Mencetak Sumber Daya Manusia Berdaya Saing Unggul

Senin, 29 Oktober 2018 - 10:10 WIB
Mencetak Sumber Daya Manusia Berdaya Saing Unggul
Mencetak Sumber Daya Manusia Berdaya Saing Unggul
A A A
Pemerintah terus mencetak sumber daya manusia (SDM) andal dalam rangka mendukung daya saing nasional. Langkah yang dilakukan dengan mencetak tenaga-tenaga terampil melalui pelatihan-pelatihan, termasuk pendidikan vokasi yang dilakukan oleh sejumlah kementerian.

Bagaimana pemerintah merumuskan kebijakan mengenai sumber daya manusia yang siap pakai dan terampil? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang PS Brodjonegoro belum lama ini.

Bagaimana kondisi riil sumber daya manusia di Indonesia, khususnya tenaga kerja terdidik, terlatih dan tidak terdidik, serta bagaimana kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi?

Kontribusi SDM Indonesia, khususnya tenaga kerja, terus mengalami peningkatan. Rata-rata produktivitas tenaga kerja Indonesia meningkat dari Rp17,42 juta per orang pada 2014 menjadi Rp19,66 juta per orang pada 2018.

Dalam kurun waktu 2010-2015, laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja Indonesia hampir setara dengan Kamboja, Vietnam, dan Filipina. Meskipun produktivitas tenaga kerja terus mengalami peningkatan, secara nominal Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia.

Rendahnya tingkat produktivitas tersebut salah satunya disebabkan tingkat keahlian dan pendidikan tenaga kerja yang masih rendah. Apabila dilihat dari tingkat keahlian, struktur pekerja Indonesia masih didominasi pekerja berkeahlian rendah.

Dari tingkat pendidikannya sendiri, kalsifikasi pekerja berkeahlian yang Anda sebutkan tadi seperti apa?

Pekerja di sektor pertanian dan manufaktur sebagian besar berkeahlian rendah, sedangkan sektor jasa menciptakan lapangan kerja yang cenderung membutuhkan keahlian menengah tinggi.

Jika dilihat dari tingkat pendidikannya, berdasarkan data Sakernas Februari 2018, tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia saat ini masih didominasi lulusan SMP ke bawah (+ 60%), disusul dengan lulusan SMA/SMK (29,07%), sedangkan lulusan perguruan tinggi hanya sekitar 12,17%.

Indonesia memiliki modal bonus demografi yang besar yang diprediksi puncaknya pada 2030. Capaian apa yang telah dilakukan Bappenas menyiapkan dan merumuskan terciptanya SDM andal sejak dini dalam empat tahun terakhir?

Indonesia terus mengalami perubahan demografi yang cepat dan akan membawa Indonesia pada windows of opportunity di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) terus meningkat dan mencapai puncak pada sekitar 2030.

Peningkatan jumlah penduduk usia produktif merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi akibat adanya konsumsi yang tinggi, peningkatan investasi, produktivitas, dan penurunan angka ketergantungan.

Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan SDM andal sejak dini, antara lain peningkatan pemerataan dan perluasan akses pendidikan melalui penyediaan bantuan operasional di semua jenjang pendidikan untuk mengurangi beban masyarakat dalam menanggung biaya pendidikan di sekolah.

Kemudian, peningkatan ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, khususnya di wilayah terjauh, terpencil, dan perbatasan, serta banyak lagi, seperti peningkatan kompetensi guru, perbaikan gizi serta pemerataan akses fasilitas kesehatan.

Pemerintah mengklaim telah menurunkan tingkat pengangguran. Bisa dijelaskan?


Selama hampir empat tahun, pemerintah telah berhasil menurunkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) dari 5,81% (2015) menjadi 5,13% pada Februari 2018. Penurunan ini sejalan dengan terciptanya lapangan kerja baru dengan rata-rata melebihi 2 juta setiap tahunnya.

Capaian TPT tersebut merupakan angka terendah sejak krisis ekonomi 1997-1998. Pada 2019, pemerintah menargetkan penurunan TPT menjadi 4,8-5,2% dan target penciptaan lapangan kerja sebanyak 2,6-2,9 juta lapangan kerja.

Sejumlah kementerian memiliki program menciptakan tenaga kerja terampil. Bagaimana rumusan dari Bappenas dan koordinasinya dengan kementerian lain?

Upaya menciptakan tenaga kerja terampil dilakukan oleh berbagai kementerian/lembaga, misalnya melalui kegiatan pelatihan dan sertifikasi. Dalam rangka terwujudnya koordinasi pelaksanaan program/kegiatan tersebut dan tercapainya target pemerintah, Bappenas menyusun rencana kerja pemerintah (RKP) dengan pendekatan perencanaan dan penganggaran yang bersifat tematik, holistik, dan spasial.

Sifat integratif merupakan cerminan dari adanya keterpaduan pelaksanaan perencanaan yang salah satunya dilihat dari integrasi peran berbagai kementerian/lembaga. Sebagai contoh pada RKP 2019, upaya menciptakan tenaga kerja terampil berada pada satu Program Prioritas Percepatan Peningkatan Keahlian Tenaga Kerja yang di dalamnya terdiri dari berbagai kegiatan prioritas.

Saat ini eranya digital teknologi. Sejauh mana peran Bappenas menciptakan SDM yang berbasis digital teknologi?

Pada 2018 Bappenas telah melakukan kajian mengenai transformasi struktur tenaga kerja dalam menghadapi era digital. Kajian tersebut disusun berdasarkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui publikasi data oleh BPS (Sakernas dan Susenas), serta studi literatur dari berbagai hasil penelitian lembaga nasional ataupun internasional (McKinsey, World Bank, ILO, dll).

Hasilnya, telah terjadi transformasi struktur tenaga kerja selama 10 tahun terakhir dari sektor pertanian ke sektor jasa, sementara pangsa pekerja industri manufaktur cenderung stagnan.

Tingginya proporsi pekerja formal pada sektor jasa salah satunya disebabkan oleh pesatnya perkembangan ekonomi digital yang mampu menyediakan alternatif lapangan kerja formal, seperti jasa kurir dan angkutan online serta jasa perdagangan.

Di sektor infrastruktur, tenaga kerja saat ini membutuhkan pengakuan dalam hal sertifikasi. Langkah apa yang dilakukan oleh Bappenas terkait menciptakan tenaga kerja bersertifikasi di sektor ini?

Pemerintah juga telah memberikan perhatian lebih terhadap penyiapan SDM berkualitas di sektor infrastruktur, khususnya pelaksanaan sertifikasi kompetensi tenaga kerja.

Sebagai contoh, pada RKP tahun 2019, pemerintah telah menargetkan sertifikasi kompetensi sebanyak 1 juta orang dengan target sertifikasi untuk Kementerian Kominfo (12.000), Kementerian PUPR (13.000), dan Kementerian Perhubungan (386.000). Target ini bahkan lebih dari apa yang ditargetkan dalam RPJMN 2015-2019.

Untuk mempermudah pencapaian target tersebut, Bappenas bekerja sama dengan Pemerintah Australia (Program KOMPAK) bersama dengan pemangku kepentingan terkait lainnya sedang menyusun Peta Okupasi Nasional dalam Kerangka Kualifikasi Nasional (KKNI) di 11 bidang strategis. Peta Okupasi disusun untuk memetakan jenis-jenis jabatan/okupasi/profesi yang ada di berbagai sektor/subsektor bidang industri.

Tidak semua tenaga kerja di Indonesia bisa diserap pemberi kerja atau perusahaan. Mengatasi hal ini perlu pengembangan UKM. Apa yang dilakukan Bappenas ke arah sana?

Pemerintah menyadari bahwa pilihan bekerja tidak terbatas pada bekerja di perusahaan. SDM Indonesia, terutama kaum muda, juga memiliki potensi kewirausahaan yang cukup besar. Tingkat keinginan masyarakat untuk berwirausaha di Indonesia sebesar 28,14%, lebih tinggi dari rata-rata global 21,66% dan regional 27,04% (Global Entreprenurship Monitor, 2017).

Namun, kondisi saat ini menunjukkan masih terdapat tantangan dalam pengembangannya, misalnya mayoritas wirausaha di Indonesia berskala mikro atau 98,7% dari total jumlah usaha (2017) dan skema pembiayaan yang ada belum bisa memenuhi kebutuhan pendanaan wirausaha secara optimal. Terobosannya kita lakukan melalui skema kemitraan.

Transfer knowledge menjadi jargon setiap ada investasi yang masuk ke RI yang dibarengi SDM asing ke sebuah project . Sejauh mana ini berjalan? Model pengawasannya seperti apa?

Tingginya jumlah tenaga kerja asing (TKA) yang masuk di suatu wilayah biasanya sejalan dengan proses konstruksi suatu proyek yang merupakan investasi asing. Pekerjaan yang dilakukan biasanya adalah pekerjaan yang membutuhkan keahlian tertentu dan mampu menggunakan bahasa asing tertentu.

Biasanya sebagian besar berkaitan dengan pemasangan mesin dan bersifat sementara kurang dari 6 bulan. Setelah proses konstruksi selesai, pekerjaan operasional yang keahliannya dapat dipenuhi oleh pekerja lokal harus diisi oleh pekerja lokal.

Pengawasan terhadap pelaksanaan alih pengetahuan dan syarat-syarat penggunaan TKA lainnya dilakukan melalui pengawasan gabungan antara pengawas ketenagakerjaan dan pengawas keimigrasian serta instansi lainnya termasuk pemerintah daerah.

Pengawasan dilakukan baik secara preventif dalam bentuk edukasi dan pembinaan kepada perusahaan maupun secara represif dalam bentuk pemberian sanksi.

Apa catatan Bappenas mengenai tantangan menciptakan SDM andal ke depan di Indonesia?

Secara garis besar, pembangunan SDM khususnya tenaga kerja masih menghadapi tantangan besar. Beberapa tantangan ketenagakerjaan tersebut, antara lain masih tingginya mismatch antara kebutuhan dan ketersediaan keterampilan tenaga kerja, kebutuhan pekerja berketerampilan menengah-tinggi yang cukup besar (90% pada 2045) dan perkembangan teknologi digital dan otomatisasi yang menimbulkan potensi disrupsi dan jenis pekerjaan baru.

Kemudian belum optimalnya proses perpindahan pekerja di pasar kerja, isu lainnya yang berkaitan dengan kesetaraan dalam bekerja (gender gap), penganggur usia muda, dan perlindungan pekerja migran.

Untuk menjawab tantangan menciptakan SDM andal ke depan, maka arah kebijakannya adalah mau tidak mau harus terus melakukan pembangunan SDM yang berkualitas dan berdaya saing.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5941 seconds (0.1#10.140)