Al Gore di Paviliun Indonesia: Tingkatkan Penggunaan Energi Terbarukan
A
A
A
JAKARTA - Tokoh dunia untuk pengendalian perubahan iklim, Al Gore, menyerukan perlunya peningkatan penggunaan energi terbarukan. Peraih Nobel Perdamaian itu menyatakan, sudah saatnya penggunaan energi berbasis fosil yang tinggi emisi gas rumah kaca (GRK), penyebab perubahan iklim, diakhiri.
"Dunia jangan takut perekonomian dan lapangan kerja akan lesu jika aksi mitigasi perubahan iklim dilaksanakan, antara lain dalam penggunaan energi terbarukan," ujar Al Gore dalam siaran pers yang diterima SINDOnews di Jakarta, Sabtu (15/12/2018).
Hal itu disampaikan Al Gore saat berpidato di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke-24 di Katowice, Polandia, Kamis lalu. Kehadiran pria yang juga mantan Wakil Presiden AS itu membuat Paviliun Indonesia yang biasanya ramai, semakin ramai.
Sekretariat Paviliun Indonesia bahkan sampai harus menyelenggarakan sesi "tanpa kursi" agar bisa menampung membludaknya minat peserta sesi tersebut. Artinya, peserta dari berbagai belahan dunia yang hadir harus berdiri. Jumlah peserta yang hadir melonjak hingga tiga kali lipat ketimbang rata-rata yang berkisar 80-100 orang peserta setiap sesi.
Al Gore menuturkan, krisis perubahan iklim makin parah saat ini. Menurut dia, setiap hari ada 110 juta ton emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Dampaknya adalah peningkatan pemanasan global yang telah membuat es abadi di Benua Arktik telah hilang hingga 90% seperti juga di Antartika, Greenland, dan tempat-tempat dimana es abadi berada. Hal itu membuat tinggi permukaan laut meningkat dan mengancam banyak negara kepulauan.
Mencairnya es di kutub juga meningkatkan kelembaban udara. Ini memicu terjadi hujan dan badai dengan intensitas lebih kuat. Sementara di negara-negara tertentu telah memicu terjadi gelombang panas. Vektor penyakit seperti demam berdarah juga ikut naik. Kabar baiknya, kata Al Gore, sudah ada solusi untuk ancaman tersebut.
Al Gore juga menyebutkan contoh nyata di Amerika Serikat, peningkatan permintaan energi terbarukan membuat ekonomi bergerak dan membuka banyak lapangan pekerjaan. "Penggunaan energi terbarukan telah membuka lapangan kerja yang lebih luas dan mendorong tumbuhnya pembangunan berkelanjutan. Ada kebutuhan teknisi pembangkit listrik tenaga angin. Juga kebutuhan tenaga kerja pengembangan listrik tenaga surya," katanya.
Al Gore menekankan pentingnya kemauan politik untuk mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil dan mendorong penggunaan energi terbarukan. "Indonesia bisa mengambil kepemimpinan dalam hal ini," tandasnya.
Dia berharap penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim ke 24 di Katowice bisa menghasilkan keputusan yang bagus untuk mengendalikan perubahan iklim. Dia menyatakan, tak banyak waktu untuk menterjemahkan Persetujuan Paris, traktat pengendalian perubahan iklim global.
Sementara itu, Diah Suradiredja, salah satu presenter angkatan pertama dari The Climate Reality Leaders Project yang dibangun Al Gore sejak 2006, menyatakan bahwa apa yang disampaikan Al Gore adalah high call untuk para pemimpin negara negara yang hadir di COP24 UNFCCC.
"Dunia jangan takut perekonomian dan lapangan kerja akan lesu jika aksi mitigasi perubahan iklim dilaksanakan, antara lain dalam penggunaan energi terbarukan," ujar Al Gore dalam siaran pers yang diterima SINDOnews di Jakarta, Sabtu (15/12/2018).
Hal itu disampaikan Al Gore saat berpidato di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke-24 di Katowice, Polandia, Kamis lalu. Kehadiran pria yang juga mantan Wakil Presiden AS itu membuat Paviliun Indonesia yang biasanya ramai, semakin ramai.
Sekretariat Paviliun Indonesia bahkan sampai harus menyelenggarakan sesi "tanpa kursi" agar bisa menampung membludaknya minat peserta sesi tersebut. Artinya, peserta dari berbagai belahan dunia yang hadir harus berdiri. Jumlah peserta yang hadir melonjak hingga tiga kali lipat ketimbang rata-rata yang berkisar 80-100 orang peserta setiap sesi.
Al Gore menuturkan, krisis perubahan iklim makin parah saat ini. Menurut dia, setiap hari ada 110 juta ton emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer. Dampaknya adalah peningkatan pemanasan global yang telah membuat es abadi di Benua Arktik telah hilang hingga 90% seperti juga di Antartika, Greenland, dan tempat-tempat dimana es abadi berada. Hal itu membuat tinggi permukaan laut meningkat dan mengancam banyak negara kepulauan.
Mencairnya es di kutub juga meningkatkan kelembaban udara. Ini memicu terjadi hujan dan badai dengan intensitas lebih kuat. Sementara di negara-negara tertentu telah memicu terjadi gelombang panas. Vektor penyakit seperti demam berdarah juga ikut naik. Kabar baiknya, kata Al Gore, sudah ada solusi untuk ancaman tersebut.
Al Gore juga menyebutkan contoh nyata di Amerika Serikat, peningkatan permintaan energi terbarukan membuat ekonomi bergerak dan membuka banyak lapangan pekerjaan. "Penggunaan energi terbarukan telah membuka lapangan kerja yang lebih luas dan mendorong tumbuhnya pembangunan berkelanjutan. Ada kebutuhan teknisi pembangkit listrik tenaga angin. Juga kebutuhan tenaga kerja pengembangan listrik tenaga surya," katanya.
Al Gore menekankan pentingnya kemauan politik untuk mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil dan mendorong penggunaan energi terbarukan. "Indonesia bisa mengambil kepemimpinan dalam hal ini," tandasnya.
Dia berharap penyelenggaraan Konferensi Perubahan Iklim ke 24 di Katowice bisa menghasilkan keputusan yang bagus untuk mengendalikan perubahan iklim. Dia menyatakan, tak banyak waktu untuk menterjemahkan Persetujuan Paris, traktat pengendalian perubahan iklim global.
Sementara itu, Diah Suradiredja, salah satu presenter angkatan pertama dari The Climate Reality Leaders Project yang dibangun Al Gore sejak 2006, menyatakan bahwa apa yang disampaikan Al Gore adalah high call untuk para pemimpin negara negara yang hadir di COP24 UNFCCC.
(ven)