Kejatuhan Saham Apple Membuat Wall Street Lanjutkan Kerugian
A
A
A
NEW YORK - Pasar saham Amerika Serikat (Wall Street) terus melanjutkan kerugian pada penutupan perdagangan Rabu waktu setempat, imbas kejatuhan saham Apple dan penurunan saham perbankan.
Mengutip dari CNBC, Kamis (15/11/2018), indeks S&P 500 ditutup turun 0,8% ke level 2.701,58, merupakan kerugian lima hari berturut-turut. Indeks Dow Jones Industrial Average berakhir 206 poin lebih rendah menjadi 25.080,50 dan Nasdaq mundur 0,9% ke level 7.136,39.
Saham Apple jatuh 2,8% pada penutupan Rabu, setelah Guggenheim menurunkan peringkat saham dan UBS memangkas estimasi penjualan iPhone. Investor pun khawatir akan perlambatan penjualan iPhone yang berdampak pada kinerja buruk saham mereka.
Sementara itu, saham perbankan turun 1,9%, setelah ada upaya pemerintah untuk mengekang peraturan perbankan. Saham Goldman Sachs, JP Morgan Chase dan Citigroup, semuanya diperdagangkan lebih rendah.
"Pasar saham sedang mengalami lanjutan dari tekanan jual yang terjadi pada Oktober kemarin. Saat ini, investor tidak mengetahui apa yang terjadi karena volatilitas begitu tinggi sehingga ragu untuk membeli dan menahan saham lebih lama," ujar Robert Pavlik, kepala strategi investasi di SlateStone Wealth.
Mengutip dari CNBC, Kamis (15/11/2018), indeks S&P 500 ditutup turun 0,8% ke level 2.701,58, merupakan kerugian lima hari berturut-turut. Indeks Dow Jones Industrial Average berakhir 206 poin lebih rendah menjadi 25.080,50 dan Nasdaq mundur 0,9% ke level 7.136,39.
Saham Apple jatuh 2,8% pada penutupan Rabu, setelah Guggenheim menurunkan peringkat saham dan UBS memangkas estimasi penjualan iPhone. Investor pun khawatir akan perlambatan penjualan iPhone yang berdampak pada kinerja buruk saham mereka.
Sementara itu, saham perbankan turun 1,9%, setelah ada upaya pemerintah untuk mengekang peraturan perbankan. Saham Goldman Sachs, JP Morgan Chase dan Citigroup, semuanya diperdagangkan lebih rendah.
"Pasar saham sedang mengalami lanjutan dari tekanan jual yang terjadi pada Oktober kemarin. Saat ini, investor tidak mengetahui apa yang terjadi karena volatilitas begitu tinggi sehingga ragu untuk membeli dan menahan saham lebih lama," ujar Robert Pavlik, kepala strategi investasi di SlateStone Wealth.
(ven)