Tahun Ini Penjualan Rumah Tapak Akan Tumbuh Positif
A
A
A
HARGA dan suplai properti, terutama pada sektor residensial atau rumah tapak, diperkirakan berlangsung positif pada 2019.Permintaan pasar akan tetap stabil, terutama untuk hunian bawah dan menengah yang banyak diincar keluarga muda dengan penghasilan terbatas.
Meski kepuasan terhadap upaya pemerintah dalam menjaga harga properti hunian tetap terjangkau sedikit menurun, namun mayoritas masyarakat diperkirakan tetap optimistis dengan iklim properti Indonesia pada tahun ini.
Meski demikian, berbelitnya proses pengurusan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) bisa menjadi penahan laju pasar properti nasional. Kebijakan pemerintah yang melonggarkan loan to value (LTV) atau uang muka membuka kesempatan bagi para pencari properti untuk membeli rumah dengan uang muka yang serendahrendahnya.
“Untuk semester satu memang masih sama saja, konsumen masih wait and see. Kenaikan penjualan rumah tapak kemungkinan terjadi di semester dua tahun ini,” tutur Ignatius Untung, Country General Manager Rumah123.com ketika dihubungi, Selasa (8/1).
Untung menuturkan, rumah yang diperuntukkan bagi kalangan bawah dan menengah menjadi jenis hunian paling banyak dicari oleh masyarakat tahun ini. Lokasinya terutama di daerah pinggiran kota dengan akses mudah seperti di kawasan timur Jakarta yang belakangan makin bersinar.
“Untuk harga rumah yang banyak dicari itu seharga Rp1 miliar sampai Rp1,5 miliar ke bawah. Masyarakat masih banyak memilih hunian terjangkau dengan kemudahan pembayaran,” katanya. Pada tahun ini, kata dia, ada sejumlah faktor membuat masyarakat menahan diri untuk membeli rumah.
Selain tahun politik yang memungkinkan terjadinya ketegangan sosial, juga masih kurangnya edukasi kepada masyarakat terkait dunia properti dan pentingnya memiliki rumah ketika telah memiliki pendapatan sendiri.
“Edukasi kepada masyarakat soal berinvestasi di properti masih kurang. Padahal saat ini waktu yang tepat untuk membeli rumah, baik untuk dihuni sendiri maupun sebagai sarana investasi,” ujarnya.
Untung mengatakan, tahun ini kesempatan tepat membeli hunian karena kondisi ekonomi diperkirakan akan stabil hingga akhir tahun jika pemerintah tetap konsisten menjalankan kebijakan yang berlaku.
Pastinya, pasar properti akan terus merangkak naik dan menuju pemulihan. Adapun Ketua Umum Asosiasi Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan, prospek penjualan rumah komersial tahun ini diperkirakan makin membaik meskipun tidak terlalu tinggi.
“Kalau ekonomi membaik, maka daya beli juga akan membaik. Hingga akhir tahun lalu, prospek penjualan rumah komersial akan lebih bagus meskipun tidak terlalu tinggi,” ujarnya. Dia mengakui saat ini tidak sedikit pengembang properti menghentikan sementara proyek pembangunan rumah komersial.
Menurut Junaidi, sebagian besar di antaranya beralih membangun rumah lebih kecil lantaran penjualannya masih bagus. “Penjualan rumah subsidi masih sangat baik. Hal itu seiring permintaan rumah sangat besar,” katanya.
Anggota Apersi menargetkan membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau rumah subsidi tahun 2019 sekitar 150.000 unit. Jumlah itu meningkat 15,3% dari target yang ditetapkan asosiasi pada 2018, yakni 130.000 unit. Dengan jumlah anggota asosiasi 2.700 orang, target itu disebut bisa tercapai.
“Sebetulnya selama ini serapan rumah MBR rendah bukan karena masalahnya pada pengembang, melainkan pada perizinan, pembiayaan, dan pertanahan. Kalau permasalahan dari pemangku kebijakan itu bisa diatasi realisasinya, bisa lebih dari itu,” kata Junaidi.
Sementara itu, Managing Director President Office Sinarmas Land Dhony Rahajoe mengatakan, optimistis bahwa bisnis properti untuk pembangunan landed house akan berjalan positif lantaran masih tingginya angka kebutuhan rumah yang beluk terpenuhi atau backlog .
Terutama kebutuhan rumah bagi segmen menengah ke bawah. “Namanya penjualan rumah tetap akan optimistis karena tanah akan tetap dibutuhkan. Jadi, kami tetap yakin, 2019 baik untuk investasi properti,” ujarnya. Menurut dia, sinyal kenaikan properti tersebut sudah terlihat sejak akhir tahun lalu.
Walaupun kenaikannya dirasakan belum terlalu signifikan. “Khusus perumahan, apalagi kalau lihat year on year semester pertama dari KPR yang disalurkan BTN itu di atas angka rata-rata dihitung OJK (Otoritas Jasa Keuangan), yaitu 19 persen,” ungkap Dhony.
Diketahui, BTN mencatat pertumbuhan kredit sebesar 19,28% menjadi Rp220,07 triliun pada kuartal III/2018. Angka tersebut meningkat dari penyaluran kredit BTN pada kuartal III/2017 sebesar Rp184,5 triliun.
Pertumbuhan itu didorong kenaikan KPR Subsidi yang disalurkan melalui kucuran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). “Jadi, kita melihat ada tren naik. Apalagi yang milenial ini sudah mulai ada kebutuhan dan banyak relaksasi yang diberikan pemerintah,” kata Dhony.
Alih-alih memberikan pengaruh signifikan, menurut Dhony, kondisi perekonomian global justru lebih berpengaruh daripada kondisi politik dalam negeri. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dipastikan bisa memberikan pengaruh besar terhadap industri properti di Tanah Air.
“Kalau suku bunga naik, maka bunga konsumsi juga naik. Jadi, sangat besar pengaruhnya. Optimistis kita berharap pemerintah bisa menjaga stabilitas bunga di Indonesia sehingga bisa terjangkau,” katanya.
Meski kepuasan terhadap upaya pemerintah dalam menjaga harga properti hunian tetap terjangkau sedikit menurun, namun mayoritas masyarakat diperkirakan tetap optimistis dengan iklim properti Indonesia pada tahun ini.
Meski demikian, berbelitnya proses pengurusan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) bisa menjadi penahan laju pasar properti nasional. Kebijakan pemerintah yang melonggarkan loan to value (LTV) atau uang muka membuka kesempatan bagi para pencari properti untuk membeli rumah dengan uang muka yang serendahrendahnya.
“Untuk semester satu memang masih sama saja, konsumen masih wait and see. Kenaikan penjualan rumah tapak kemungkinan terjadi di semester dua tahun ini,” tutur Ignatius Untung, Country General Manager Rumah123.com ketika dihubungi, Selasa (8/1).
Untung menuturkan, rumah yang diperuntukkan bagi kalangan bawah dan menengah menjadi jenis hunian paling banyak dicari oleh masyarakat tahun ini. Lokasinya terutama di daerah pinggiran kota dengan akses mudah seperti di kawasan timur Jakarta yang belakangan makin bersinar.
“Untuk harga rumah yang banyak dicari itu seharga Rp1 miliar sampai Rp1,5 miliar ke bawah. Masyarakat masih banyak memilih hunian terjangkau dengan kemudahan pembayaran,” katanya. Pada tahun ini, kata dia, ada sejumlah faktor membuat masyarakat menahan diri untuk membeli rumah.
Selain tahun politik yang memungkinkan terjadinya ketegangan sosial, juga masih kurangnya edukasi kepada masyarakat terkait dunia properti dan pentingnya memiliki rumah ketika telah memiliki pendapatan sendiri.
“Edukasi kepada masyarakat soal berinvestasi di properti masih kurang. Padahal saat ini waktu yang tepat untuk membeli rumah, baik untuk dihuni sendiri maupun sebagai sarana investasi,” ujarnya.
Untung mengatakan, tahun ini kesempatan tepat membeli hunian karena kondisi ekonomi diperkirakan akan stabil hingga akhir tahun jika pemerintah tetap konsisten menjalankan kebijakan yang berlaku.
Pastinya, pasar properti akan terus merangkak naik dan menuju pemulihan. Adapun Ketua Umum Asosiasi Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengatakan, prospek penjualan rumah komersial tahun ini diperkirakan makin membaik meskipun tidak terlalu tinggi.
“Kalau ekonomi membaik, maka daya beli juga akan membaik. Hingga akhir tahun lalu, prospek penjualan rumah komersial akan lebih bagus meskipun tidak terlalu tinggi,” ujarnya. Dia mengakui saat ini tidak sedikit pengembang properti menghentikan sementara proyek pembangunan rumah komersial.
Menurut Junaidi, sebagian besar di antaranya beralih membangun rumah lebih kecil lantaran penjualannya masih bagus. “Penjualan rumah subsidi masih sangat baik. Hal itu seiring permintaan rumah sangat besar,” katanya.
Anggota Apersi menargetkan membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) atau rumah subsidi tahun 2019 sekitar 150.000 unit. Jumlah itu meningkat 15,3% dari target yang ditetapkan asosiasi pada 2018, yakni 130.000 unit. Dengan jumlah anggota asosiasi 2.700 orang, target itu disebut bisa tercapai.
“Sebetulnya selama ini serapan rumah MBR rendah bukan karena masalahnya pada pengembang, melainkan pada perizinan, pembiayaan, dan pertanahan. Kalau permasalahan dari pemangku kebijakan itu bisa diatasi realisasinya, bisa lebih dari itu,” kata Junaidi.
Sementara itu, Managing Director President Office Sinarmas Land Dhony Rahajoe mengatakan, optimistis bahwa bisnis properti untuk pembangunan landed house akan berjalan positif lantaran masih tingginya angka kebutuhan rumah yang beluk terpenuhi atau backlog .
Terutama kebutuhan rumah bagi segmen menengah ke bawah. “Namanya penjualan rumah tetap akan optimistis karena tanah akan tetap dibutuhkan. Jadi, kami tetap yakin, 2019 baik untuk investasi properti,” ujarnya. Menurut dia, sinyal kenaikan properti tersebut sudah terlihat sejak akhir tahun lalu.
Walaupun kenaikannya dirasakan belum terlalu signifikan. “Khusus perumahan, apalagi kalau lihat year on year semester pertama dari KPR yang disalurkan BTN itu di atas angka rata-rata dihitung OJK (Otoritas Jasa Keuangan), yaitu 19 persen,” ungkap Dhony.
Diketahui, BTN mencatat pertumbuhan kredit sebesar 19,28% menjadi Rp220,07 triliun pada kuartal III/2018. Angka tersebut meningkat dari penyaluran kredit BTN pada kuartal III/2017 sebesar Rp184,5 triliun.
Pertumbuhan itu didorong kenaikan KPR Subsidi yang disalurkan melalui kucuran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). “Jadi, kita melihat ada tren naik. Apalagi yang milenial ini sudah mulai ada kebutuhan dan banyak relaksasi yang diberikan pemerintah,” kata Dhony.
Alih-alih memberikan pengaruh signifikan, menurut Dhony, kondisi perekonomian global justru lebih berpengaruh daripada kondisi politik dalam negeri. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China serta rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dipastikan bisa memberikan pengaruh besar terhadap industri properti di Tanah Air.
“Kalau suku bunga naik, maka bunga konsumsi juga naik. Jadi, sangat besar pengaruhnya. Optimistis kita berharap pemerintah bisa menjaga stabilitas bunga di Indonesia sehingga bisa terjangkau,” katanya.
(nfl,afs)