Besarkan UMKM, Indonesia Diminta Belajar dari Jepang
A
A
A
JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyatakan, pemerintah perlu belajar dari Jepang untuk membesarkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM Jepang memiliki skala besar, sehingga menopang perekonomian negara.
Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia mengatakan, UMKM di Jepang dan Indonesia tidak bisa dibandingkan saat ini dari sisi ukuran nilai. Karena itu, pemerintah perlu membuat regulasi khusus demi mengembangkan UMKM.
"Indonesia posisinya belajar dari Jerman dan Jepang. Pemerintah buat kebijakan, misal pabrik mobil sekrupnya dikerjakan UMKM dan dibeli perusahaan besar," ujarnya di Jakarta.
Menurut Bahlil, posisi UMKM di Indonesia berbeda karena berdiri sendiri. Sehingga, tidak adil jika dibuka investasi asing untuk masuk ke UMKM. "Sudah cari sendiri masa mau dikasih ke orang? Yang tidak boleh dibuat perusahaan kasih ke UMKM, lalu dibeli oleh pabrik," katanya.
Di sisi lain, lanjut Bahlil, perusahaan besar di Indonesia banyak yang menjalankan bisnis dari hulu sampai hilir. Praktik ini dinilainya juga tidak bisa membuat UMKM berkembang.
"Tepung terigu dari hulu sampai hilir dimiliki satu orang, itu monopoli, kita monopolinya minta ampun. Di sawit, 3,5 juta hektare dikuasai satu perusahaan, mulai dari lahan sawit, kebun, pupuk, transportasi, sampah dia sendiri yang melakukan," pungkasnya.
Ketua Umum Hipmi Bahlil Lahadalia mengatakan, UMKM di Jepang dan Indonesia tidak bisa dibandingkan saat ini dari sisi ukuran nilai. Karena itu, pemerintah perlu membuat regulasi khusus demi mengembangkan UMKM.
"Indonesia posisinya belajar dari Jerman dan Jepang. Pemerintah buat kebijakan, misal pabrik mobil sekrupnya dikerjakan UMKM dan dibeli perusahaan besar," ujarnya di Jakarta.
Menurut Bahlil, posisi UMKM di Indonesia berbeda karena berdiri sendiri. Sehingga, tidak adil jika dibuka investasi asing untuk masuk ke UMKM. "Sudah cari sendiri masa mau dikasih ke orang? Yang tidak boleh dibuat perusahaan kasih ke UMKM, lalu dibeli oleh pabrik," katanya.
Di sisi lain, lanjut Bahlil, perusahaan besar di Indonesia banyak yang menjalankan bisnis dari hulu sampai hilir. Praktik ini dinilainya juga tidak bisa membuat UMKM berkembang.
"Tepung terigu dari hulu sampai hilir dimiliki satu orang, itu monopoli, kita monopolinya minta ampun. Di sawit, 3,5 juta hektare dikuasai satu perusahaan, mulai dari lahan sawit, kebun, pupuk, transportasi, sampah dia sendiri yang melakukan," pungkasnya.
(akr)