Harga Pakan Ternak Dibayangi Keterbatasan Stok Jagung

Kamis, 01 November 2018 - 15:18 WIB
Harga Pakan Ternak Dibayangi Keterbatasan Stok Jagung
Harga Pakan Ternak Dibayangi Keterbatasan Stok Jagung
A A A
JAKARTA - Peternak ayam petelur mengeluhkan, ketersediaan jagung dan peningkatan harga di pasaran mempengaruhi harga pakan ternak. Apabila terus terjadi, dicemaskan bakal membuat krisis pasokan jagung untuk pakan.

"Kami meminta DPR untuk melakukan evaluasi kinerja pemerintah soal jagung. Keberadaan stok jagung berapa, dibandingkan kebutuhan berapa, serta produksi kita per bulan berapa. Cadangan tidak ada, Bulog kan tidak ngumpulin jagung," ungkap Presiden Peternak Layer (ayam petelur) Nasional, Ki Musbar Mesdi di Jakarta.

Harga jagung yang mencapai harga Rp5.300/kg menjadi indikasi minimnya ketersediaan. Sementara, kebutuhan jagung untuk bahan pakan ternak sangatlah tinggi, mencapai 780 ribu ton per bulan.

Dirinya memprediksi, dalam kurun waktu bulan Desember hingga Maret mendatang, akan terjadi kekurangan stok jagung. Kondisi cuaca yang terjadi belakangan ini telah mempengaruhi hasil produksi dan pola tanam. "Ini mempertaruhkan nasib 1,8 juta pelaku peternak unggas. Nasibnya mau dikemanakan?" tegasnya.

Lebih jauh dia juga mempertanyakan tidak adanya antisipasi yang dilakukan oleh Kementan, terkait siklus tingginya harga jagung pada periode Juli-September, yang disebabkan karena minimnya suplai. Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman di kesempatan berbeda, mengatakan hal senada.

Ia menduga pemerintah akan melakukan impor bahan baku pakan ternak, sebagai solusi. Namun, ia tetap berharap komoditi yang diimpor adalah jagung, bukan gandum. “Pemerintah keliatannya akan mengijinkan impor ‘feed wheat’. Namun menurut saya daripada impor ‘feed wheat’ lebih baik impor jagung. Karena ‘wheat’ atau gandum kan tidak bisa ditanam di Indonesia,” ujarnya.

Secara tidak langsung, kata dia sejak dihentikannya impor jagung untuk pakan, maka pabrik pakan ternak berusaha keras mengurangi ketergantungan terhadap jagung. Peternak ayam, baik layer (petelur) atau broiler (pedaging), beralih ke subtitusi lain seperti gandum dan produk dari pengolahan gandum.

Sudirman juga khawatir akhir tahun ini, hingga awal tahun depan, mahalnya harga jagung akan terus memburuk, alias harga makin tinggi. Ia mengatakan, konsumen ayam dan telur lebih memilih daging ayam yang kakinya berwarna kuning. Lalu juga telur yang warna kuningnya lebih terang.

""Kalau pakan jagung udah alami warnanya kuning. Kalau pakai gandum, ayam kakinya putih, kita harus tambah zat aditif, itu harganya mahal juga," tuturnya lagi

Terhadap kondisi ini, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy menyatakan, sudah sewajarnya pemerintah juga fokus untuk membenahi data jagung nasional. “Ketika data salah, maka kebijakan yang dikeluarkan menjadi tidak efektif. Salah satu contoh dimana data pangan Indonesia tidak akurat dan berpengaruh terhadap kebijakan Indonesia adalah pada tahun 2015 dimana pemerintah memutuskan untuk membatasi impor dengan alasan suplai jagung mencukupi," urai Imelda.

Pada kenyataannya, begitu impor jagung ditutup, para pengusaha beralih untuk mengimpor gandum sebagai pengganti jagung. Logikanya, terang dua ketika data Kementan sudah benar, seharusnya tidak ada pengalihan penggunaan komoditas seperti ini.

Sebaliknya, Kementerian Pertanian menyanggah keterbatasan pasokan jagung di pasar. Kementerian ini menilai hasil panen lokal mencukupi, termasuk untuk kebutuhan pakan ternak. Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menuturkan, masalah terjadi pada distribusi jagung. Lantaran sentra produksi jagung berjauhan dengan tempat produksi pakan ternak sehingga mempengaruhi harga jagung.

“ini yang kita harapkan ke depan, industri pakan itu bisa enggak mendekat kepada sentra produksi jagung. Sehingga itu akan memudahkan distribusinya nanti,” tutur Agung, Rabu (31/10).

Agung menukas, urusan distribusi pangan termasuk jagung bukan hanya menjadi tanggung jawab Kementan, melainkan kementerian lain. Seperti Kementerian Perdagangan, PUPR, hingga Kementerian Perhubungan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9150 seconds (0.1#10.140)