deddy paling terasa pada sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Berdasar informasi yang diperolehnya, ujar Dedy, 30% industri di Jabar bakal berhenti beroperasi di akhir 2018. Penyebabnya, harga bahan baku yang terus naik karena pengaruh depresiasi rupiah dan produk yang tidak terserap pasar.
"Akibat kondisi saat ini, ratusan ribu pekerja dibayangi PHK massal. Kami harap ada langkah-langkah konkret untuk menyelamatkan industri agar PHK massal tidak terjadi," imbuh Dedy.
(fjo)