Dirjen Bea Cukai: China Kerap Melanggar Bea Masuk Barang Impor
A
A
A
JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengubah aturan terkait impor barang kiriman lewat bisnis jual beli daring (online) atau e-commerce. Hal ini dilakukan demi melindungi industri kecil dan menengah dalam negeri.
Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 112/PMK.04/2018, pemerintah melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis value) bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang kiriman dari sebelumnya USD100 menjadi USD75 per orang per hari.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, mengatakan pasca kebijakan tersebut pihaknya menemukan sejumlah transaksi yang dilakukan sebagai upaya untuk menghindari kewajiban membayar bea masuk.
Menurut Heru, adapun upaya penghindaran kewajiban membayar bea masuk paling banyak dilakukan oleh Republik Rakyat China. Negeri Tirai Bambu tersebut kerap menghindari membayar bea masuk.
"Mereka kerap memecah transaksi menjadi satuan agar tidak membayar pajak. Ini merugikan pedagang, baik e-commerce dan yang bukan e-commerce. Dan yang paling banyak melakukan kecurangan seperti itu adalah China," ungkap Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Heru mengatakan berdasarkan data importasi barang kiriman sejak 10 Oktober 2018, terdapat sekitar 72.592 Consignment Notes (CN) yang terjaring sistem anti-splitting. "Sejak pengumuman sampai sekarang kami detect indentifikasi sebanyak 72.592 transaksi. Yang tadinya berusaha hindari bea masuk yang ditetapkan," ujarnya.
Upaya ini, kata dia, berhasil menyelamatkan penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebesar kurang lebih Rp4 miliar. "Karena mereka dianggap modus pemecahan maka mereka harus bayar kewajiban perpajakan dan jumlahnya," tegasnya.
Untuk itu, Heru menjelaskan, pihaknya terus memperkuat sistem otomasi pada komputer Ditjen Bea Cukai agar dapat melacak NPWP dan alamat pihak pembeli yang mencoba mengakali aturan ini.
"Jadi saya imbau ke mereka yang masih menggunakan peluang tersebut untuk tidak lagi menjalankan praktik bisnis seperti ini. Segera patuhi aturan baru," katanya.
Heru pun menjelaskan aturan impor barang kiriman ini bukan untuk mempersulit masyarakat dalam membeli atau membawa barang dari luar negeri. Justru sebaliknya, pemerintah ingin masyarakat dapat memanfaatkan pembebasan bea masuk dan PDRI (menghitung pajak dalam rangka impor) untuk barang kiriman yang memang ditujukan untuk keperluan pribadi.
"Selain itu, pemerintah tentu ingin mendorong produksi lokal, dan mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri," pungkas dia.
Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 112/PMK.04/2018, pemerintah melakukan penyesuaian nilai pembebasan (de minimis value) bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas barang kiriman dari sebelumnya USD100 menjadi USD75 per orang per hari.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, mengatakan pasca kebijakan tersebut pihaknya menemukan sejumlah transaksi yang dilakukan sebagai upaya untuk menghindari kewajiban membayar bea masuk.
Menurut Heru, adapun upaya penghindaran kewajiban membayar bea masuk paling banyak dilakukan oleh Republik Rakyat China. Negeri Tirai Bambu tersebut kerap menghindari membayar bea masuk.
"Mereka kerap memecah transaksi menjadi satuan agar tidak membayar pajak. Ini merugikan pedagang, baik e-commerce dan yang bukan e-commerce. Dan yang paling banyak melakukan kecurangan seperti itu adalah China," ungkap Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi di Jakarta, Selasa (11/12/2018).
Heru mengatakan berdasarkan data importasi barang kiriman sejak 10 Oktober 2018, terdapat sekitar 72.592 Consignment Notes (CN) yang terjaring sistem anti-splitting. "Sejak pengumuman sampai sekarang kami detect indentifikasi sebanyak 72.592 transaksi. Yang tadinya berusaha hindari bea masuk yang ditetapkan," ujarnya.
Upaya ini, kata dia, berhasil menyelamatkan penerimaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor sebesar kurang lebih Rp4 miliar. "Karena mereka dianggap modus pemecahan maka mereka harus bayar kewajiban perpajakan dan jumlahnya," tegasnya.
Untuk itu, Heru menjelaskan, pihaknya terus memperkuat sistem otomasi pada komputer Ditjen Bea Cukai agar dapat melacak NPWP dan alamat pihak pembeli yang mencoba mengakali aturan ini.
"Jadi saya imbau ke mereka yang masih menggunakan peluang tersebut untuk tidak lagi menjalankan praktik bisnis seperti ini. Segera patuhi aturan baru," katanya.
Heru pun menjelaskan aturan impor barang kiriman ini bukan untuk mempersulit masyarakat dalam membeli atau membawa barang dari luar negeri. Justru sebaliknya, pemerintah ingin masyarakat dapat memanfaatkan pembebasan bea masuk dan PDRI (menghitung pajak dalam rangka impor) untuk barang kiriman yang memang ditujukan untuk keperluan pribadi.
"Selain itu, pemerintah tentu ingin mendorong produksi lokal, dan mendorong penggunaan produk-produk dalam negeri," pungkas dia.
(ven)