BI Tegaskan Rasio Kredit Bermasalah Perbankan Masih Terjaga

Kamis, 01 November 2018 - 21:01 WIB
BI Tegaskan Rasio Kredit...
BI Tegaskan Rasio Kredit Bermasalah Perbankan Masih Terjaga
A A A
MEDAN - Bank Indonesia (BI) menyatakan, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan per Agustus 2018 terjaga di angka 2,74%. Risiko kredit bermasalah (NPL) di sebagian besar wilayah Indonesia pun terjaga pada level yang sehat, tidak melebihi 5%.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Retno Ponco Windarti mengatakan, sektor konstruksi, perdagangan, dan pertambangan merupakan sektor dengan rasio NPL Gross tertinggi dimana masing-masing memiliki NPL sebesar 4,29%, 4,20% dan 4,11%.

"Sementara secara year to date (ytd), nominal NPL terutama bersumber dan sektor lain-lain sebesar 4%, perdagangan sebesar 3%, jasa dunia usaha sebesar 2,5%, dan konstruksi sebesar 2,8%," kata Retno di Medan, Sumatera Utara, Kamis (1/11/2018).

Jika dirinci berdasarkan wilayah, per Agustus 2018 NPL yang masih tercatat cukup tinggi berada di Kalimantan Timur sebesar 5,7%. "Hal tersebut sejalan dengan peningkatan risiko kredit akibat menurunnya kinerja di sektor pertambangan," ungkap dia.

Selanjutnya adalah di Kepri sebesar 3,8%, Jambi sebesar 3,2%, Papua sebesar 3,9%, dan Sulawesi Selatan sebesar 4,8%. Sementara rasio NPL di DKI Jakarta masih berada di angka 2,1%.

Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS Ferdinand Dwikoraja Purba menilai, rasio NPL yang berada di kisaran 2,7% menunjukkan bahwa NPL perbankan masih terkendali. "NPL sebesar 2,7% masih terkendali, diikuti kualitas tata kelola regulasi dan pengawasan sektor perbankan yang prudent," tambah Ferdinand.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, industri perbankan Indonesia menjadi salah satu industri perbankan paling kuat dan menguntungkan jika dibandingkan negara lain. Bukan hanya di Asia, imbuh dia, tetapi juga di tataran global.

Namun demikian, industri perbankan Indonesia masih mamiliki banyak tantangan, salah satunya dalam pengelolaan likuditas ditengah persaingan mengejar pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK). "Baik antarbank maupun kelompok bank menujukkan persaingan dan itu sangat terlihat," ungkap dia.
Maka dari itu, dengan merespon perkembangan terakhir LPS memutuskan untuk menaikkan suku bunga penjaminan dalam rupiah di Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masing masing sebesar 25 basis poin (bps). Sementara untuk valuta asing (valas) pada bank umum tidak mengalami perubahan.
Tantangan selanjutnya yakni peningkatan kinerja di tengah meningkatnya biaya operasional dan persaingan bisnis. Menurut dia, persaingan bisnis tidak hanya bersumber dari keuangan tetapi juga potensial kehadiran industri fintech.

Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, hingga akhir tahun 2018 proyeksi NPL masih akan berada di bawah 3%. Menurut dia, bank sudah mengantisipasi kredit macet dengan melakukan tambahan pencadangan.

"Dari sisi pnyaluran kredit bank lebih berhati hati. Bank belajar dari tahun 2017 dimana NPL beberapa sektor bengkak," kata Bhima.

Saat ini, sambung dia, lebih baik perbankan menahan laju pertumbuhan kredit daripada meningkatkan risiko kenaikan NPL. "Sebaiknya bank menahan pertumbuahn kreditnya. Pola ini akan berlangsung sampai 2019," tandasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1436 seconds (0.1#10.140)