BANI dan IArbl Dorong Kebangkitan Arbitrase Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) bekerjasama dengan Institut Arbiter Indonesia (IArbI) pada tangal 29 November 2018 yang lalu menggelar Seminar Internasional dengan Tema “Meningkatkan Kerjasama Arbitrase Regional : Isu Kini dan Mendatang”. Seminar ini dilaksanakan dalam rangkaian HUT 41 BANI di hotel Shangri- La Jakarta.
Ketua BANI Husseyn Umar mengatakan, tema utama peringatan ulang tahun BANI ke-41 ini adalah “Kebangkitan Arbitrase Indonesia”. Hal ini mengingat terminologi arbitrase sebetulnya sudah ada sejak jaman Belanda (walaupun pada waktu itu digunakan istilah perwasitan), tetapi barulah setelah BANI didirikan oleh KADIN Indonesia pada tahun 1977, arbitrase mulai tampil berperan nyata sebagai forum penyelesaian sengketa, bagi dunia bisnis yang membutuhkan penyelesaian secara cepat di luar pengadilan dan putusannya mengikat bagi para pihak.
Kebangkitan arbitrase semakin diperkokoh dengan terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Suatu realita kalau saat ini penyelesaian sengketa Arbitrase makin diminati para pengusaha.
“Hal yang membuat kalangan bisnis makin tertarik ke BANI adalah penyelesaian sengketa di BANI dijamin kerahasiaannya, karena diselenggarakan secara tertutup, teratur adminstrasinya dan dapat diselesaikan dalam waktu cepat, paling lama 180 hari,” ucap Husseyn.
Ketua IArbl yang juga salah satu pimpinan panitia yakni Agus Kartasasmita di sela–sela seminar tersebut mengungkapkan, Seminar Internasional ini merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian HUT ke-41 BANI yang puncak acara peringatannya tanggal 30 November 2018. Peserta Seminar internasional tersebut diikuti oleh para pelaku konstruksi, pengacara dan advokat, akademisi dan mahasiswa, serta pengusaha dari dalam dan luar negeri dan tentu saja Dewan Pengurus BANI Jakarta beserta seluruh perwakilan BANI Surabaya, Bandung, Bali dan lainnya.
Dalam rangka seminar Internasional tersebut, juga telah dilangsungkan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (MoU) antara Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan Arbitration Association of Brunei Darussalam (AABD) dalam bidang abitrase melalui kegiatan kerjasama penyelenggaraan seminar Internasional dan workshop serta media publikasi dan pertukaran informasi dalam meningkatkan kualitas arbitrase.
Menurut Husseyn, penandatanganan perjanjian kerjasama tersebut merupakan bagian dari belasan perjanjian kerjasama BANI dengan lembaga–lembaga arbitrase di negara-negara lain di seluruh dunia. Sementara Agus menilai perkembangan arbitrase international merupakan hal yang menarik mengingat sengketa komersial internasional terus meningkat setiap tahun, khususnya di wilayah yang memiliki cakupan ekonomi yang luas seperti wilayah Asia Pasifik di mana di negara-negara tersebut juga terdapat lembaga-lembaga arbitrase.
“Tidak hanya dalam pandangan budaya namun dalam perspektif hukum, terdapat perbedaan kebijakan dan peraturan. Untuk itu, bahwa kerjasama antar lembaga arbitrase memang diperlukan” tegasnya.
Seminar telah membahas berbagai masalah penting yang berkaitan dengan arbitrase dalam berbagai aspek, seperti yang saat ini sedang menjadi topik hangat yaitu mengenai sengketa konstruksi, sengketa kemaritiman, pentingnya kode etik dan masalah konflik kepentingan dalam Arbitrase / ADR, dan mengenai pelaksanaan putusan arbitrase asing/internasional.
“Dengan beberapa pembicara terkemuka dari Indonesia dan luar negeri antara lain: Victor Leginsky dari Qatar; Robert Palmer dari Singapura; Peter Chow dari Hongkong; Prof. Rouven Bodenheimer dari Jerman; Sahat Siahaan; Dr. Mohamad Idwan Gani dan Prof. Chaidir Anwar Makarim dari Indonesia, dan beberapa pembicara lain, seminar tersebut telah menghasilkan berbagai ide, informasi, pengetahuan dan perkembangan terkini yang bermanfaat mengenai Arbitrase,” imbuh Agus.
Ketua BANI Husseyn Umar mengatakan, tema utama peringatan ulang tahun BANI ke-41 ini adalah “Kebangkitan Arbitrase Indonesia”. Hal ini mengingat terminologi arbitrase sebetulnya sudah ada sejak jaman Belanda (walaupun pada waktu itu digunakan istilah perwasitan), tetapi barulah setelah BANI didirikan oleh KADIN Indonesia pada tahun 1977, arbitrase mulai tampil berperan nyata sebagai forum penyelesaian sengketa, bagi dunia bisnis yang membutuhkan penyelesaian secara cepat di luar pengadilan dan putusannya mengikat bagi para pihak.
Kebangkitan arbitrase semakin diperkokoh dengan terbitnya Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Suatu realita kalau saat ini penyelesaian sengketa Arbitrase makin diminati para pengusaha.
“Hal yang membuat kalangan bisnis makin tertarik ke BANI adalah penyelesaian sengketa di BANI dijamin kerahasiaannya, karena diselenggarakan secara tertutup, teratur adminstrasinya dan dapat diselesaikan dalam waktu cepat, paling lama 180 hari,” ucap Husseyn.
Ketua IArbl yang juga salah satu pimpinan panitia yakni Agus Kartasasmita di sela–sela seminar tersebut mengungkapkan, Seminar Internasional ini merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian HUT ke-41 BANI yang puncak acara peringatannya tanggal 30 November 2018. Peserta Seminar internasional tersebut diikuti oleh para pelaku konstruksi, pengacara dan advokat, akademisi dan mahasiswa, serta pengusaha dari dalam dan luar negeri dan tentu saja Dewan Pengurus BANI Jakarta beserta seluruh perwakilan BANI Surabaya, Bandung, Bali dan lainnya.
Dalam rangka seminar Internasional tersebut, juga telah dilangsungkan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (MoU) antara Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan Arbitration Association of Brunei Darussalam (AABD) dalam bidang abitrase melalui kegiatan kerjasama penyelenggaraan seminar Internasional dan workshop serta media publikasi dan pertukaran informasi dalam meningkatkan kualitas arbitrase.
Menurut Husseyn, penandatanganan perjanjian kerjasama tersebut merupakan bagian dari belasan perjanjian kerjasama BANI dengan lembaga–lembaga arbitrase di negara-negara lain di seluruh dunia. Sementara Agus menilai perkembangan arbitrase international merupakan hal yang menarik mengingat sengketa komersial internasional terus meningkat setiap tahun, khususnya di wilayah yang memiliki cakupan ekonomi yang luas seperti wilayah Asia Pasifik di mana di negara-negara tersebut juga terdapat lembaga-lembaga arbitrase.
“Tidak hanya dalam pandangan budaya namun dalam perspektif hukum, terdapat perbedaan kebijakan dan peraturan. Untuk itu, bahwa kerjasama antar lembaga arbitrase memang diperlukan” tegasnya.
Seminar telah membahas berbagai masalah penting yang berkaitan dengan arbitrase dalam berbagai aspek, seperti yang saat ini sedang menjadi topik hangat yaitu mengenai sengketa konstruksi, sengketa kemaritiman, pentingnya kode etik dan masalah konflik kepentingan dalam Arbitrase / ADR, dan mengenai pelaksanaan putusan arbitrase asing/internasional.
“Dengan beberapa pembicara terkemuka dari Indonesia dan luar negeri antara lain: Victor Leginsky dari Qatar; Robert Palmer dari Singapura; Peter Chow dari Hongkong; Prof. Rouven Bodenheimer dari Jerman; Sahat Siahaan; Dr. Mohamad Idwan Gani dan Prof. Chaidir Anwar Makarim dari Indonesia, dan beberapa pembicara lain, seminar tersebut telah menghasilkan berbagai ide, informasi, pengetahuan dan perkembangan terkini yang bermanfaat mengenai Arbitrase,” imbuh Agus.
(akr)