Konflik Bumigas-Geo Dipa Jadi Preseden Buruk Pengembangan Panas Bumi

Sabtu, 20 Oktober 2018 - 14:40 WIB
Konflik Bumigas-Geo...
Konflik Bumigas-Geo Dipa Jadi Preseden Buruk Pengembangan Panas Bumi
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, sengketa hukum antara PT Geo Dipa Energi (Persero) dan PT Bumigas Energi terkait dengan kontrak pengembangan PTLP Dieng dan Patuha, memberikan preseden buruk bagi pengembangan panas bumi dan menghambat program penyediaan listrik nasional.

Dia menilai, putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan pembatalan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) terkait kasus tersebut tidak tepat dan berpotensi merugikan negara.

Menurutnya, Bumigas tak memiliki hak untuk meminta ganti rugi atau melanjutkan kontrak dengan Geo Dipa karena telah terbukti gagal memenuhi ketentuan kontrak.

Dampak dibatalkannya Putusan BANI No.922/2017 adalah Bumigas meminta membayar ganti rugi sebesar Rp5 triliun sebagaimana gugatannya di PN Jakarta Selatan. Bumigas pun meminta Geo Dipa menyerahkan aset PLTP Patuha Unit 1 senilai Rp2,5 triliun kepada Bumigas.

"Padahal PLTP ini sudah dibangun sendiri oleh Geo Dipa melalui pinjaman dari BNI. Tentu saja keputusan PN Jaksel di atas sangat pantas dicurigai sarat KKN, karena bukan saja absurd, tidak masuk akal, tetapi juga dengan vulgar melegalkan upaya perampokan aset negara," katanya di Jakarta, Sabtu (20/10/2018).

Dia menjelaskan, Bumigas terbukti telah gagal memenuhi ketentuan kontrak, gagal menyediakan dana proyek, melakukan kriminalisasi dan berbohong memiliki rekening di HSBC Hongkong (rekening fiktif-red).

Karena didukung dan terlibat KKN dengan oknum-oknum penguasa, Bumigas leluasa menjalankan agenda bisnis dan mempengaruhi lembaga-lembaga pengadilan, sehingga putusan-putusan BANI dan MA yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat pun dapat dianulir.

Adapun Putusan BANI No.922/2017 pada 30 Mei 2018 menyatakan Bumigas gagal menyediakan dana sesuai ketentuan Pasal 55 Kontrak dan menyatakan Kontrak dinyatakan berakhir terhitung 30 Mei 2018. Namun, Bumigas kemudian kembali mengajukan permohonan (ketiga) pembatalan Putusan BANI No.922/2017 kepada PN Jakarta Selatan pada 4 September 2018.

Lebih jauh, IRESS melihat bahwa oknum-oknum hakim pada lembaga-lembaga pengadilan yang menangani kasus ini mengidap moral hazard yang justru terpengaruh dengan upaya KKN yang dilakukan Bumigas.

"Dengan begitu, keputusan yang diambil justru memihak kepada yang salah dan yang gagal memenuhi kewajiban kontrak. Keputusan lembaga-lembaga pengadilan tersebut bukan saja telah menghambat proyek pembangunan kelistrikan nasional, tetapi juga berpotensi merugikan negara triliunan rupiah," tegasnya.

Oleh karena itu, Marwan mendesak agar pemerintah dan DPR turun tangan menyelesaikan kasus ini. Potensi kerugian negara jika Geo Dipa menyerahkan PLTP Patuha Unit 1 kepada Bumigas mencapai Rp2,4 triliun. Salah satu upaya kriminalisasi Bumigas terhadap Geo Dipa adalah terkait perizinan hak pengusahaan SDA panas bumi rezim lama yang dianggap tidak sah dan ilegal.

Padahal menurut aturan yang berlaku, izin pengelolaan pengusahaan panas bumi rezim lama berupa kuasa pengusahaan jelas diakui oleh hukum Indonesia, seperti yang dijalankan oleh Pertamina Geothermal Energi (PGE) dalam mengelola 14 wilayah kerja PLTP.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6967 seconds (0.1#10.140)