Investor Asing Masuk ke Startup Lokal Dinilai Wajar
A
A
A
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero menilai, fenomena banyaknya investor asing masuk ke usaha rintisan (startup) dan unicorn Indonesia merupakan hal yang sangat wajar.
Sebab, besarnya pasar dengan kompleksitas tinggi membuat startup yang sukses di Indonesia berpeluang lebih maju secara regional, sehingga sangat diminati.
"Investor global tentu sangat tertarik dengan peluang ini. Sebab, secara genetik, startup yang sukses di Indonesia akan lebih mudah masuk ke pasar lain di seluruh Asia Tenggara," katanya di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Startup Indonesia, imbuh dia, juga membutuhkan investor dari luar agar bisa tumbuh dan berkembang lebih besar. Sebab, sampai saat ini kekuatan modal dan keahlian para investor lokal menurutnya belum bisa menunjang perkembangan startup Indonesia.
Ketidakmampuan itu terjadi akibat pemahaman bisnis investor lokal yang kebanyakan berasal dari grup-grup bisnis lama masih sangat tradisional. "Lanskap bisnis startup di bidang teknologi dan digital ini hal yang sangat baru. Kompetitornya juga baru. Maka, perlu pemahaman dan keahlian yang saat ini belum dimiliki mayoritas investor lokal," imbuh dia.
Masuknya investor asing juga tak berarti startup Indonesia menjadi dimiliki oleh pihak asing. Memang, beberapa startup besar di Indonesia, seperti Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka, kerap diterpa isu kepemilikan asing akibat masuknya investor. Menurut Poltak, anggapan masuknya investor asing membuat startup Indonesia menjadi dimiliki asing ini bisa dijawab melalui status badan hukum perusahaan tersebut."Badan hukumnya memang di mana? Indonesia kan? Artinya mereka tunduk pada regulasi Indonesia," tuturnya.
Beredarnya informasi terkait besaran kepemilikan saham Nadiem Makarim di Go-Jek baru-baru ini, menurut Poltak juga tidak bisa diterima begitu saja. "Saya berani challenge, datanya valid atau tidak? Lagipula, data tersebut tidak akan di-disclose begitu saja, karena tidak ada kepentingan untuk disclose data tersebut," terang Poltak.
Apalagi, struktur dan pendanaan di dalam startup berbeda antara yang satu dengan lainnya. Faktor senioritas pun umumnya menjadi faktor penentu langkah yang akan diambil di dalam sebuah startup. "Memang beda dari perusahaan biasa. Kalau perusahaan biasa kelas investornya sama semua. Sedangkan di startup tidak sama," ungkapnya.
Pendiri memiliki peranan sentral, karena menjadi satu-satunya yang paling tahu genetik dari startup tersebut. Banyak investor justru berminat masuk karena adanya sosok pendiri.
Contoh konkretnya, kata dia, adalah Jack Ma yang merupakan pendiri Alibaba. Meski kepemilikan sahamnya di startup berbasis teknologi besar di China itu hanya sekitar 7%, dia tetap memegang kendali pengambilan keputusan dan penengah bagi para investornya.
"Padahal, pemegang saham terbesar di Alibaba adalah Softbank, investor asal Jepang, yang menguasai sekitar 29%. Dan Jack Ma tetap menjadi figur penting di Alibaba sampai sekarang," tandasnya.
Sebab, besarnya pasar dengan kompleksitas tinggi membuat startup yang sukses di Indonesia berpeluang lebih maju secara regional, sehingga sangat diminati.
"Investor global tentu sangat tertarik dengan peluang ini. Sebab, secara genetik, startup yang sukses di Indonesia akan lebih mudah masuk ke pasar lain di seluruh Asia Tenggara," katanya di Jakarta, Selasa (27/11/2018).
Startup Indonesia, imbuh dia, juga membutuhkan investor dari luar agar bisa tumbuh dan berkembang lebih besar. Sebab, sampai saat ini kekuatan modal dan keahlian para investor lokal menurutnya belum bisa menunjang perkembangan startup Indonesia.
Ketidakmampuan itu terjadi akibat pemahaman bisnis investor lokal yang kebanyakan berasal dari grup-grup bisnis lama masih sangat tradisional. "Lanskap bisnis startup di bidang teknologi dan digital ini hal yang sangat baru. Kompetitornya juga baru. Maka, perlu pemahaman dan keahlian yang saat ini belum dimiliki mayoritas investor lokal," imbuh dia.
Masuknya investor asing juga tak berarti startup Indonesia menjadi dimiliki oleh pihak asing. Memang, beberapa startup besar di Indonesia, seperti Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka, kerap diterpa isu kepemilikan asing akibat masuknya investor. Menurut Poltak, anggapan masuknya investor asing membuat startup Indonesia menjadi dimiliki asing ini bisa dijawab melalui status badan hukum perusahaan tersebut."Badan hukumnya memang di mana? Indonesia kan? Artinya mereka tunduk pada regulasi Indonesia," tuturnya.
Beredarnya informasi terkait besaran kepemilikan saham Nadiem Makarim di Go-Jek baru-baru ini, menurut Poltak juga tidak bisa diterima begitu saja. "Saya berani challenge, datanya valid atau tidak? Lagipula, data tersebut tidak akan di-disclose begitu saja, karena tidak ada kepentingan untuk disclose data tersebut," terang Poltak.
Apalagi, struktur dan pendanaan di dalam startup berbeda antara yang satu dengan lainnya. Faktor senioritas pun umumnya menjadi faktor penentu langkah yang akan diambil di dalam sebuah startup. "Memang beda dari perusahaan biasa. Kalau perusahaan biasa kelas investornya sama semua. Sedangkan di startup tidak sama," ungkapnya.
Pendiri memiliki peranan sentral, karena menjadi satu-satunya yang paling tahu genetik dari startup tersebut. Banyak investor justru berminat masuk karena adanya sosok pendiri.
Contoh konkretnya, kata dia, adalah Jack Ma yang merupakan pendiri Alibaba. Meski kepemilikan sahamnya di startup berbasis teknologi besar di China itu hanya sekitar 7%, dia tetap memegang kendali pengambilan keputusan dan penengah bagi para investornya.
"Padahal, pemegang saham terbesar di Alibaba adalah Softbank, investor asal Jepang, yang menguasai sekitar 29%. Dan Jack Ma tetap menjadi figur penting di Alibaba sampai sekarang," tandasnya.
(fjo)