Data Stok Jagung Disebut Tak Valid, Pataka Minta BPS Turun Tangan

Kamis, 30 September 2021 - 14:15 WIB
loading...
Data Stok Jagung Disebut...
Data jagung yang tidak valid dinilai menjadi penyebab timbulnya gejolak harga yang memberatkan para peternak unggas. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menyatakan bahwa bahwa polemik harga jagung tidak lepas dari sengkarut data yang disajikan oleh Kementerian Pertanian ( Kementan ). Pataka menyebut tak akuratnya data terlihat dari data jagung tahun 2018-2021 dimana stok akhir (ending stock) untuk tahun sebelumnya dan stok awal (beginning stock) tahun berikutnya selalu tidak sama.

"Beginning stock di awal tahun selalu tidak sama. Karena itu perlu validasi data prognosa jagung. Karena kalau data prognosa jagung kurang valid dapat menyebabkan kebijakan pemerintah keliru," ujar Ketua Pataka Ali Usman dalam webinar di Jakarta, Kamis(30/9/2021).



Data jagung, lanjut Ali, juga terkait dengan perubahan luas lahan untuk tanam jagung dari tahun ketahun. Sebab, tingkat keberhasilan panen sangat tergantung pada musim dan pupuk yang tersedia. "Perubahan data jagung harus dikonfirmasi ketika ada bencana alam menimpa seperti di NTB dan NTT yang selama ini menjadi sentra jagung," terangnya.

Ketidakakuratan data itu menjadi masalah saat harga jagung meroket menyebabkan industri peternakan menjerit. dia mencontohkan saat kebutuhan industri peternakan diperkirakan mencapai 19 juta ton per tahun, sedangkan prognosis jagung mencapai 22 juta ton di tahun 2021. "Artinya Kementan mengklaim surplus 3 juta ton. Kalau memang surplus, seharusnya harga jagung stabil," kata Ali.

Untuk itu, Pataka menyarankan Kementan untuk menyerahkan data mentah jagung kepada BPS (Badan Pusat Statistik). Hal ini, kata Ali, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo sehingga diharapkan terdapat satu data bidang pertanian.

"BPS bersama pihak Kementan menghitung luas lahan potensi melalui Kerangka Sampel Area (KSA) seperti beras yang juga telah direvisi. Juga BPS dapat menghitung faktor produksi melalui pendekatan kualitas bantuan bibit, bantuan pupuk hingga potensi produksi jagung berdasarkan cuaca dan iklim. Sehingga produksi atau suplai jagung lokal dapat ditentukan dalam negeri berapa," ujarnya.

Dengan begitu, kata dia, jika memang produksi melimpah maka data akan bicara dengan sendirinya. "Kalau memang jagung kurang ya silahkan mau tingkatkan produksi dalam negeri atau impor," tambahnya.

Dia berharap BPS segera mengambil langkah untuk menghitung data jagung sementara, karena untuk menunggu Sensus Tani 2023 masih terlalu lama. Ali menilai BPS dapat menganalisa jagung melalui angka produksi tahun 2010-2015. Pasalnya, BPS tidak merilis data jagung sejak Kementan menyatakan produksi jagung meningkat sejak 2015. Kementan mengklaim produksi jagung dalam negeri meningkat 19,61 juta ton (2015), 23,58 juta ton (2016) dan 28,92 juta ton (2017) hingga tembus 30 juta ton (2018). Padahal menurut BPS, impor melonjak 6,77 juta ton (2015) dan melonjak tajam 9,77 juta ton di tahun berikutnya (2016).



Untuk solusi jangka panjang, Pataka menyarankan pemerintah segera menerbitkan regulasi "Stabilisasi Harga Industri Perunggasan". Gejolak industri perunggasan tidak hanya dirasakan peternak layer tetapi peternak mandiri broiler (ayam pedaging) juga mengalami yang sama.

Harga pakan tinggi karena harga jagung selalu melonjak di atas Permendag Rp4.500 per kg. Pemerintah dapat menghitung ulang HPP jagung di petani, HPP pakan untuk ternak broiler dan layer. Kementan dan Kemendag diharapkan bersinergi untuk melahirkan regulasi stabilitas harga jagung, telur dan ayam.

"Yang penting petani peternak dapat menikmati keuntungan dalam berusaha, mereka saling ketergantungan. Jangan sampai saling menekan harga. Jika harga jagung melambung karena broker, silahkan pemerintah bertindak untuk menghapus rantai distribusi yang sangat panjang," tegasnya.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1727 seconds (0.1#10.140)