Dolar AS Kembali, Rupiah Terkulai ke Rp14.820
A
A
A
JAKARTA - Pernyataan The Fed yang menegaskan kembali soal pengetatan moneter dan melebarnya defisit transaksi berjalan Indonesia sebesar 3,37% dari PDB, membuat kurs rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) di pasar uang.
Nilai tukar rupiah menurut data Bloomberg, Senin (12/11/2018) ditutup jatuh 142 poin atau 0,97% ke posisi Rp14.820 per USD, berbanding penutupan Jumat pekan lalu di Rp14.677 per USD. Senin ini, mata uang NKRI diperdagangkan di Rp14.732-Rp14.836 per USD.
Terkulainya rupiah juga terpantau di data Yahoo Finance pada Senin petang ini. Mata uang Garuda ambruk 130 poin atau 0,89% menjadi Rp14.810 per USD, berbanding penutupan Jumat pekan lalu di Rp14.680 per USD. Hari ini, rupiah berada di kisaran Rp14.680-Rp14.830 per USD.
Dolar AS kembali menjadi raja sejak The Fed mempertahankan suku bunga tetap stabil dan menegaskan kembali untuk melakukan pengetatan moneter pada akhir pekan silam. Dolar bertambah kuat karena ketidakpastian soal Brexit dan kebuntuan anggaran Italia.
"Dolar AS telah pentas kembali menjadi raja. Saya pikir investor cukup senang atas kembali menguatnya dolar AS. Dan euro menjadi terlihat paling rentan," ujar Valentin Marinov, kepala strategi mata uang asing di Credit Agricole seperti dilansir Reuters, Senin (12/11/2018).
Indeks USD yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik ke level tertinggi 16 bulan. Indeks USD bertambah 0,58% menjadi 97,47. Sementara itu, euro terkapar 0,70% menjadi USD1,1255 dan poundsterling Inggris melemah 0,99% ke level USD1,2843.
Kepala Strategi Mata Uang di Woodman Asset Management AG, Bernd Berg, mengatakan kabar baik bagi dolar karena masih adanya ketegangan perdagangan AS dengan China, melemahnya ekonomi China dan ketidakpastian di Eropa. Sehingga ini membuat investor memilih USD sebagai safe haven aset.
"Ekonomi AS yang kuat versus melemahnya ekonomi Uni Eropa akan memicu tekanan jual pada euro. Sedangkan dolar akan terus menguat hingga akhir tahun," ulas Bernd Berg.
Nilai tukar rupiah menurut data Bloomberg, Senin (12/11/2018) ditutup jatuh 142 poin atau 0,97% ke posisi Rp14.820 per USD, berbanding penutupan Jumat pekan lalu di Rp14.677 per USD. Senin ini, mata uang NKRI diperdagangkan di Rp14.732-Rp14.836 per USD.
Terkulainya rupiah juga terpantau di data Yahoo Finance pada Senin petang ini. Mata uang Garuda ambruk 130 poin atau 0,89% menjadi Rp14.810 per USD, berbanding penutupan Jumat pekan lalu di Rp14.680 per USD. Hari ini, rupiah berada di kisaran Rp14.680-Rp14.830 per USD.
Dolar AS kembali menjadi raja sejak The Fed mempertahankan suku bunga tetap stabil dan menegaskan kembali untuk melakukan pengetatan moneter pada akhir pekan silam. Dolar bertambah kuat karena ketidakpastian soal Brexit dan kebuntuan anggaran Italia.
"Dolar AS telah pentas kembali menjadi raja. Saya pikir investor cukup senang atas kembali menguatnya dolar AS. Dan euro menjadi terlihat paling rentan," ujar Valentin Marinov, kepala strategi mata uang asing di Credit Agricole seperti dilansir Reuters, Senin (12/11/2018).
Indeks USD yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik ke level tertinggi 16 bulan. Indeks USD bertambah 0,58% menjadi 97,47. Sementara itu, euro terkapar 0,70% menjadi USD1,1255 dan poundsterling Inggris melemah 0,99% ke level USD1,2843.
Kepala Strategi Mata Uang di Woodman Asset Management AG, Bernd Berg, mengatakan kabar baik bagi dolar karena masih adanya ketegangan perdagangan AS dengan China, melemahnya ekonomi China dan ketidakpastian di Eropa. Sehingga ini membuat investor memilih USD sebagai safe haven aset.
"Ekonomi AS yang kuat versus melemahnya ekonomi Uni Eropa akan memicu tekanan jual pada euro. Sedangkan dolar akan terus menguat hingga akhir tahun," ulas Bernd Berg.
(ven)