Kinerja Industri Jabar Terus Naik di Tengah Gelombang Relokasi Pabrik
A
A
A
BANDUNG - Kendati sejumlah industri di Jawa Barat (Jabar) tercatat merelokasi pabriknya ke Jawa Tengah, namun produksi di Jawa Barat tercatat terus tumbuh. Bahkan, BPS mencatat terjadi surplus ekspor hingga Oktober 2018.
Kepala BPS Jabar Dody Herlando mengatakan, hingga Oktober 2018 tercatat ekspor Jabar tercatat mencapai USD2,69 miliar. Naik 5,47% dibandingkan September 2018. Kenaikan tersebut menunjukkan industri Jawa Barat terus bergerak, walaupun sempat terjadi relokasi pabrik.
“Memang ada data perusahaan yang relokasi ke Jateng. Tetapi buktinya data ekspor masih bagus. Itu menunjukkan, relokasi industri tidak terlalu terganggu aktivitas industri di Jawa Barat,” kata Dody di kantor BPS Jabar, Jalan PH Mustofa, Kota Bandung, Senin (3/12).
Menurut dia, relokasi industri ke Jateng lebih banyak dilakukan perusahaan padat karya seperti garmen dan tekstil. Sementara perusahaan padat modal, memilih tetap bertahan di Jabar. Karena memang secara akses, Jawa Barat lebih unggul dibanding Jateng.
“Memang untuk Jabar upahnya cukup tinggi, misalnya di Karawang Rp4,1 juta. Di sana (Jateng), Rp1,7 juta sudah bisa. Tapi mungkin, pindah tidak karena upah saja, banyak faktor lain juga. Karena upah kan dinamika, nanti kalau sudah pindah semua, juga bisa naik,” beber dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, naiknya kinerja ekspor Jabar dipengaruhi terdongkraknya kinerja ekspor non migas sebesar USD2,67 miliar atau naik 6,06% dibanding bulan sebelumnya. Sementara ekspor migas tercatat turun hingga 41,44% menjadi USD18,63 juta.
Nilai ekspor 10 golongan barang utama Oktober 2018 hampir seluruhnya meningkat. Hanya dua kelompok yang tercatat turun, yaitu barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan.
Sementara pangsa terbesar ekspor Jabar masih ke Amerika senilai USD418,22 juta, disusul Jepang USD289,07 juta dan USD210,66 juta. Peran ketiga negara terhadap kinerja ekspor Jabar mencapai 34,35%.
Kepala BPS Jabar Dody Herlando mengatakan, hingga Oktober 2018 tercatat ekspor Jabar tercatat mencapai USD2,69 miliar. Naik 5,47% dibandingkan September 2018. Kenaikan tersebut menunjukkan industri Jawa Barat terus bergerak, walaupun sempat terjadi relokasi pabrik.
“Memang ada data perusahaan yang relokasi ke Jateng. Tetapi buktinya data ekspor masih bagus. Itu menunjukkan, relokasi industri tidak terlalu terganggu aktivitas industri di Jawa Barat,” kata Dody di kantor BPS Jabar, Jalan PH Mustofa, Kota Bandung, Senin (3/12).
Menurut dia, relokasi industri ke Jateng lebih banyak dilakukan perusahaan padat karya seperti garmen dan tekstil. Sementara perusahaan padat modal, memilih tetap bertahan di Jabar. Karena memang secara akses, Jawa Barat lebih unggul dibanding Jateng.
“Memang untuk Jabar upahnya cukup tinggi, misalnya di Karawang Rp4,1 juta. Di sana (Jateng), Rp1,7 juta sudah bisa. Tapi mungkin, pindah tidak karena upah saja, banyak faktor lain juga. Karena upah kan dinamika, nanti kalau sudah pindah semua, juga bisa naik,” beber dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, naiknya kinerja ekspor Jabar dipengaruhi terdongkraknya kinerja ekspor non migas sebesar USD2,67 miliar atau naik 6,06% dibanding bulan sebelumnya. Sementara ekspor migas tercatat turun hingga 41,44% menjadi USD18,63 juta.
Nilai ekspor 10 golongan barang utama Oktober 2018 hampir seluruhnya meningkat. Hanya dua kelompok yang tercatat turun, yaitu barang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan.
Sementara pangsa terbesar ekspor Jabar masih ke Amerika senilai USD418,22 juta, disusul Jepang USD289,07 juta dan USD210,66 juta. Peran ketiga negara terhadap kinerja ekspor Jabar mencapai 34,35%.
(akr)