Perang Dagang dan Shale Oil AS Akan Jadi Ketakutan Terbesar OPEC
A
A
A
ABU DHABI - Perang dagang Amerika Serikat (AS) versus China serta peningkatan produksi minyak serpih (shale oil) AS menjadi ketakutan terbesar Menteri Energi Uni Emirat Arab (UEA) dan mantan Presiden OPEC Suhail Al Mazrouei. Setelah harga minyak mentah dunia mengalami gejolak dalam satu tahun, negara-negara pengekspor minyak dunia terus berjuang agar tidak terjadi turbulensi ke depannya.
Seperti dilansir CNBC, hambatan tidak hanya datang dari produksi tetapi juga situasi geopolitik di tahun 2019. "Salah satunya adalah potensi perang yang memanas antara China dan Amerika Serikat," ujar Al Mazrouei yang menyelesaikan masa jabatannya sebagai pemimpin OPEC pada 1 Januari.
Menurutnya perang dagang menjadi salah satu hal yang mendasar, tidak hanya mempengaruhi beberapa negara tapi juga seluruh ekonomi dunia. "Dan saya cenderung lebih optimistis bahwa kita tidak akan melihat perang (dagang) terjadi. Ini taktik negosiasi, mereka (AS-China) dan akan berujung pada resolusi, apa pun itu, tahun ini atau tahun depan," paparnya.
Di tengah optimisme terhadap hasil negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung antara dua ekonomi terbesar dunia, Mazrouei menekankan dampak produksi minyak serpih AS untuk semakin memberi tekanan terhadap negara-negara eksportir minyak di OPEC. "Tapi satu hal, berapa banyak yang dihasilkan dari produksi minyak serpih, saya pikir itu faktor lain yang perlu kita perhatikan dan perlu kita beri tahu bahwa itu harus masuk akal," katanya.
Persaingan Shale Oil Makin Intensif
Harga minyak mentah berjangka dunia telah mengalami kejatuhan setelah sempat menyentuh level tertinggi di posisi USD86 per barel pada awal Oktober, ketika kekhawatiran kelebihan pasokan global masih membayangi serta melemahnya permintaan. Pada hari Rabu (9/1/2019) patokan minyak mentah berjangka Brent berdiri pada level USD59,28 per barel sedangkan berjangka West Texas Intermediate (WTI) menjadi USD50,34 per barel.
Perang dagang AS-China, gejolak politik di Eropa dan kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang akan datang juga secara serius mengaburkan prospek permintaan minyak mentah. Ditambah Badan Informasi Energi telah meningkatkan prospek pertumbuhan pasokan minyak mentah Amerika. Produksi minyak domestik AS sekarang diperkirakan akan meningkat 1,18 juta barel per hari tahun depan dengan output rata-rata 12,06 juta barel per hari.
Banjir pasokan minyak mentah AS yang baru "akan memperkuat posisi baru mereka sebagai produsen minyak utama dunia," menurut perusahaan konsultan PVM Oil Associates. Ditanya tentang kritik keras terhadap OPEC yang datang dari Gedung Putih, Mazrouei berpendapat bahwa OPEC mendengarkan apa yang dikatakan AS tentang harga minyak dan produksi, tetapi bersikeras bahwa OPEC "selalu melakukan hal yang benar."
“Saya pikir apa yang kita lakukan adalah kita mendengar mereka (AS). Mereka adalah konsumen utama versus negara-negara produsen utama, kami mendengar apa yang mereka katakan tetapi kami akan selalu melakukan hal yang benar dari sudut pandang kami yang selalu berusaha menjaga keseimbangan (penawaran dan permintaan)," tegasnya.
Seperti dilansir CNBC, hambatan tidak hanya datang dari produksi tetapi juga situasi geopolitik di tahun 2019. "Salah satunya adalah potensi perang yang memanas antara China dan Amerika Serikat," ujar Al Mazrouei yang menyelesaikan masa jabatannya sebagai pemimpin OPEC pada 1 Januari.
Menurutnya perang dagang menjadi salah satu hal yang mendasar, tidak hanya mempengaruhi beberapa negara tapi juga seluruh ekonomi dunia. "Dan saya cenderung lebih optimistis bahwa kita tidak akan melihat perang (dagang) terjadi. Ini taktik negosiasi, mereka (AS-China) dan akan berujung pada resolusi, apa pun itu, tahun ini atau tahun depan," paparnya.
Di tengah optimisme terhadap hasil negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung antara dua ekonomi terbesar dunia, Mazrouei menekankan dampak produksi minyak serpih AS untuk semakin memberi tekanan terhadap negara-negara eksportir minyak di OPEC. "Tapi satu hal, berapa banyak yang dihasilkan dari produksi minyak serpih, saya pikir itu faktor lain yang perlu kita perhatikan dan perlu kita beri tahu bahwa itu harus masuk akal," katanya.
Persaingan Shale Oil Makin Intensif
Harga minyak mentah berjangka dunia telah mengalami kejatuhan setelah sempat menyentuh level tertinggi di posisi USD86 per barel pada awal Oktober, ketika kekhawatiran kelebihan pasokan global masih membayangi serta melemahnya permintaan. Pada hari Rabu (9/1/2019) patokan minyak mentah berjangka Brent berdiri pada level USD59,28 per barel sedangkan berjangka West Texas Intermediate (WTI) menjadi USD50,34 per barel.
Perang dagang AS-China, gejolak politik di Eropa dan kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang akan datang juga secara serius mengaburkan prospek permintaan minyak mentah. Ditambah Badan Informasi Energi telah meningkatkan prospek pertumbuhan pasokan minyak mentah Amerika. Produksi minyak domestik AS sekarang diperkirakan akan meningkat 1,18 juta barel per hari tahun depan dengan output rata-rata 12,06 juta barel per hari.
Banjir pasokan minyak mentah AS yang baru "akan memperkuat posisi baru mereka sebagai produsen minyak utama dunia," menurut perusahaan konsultan PVM Oil Associates. Ditanya tentang kritik keras terhadap OPEC yang datang dari Gedung Putih, Mazrouei berpendapat bahwa OPEC mendengarkan apa yang dikatakan AS tentang harga minyak dan produksi, tetapi bersikeras bahwa OPEC "selalu melakukan hal yang benar."
“Saya pikir apa yang kita lakukan adalah kita mendengar mereka (AS). Mereka adalah konsumen utama versus negara-negara produsen utama, kami mendengar apa yang mereka katakan tetapi kami akan selalu melakukan hal yang benar dari sudut pandang kami yang selalu berusaha menjaga keseimbangan (penawaran dan permintaan)," tegasnya.
(akr)