Inalum Garap Proyek-Proyek Besar Hilirisasi Pertambangan
A
A
A
JAKARTA - Holding industri pertambangan PT Inalum (Persero) mendorong terwujudnya hilirisasi produk sektor pertambangan dengan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk merealisasikan proyek-proyek besar bernilai lebih dari USD10 miliar atau sekitar Rp150 triliun
Beberapa kerja sama dengan BUMN dan pihak swasta telah ditandatangani dan siap berjalan. Sejumlah proyek hilirisasi yang tengah dan sudah bergulir di antaranya di segmen aluminium, bauksit dan batu bara.
"Mendorong hilirisasi produk tambang merupakan salah satu dari tiga mandat Holding Pertambangan. Beberapa proyek besar ini merupakan langkah nyata kami dalam mendukung terjadinya nilai tambah produk di sektor tambang dan upaya mendukung penghematan devisa negara," ujar Direktur Utama Inalum Budi G Sadikin dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Minggu (28/10/2018).
Inalum saat ini sedang dalam proses mengembangkan sayap ke Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, untuk mendirikan pabrik aluminium primer dengan kapasitas 500 kiloton per annum beserta pembangkit listrik tenaga air dengan memanfaatkan sungai Kayan. Dengan nilai proyek sebesar USD6 miliar, ekspansi ke provinsi ini diharapkan dapat dimulai di tahun depan.
Inalum bersama anggota Holding Pertambangan PT Antam Tbk dan produsen alumina terbesar kedua di dunia Aluminum Corporation of China Ltd (CHALCO) akan bekerja sama membangun pabrik pemurnian untuk memproses bauksit menjadi alumina, yang merupakan bahan baku utama untuk membuat aluminium ingot. Inalum sendiri merupakan produsen aluminium ingot satu-satunya di Indonesia.
Konstruksi proyek yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, ini dilakukan dalam dua tahap dengan total kapasitas produksi 2 juta metrik ton alumina. Investasi untuk membangun pabrik tahap 1 tersebut diperkirakan sekitar USD850 juta dan di targetkan mulai produksi pada 2021.
Anggota Holding Pertambangan lainnya, PT Bukit Asam Tbk, akan berkolaborasi dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk untuk mengkonversi batu bara muda menjadi syngas yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai bahan bakar, urea sebagai pupuk, dan polypropylene sebagai bahan baku plastik.
Pabrik pengolahan gasifikasi batu bara direncanakan mulai beroperasi pada November 2022. Diharapkan produksi dapat memenuhi kebutuhan pasar sebesar 500.000 ton per tahun, 400.000 ton DME per tahun dan 450.000 ton polypropylene per tahun.
Dengan target pemenuhan kebutuhan sebesar itu, diperkirakan kebutuhan batu bara sebagai bahan baku akan sebesar 9 juta ton per tahun, termasuk untuk mendukung kebutuhan batu bara bagi pembangkit listriknya. Nilai keseluruhan proyek tersebut diperkirakan lebih dari USD3 miliar.
Holding Pertambangan juga menjadi salah satu tulang punggung negara dalam mendulang devisa dari hasil ekspor dan mengurangi ketergantungan bahan baku dari impor. Holding Pertambangan memperkirakan penjualan hasil ekspor hingga 2018 sebesar USD2,51 miliar atau sekitar Rp37 triliun. Adapun hingga Agustus 2018, telah terealisasi USD1,57 miliar atai 62,5% dari proyeksi.
Beberapa kerja sama dengan BUMN dan pihak swasta telah ditandatangani dan siap berjalan. Sejumlah proyek hilirisasi yang tengah dan sudah bergulir di antaranya di segmen aluminium, bauksit dan batu bara.
"Mendorong hilirisasi produk tambang merupakan salah satu dari tiga mandat Holding Pertambangan. Beberapa proyek besar ini merupakan langkah nyata kami dalam mendukung terjadinya nilai tambah produk di sektor tambang dan upaya mendukung penghematan devisa negara," ujar Direktur Utama Inalum Budi G Sadikin dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Minggu (28/10/2018).
Inalum saat ini sedang dalam proses mengembangkan sayap ke Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, untuk mendirikan pabrik aluminium primer dengan kapasitas 500 kiloton per annum beserta pembangkit listrik tenaga air dengan memanfaatkan sungai Kayan. Dengan nilai proyek sebesar USD6 miliar, ekspansi ke provinsi ini diharapkan dapat dimulai di tahun depan.
Inalum bersama anggota Holding Pertambangan PT Antam Tbk dan produsen alumina terbesar kedua di dunia Aluminum Corporation of China Ltd (CHALCO) akan bekerja sama membangun pabrik pemurnian untuk memproses bauksit menjadi alumina, yang merupakan bahan baku utama untuk membuat aluminium ingot. Inalum sendiri merupakan produsen aluminium ingot satu-satunya di Indonesia.
Konstruksi proyek yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, ini dilakukan dalam dua tahap dengan total kapasitas produksi 2 juta metrik ton alumina. Investasi untuk membangun pabrik tahap 1 tersebut diperkirakan sekitar USD850 juta dan di targetkan mulai produksi pada 2021.
Anggota Holding Pertambangan lainnya, PT Bukit Asam Tbk, akan berkolaborasi dengan PT Pertamina (Persero), PT Pupuk Indonesia (Persero), dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk untuk mengkonversi batu bara muda menjadi syngas yang merupakan bahan baku untuk diproses lebih lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai bahan bakar, urea sebagai pupuk, dan polypropylene sebagai bahan baku plastik.
Pabrik pengolahan gasifikasi batu bara direncanakan mulai beroperasi pada November 2022. Diharapkan produksi dapat memenuhi kebutuhan pasar sebesar 500.000 ton per tahun, 400.000 ton DME per tahun dan 450.000 ton polypropylene per tahun.
Dengan target pemenuhan kebutuhan sebesar itu, diperkirakan kebutuhan batu bara sebagai bahan baku akan sebesar 9 juta ton per tahun, termasuk untuk mendukung kebutuhan batu bara bagi pembangkit listriknya. Nilai keseluruhan proyek tersebut diperkirakan lebih dari USD3 miliar.
Holding Pertambangan juga menjadi salah satu tulang punggung negara dalam mendulang devisa dari hasil ekspor dan mengurangi ketergantungan bahan baku dari impor. Holding Pertambangan memperkirakan penjualan hasil ekspor hingga 2018 sebesar USD2,51 miliar atau sekitar Rp37 triliun. Adapun hingga Agustus 2018, telah terealisasi USD1,57 miliar atai 62,5% dari proyeksi.
(fjo)