Strategi Mendorong Investasi di Pelabuhan Marunda

Selasa, 06 November 2018 - 23:51 WIB
Strategi Mendorong Investasi...
Strategi Mendorong Investasi di Pelabuhan Marunda
A A A
JAKARTA - Pemerintah menyiapkan strategi untuk menggenjot kembali investasi untuk Terminal Umum di Pelabuhan Marunda. Tim Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi akan melakukan rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo untuk segera mendapat keputusan. Hal ini solusi apabila ada Kementerian dan BUMN yang tidak menjalankan rekomendasi Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sekaligus Ketua Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi, Yasonna Laoly, mengatakan pihaknya banyak menerima pengaduan dan keluhan dari beberapa pengusaha khususnya dalam pelaksanaan investasi di Pelabuhan Marunda. Keluhan yang menghambat investasi seperti pemaksaan perubahan kontrak, kepastian hukum, serta gugatan di badan arbitrase maupun di pengadilan.

"Nanti saya dan Menko Perekonomian akan rapat. Kami berdua sepakat untuk membawa ke rapat menteri atau bila perlu kita bawa ke rapat terbatas supaya Kementerian dan BUMN, yang bandel dan tidak menuruti Pokja akan kita minta biar Presiden yang memerintahkan. Cara seperti ini yang harus dilakukan," ujar Yasonna di Jakarta, Selasa (6/11/2018).

Lebih lanjut, dia mengatakan forum konsultasi seperti yang dijalankan oleh Pokja IV Satgas Percepatan dan Efektivitas Kebijakan Ekonomi, mengambil peran untuk mempermudah masuknya investasi dari pihak swasta. Hal ini juga sejalan dengan kampanye yang digencarkan oleh pemerintah untuk mendorong investasi. "Jalur hukum yang diambil itu memiliki kewenangan tersendiri tapi di forum konsultasi bisa kita bicarakan," paparnya.

Dia juga menjelaskan pihaknya telah banyak menyelesaikan persoalan sengketa terkait investasi. Dari penyelesaian itu, ada Rp659,9 triliun nilai investasi yang berhasil diselamatkan. Meski demikian, dia mengakui masih ada keputusan Pokja IV yang hingga kini masih sulit dieksekusi.

"Penyebab sulitnya penyelesaian persoalan tersebut karena hasil rekomendasi tidak ditindaklanjuti oleh kalangan internal di tubuh pemerintahan sendiri," ujarnya.

Pada Juli lalu, hasil rapat Pokja IV mengeluarkan rekomendasi terkait penyelesaian sengketa di Pelabuhan Marunda. Pertama, disebutkan permasalahan hukum yang terjadi di antara KBN dan KCN tidak boleh menghambat pembangunan proyek strategis nasional.

Kedua, Kepala BPK melakukan audit kemungkinan terjadinya kerugian negara dengan adanya perjanjian pembentukan perusahaan patungan (JVC) antara KBN dan KTU yang membentuk badan usaha KCN dalam pembangunan pelabuhan umum di Tanjung Priok.

Ketiga, Gubernur DKI Jakarta melaksanakan rekomendasi Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Umum Tanjung Priok sesuai No.AI.001/24/0/OP.TPK.18 tertanggal 26 Juni 2018.

Rekomendasi selanjutnya mendorong Dirjen Pengadaan Tanah Kementerian ATR/BPN memberikan penjelasan terkait batas wilayah KBN sebagaimana diatur dalam Kepres No.11/1992 kepada para pihak, dan melaporkan proses pengajuan HPL oleh KSOP kepada Pokja IV.

Kelima, yaitu kepada Kabareskrim/Kapolda Metro Jaya untuk menuntaskan penanganan kasus terkait pelaporan penyelewengan dana di KCN, serta memberikan jaminan keamanan kelanjutan pembangunan Pier 2 dan Pier 3 terminal umum KCN.

Keenam, Dirut KCN dan Dirut KBN masing-masing membuat proposal penyelesaian permasalahan sehingga tidak menghambat pembangunan Pier 2 dan Pier 3 terminal umum KCN. Terakhir, rekomendasi tersebut adalah untuk sekretaris Pokja IV agar memfasilitasi pertemuan KBN dan KCN untuk menyelesaikan permasalahan agar proyek strategis nasional bisa berlanjut dengan prinsip saling menguntungkan.

Sementara Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijana, mengatakan sengketa investasi antara pihak swasta dan BUMN bisa memicu ketidakpercayaan investor terhadap iklim investasi di Indonesia.

Ke depan, lanjutnya, supaya persoalan sengketa ini tidak terjadi pada investasi yang lain, baik BUMN dan pihak swasta harus sama-sama membahas hak dan kewajiban masing-masing secara terukur sehingga di masa mendatang tidak perlu ada upaya untuk mengubah kontrak dan berakhir pada persoalan hukum. "Harus sama-sama patuh," katanya.

Sengketa antara KBN versus KCN bermula terkait porsi kepemilikan saham PT KCN yang merupakan perusahaan patungan antara KBN dan PT Karya Teknik Utama (KTU) dimana KTU sebagai mitra swasta telah memenangi tender KBN atas pengembangan Kawasan C01 Marunda pada 2004 lewat tender yang dilakukan perusahaan pelat merah tersebut.

Kedua badan usaha itu kemudian bersepakat membentuk usaha patungan PT KCN, dengan ketentuan KTU menyediakan seluruh pendanaan pembangunan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan serta pengembangan dermaga, sekaligus kepemilikan 85% saham. Sedangkan KBN mempunyai 15% saham hanya dengan menyetorkan modal berupa goodwill garis pantai dari Sungai Blencong hingga Cakung Drain, dengan porsi saham yang tidak terdilusi meski ada penambahan modal oleh PT KTU.

Pada 2016, setelah pembangunan Pier I dirampungkan, KCN yang berstatus Badan Usaha Pelabuhan kemudian ditunjuk oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi untuk melakukan konsesi. Persoalannya, pada tahun ini, KBN malah menggugat konsesi tersebut.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0858 seconds (0.1#10.140)