Pengamat: Bangun PLTN Berisiko dan Butuh Biaya Tinggi
A
A
A
JAKARTA - Wacana pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di dalam negeri dinilai perlu dikaji ulang. Selain butuh biaya tinggi, posisi Indonesia yang berada di cincin api pasifik (Pacific ring of fire) juga menimbulkan risiko tersendiri.
Dari sisi ekonomi, pengamat dan praktisi energi Herman Darnel Ibrahim mengatakan bahwa biaya investasi untuk membangun PLTN sangat mahal. Tingginya biaya pembangunan PLTN tersebut menurutnya bisa membebani ekonomi Indonesia.
"Menurut penelitian saya, membangun PLTN itu mahal dan biaya operasinya juga mahal, karena itu wacana membangun PLTN itu harus dipikirkan ulang," ujarnya dalam diskusi "Pro-Kontra Penggunaan Energi Nuklir di Indonesia" di Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Herman mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan listrik, Indonesia masih bisa mengandalkan batu bara dan gas alam yang lebih ekonomis dibandingkan energi nuklir. Sumber daya batu bara maupun gas yang dimiliki Indonesia pun terbilang tinggi.
"Indonesia memiki sumber daya alam yang banyak sekali seperti batu bara, gas alam, yang harga lebih murah dibandingkan harus menggunakan nuklir," tandasnya.
Herman pun menyinggung risiko bencana alam yang dapat menimbulkan kerusakan pada PLTN. Gempa dan tsunami di Palu dan Donggala baru-baru ini menurutnya harus menjadi pertimbangan sebelum merealisasikan pembangunan PLTN.
"Indonesia terletak di ring of fire yang mana banyak bencana alam yang terjadi, itu cukup membahayakan PLTN. Bila terjadi kebocoran radiasi nuklir, itu bisa sangat berdampak pada masyarakat umum," cetusnya.
Di luar itu, Herman menyinggung kemungkinan penolakan dari negara-negara tetangga terdekat seperti Singapura, Malaysia dan Australia.
"Intinya banyak hal yang harus dipertinbangkan dan yang paling utama adalah keselamatan masyarakat. Itu kenapa PLTN adalah pilihan terakhir," pungkasnya.
Dari sisi ekonomi, pengamat dan praktisi energi Herman Darnel Ibrahim mengatakan bahwa biaya investasi untuk membangun PLTN sangat mahal. Tingginya biaya pembangunan PLTN tersebut menurutnya bisa membebani ekonomi Indonesia.
"Menurut penelitian saya, membangun PLTN itu mahal dan biaya operasinya juga mahal, karena itu wacana membangun PLTN itu harus dipikirkan ulang," ujarnya dalam diskusi "Pro-Kontra Penggunaan Energi Nuklir di Indonesia" di Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Herman mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan listrik, Indonesia masih bisa mengandalkan batu bara dan gas alam yang lebih ekonomis dibandingkan energi nuklir. Sumber daya batu bara maupun gas yang dimiliki Indonesia pun terbilang tinggi.
"Indonesia memiki sumber daya alam yang banyak sekali seperti batu bara, gas alam, yang harga lebih murah dibandingkan harus menggunakan nuklir," tandasnya.
Herman pun menyinggung risiko bencana alam yang dapat menimbulkan kerusakan pada PLTN. Gempa dan tsunami di Palu dan Donggala baru-baru ini menurutnya harus menjadi pertimbangan sebelum merealisasikan pembangunan PLTN.
"Indonesia terletak di ring of fire yang mana banyak bencana alam yang terjadi, itu cukup membahayakan PLTN. Bila terjadi kebocoran radiasi nuklir, itu bisa sangat berdampak pada masyarakat umum," cetusnya.
Di luar itu, Herman menyinggung kemungkinan penolakan dari negara-negara tetangga terdekat seperti Singapura, Malaysia dan Australia.
"Intinya banyak hal yang harus dipertinbangkan dan yang paling utama adalah keselamatan masyarakat. Itu kenapa PLTN adalah pilihan terakhir," pungkasnya.
(fjo)