Panen Padi 2019 Diperkirakan Melimpah

Kamis, 10 Januari 2019 - 13:54 WIB
Panen Padi 2019 Diperkirakan Melimpah
Panen Padi 2019 Diperkirakan Melimpah
A A A
JAKARTA - Kepala Balai Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi), Priatna Sasmita, menyampaikan tahun ini, panen padi akan melimpah. Menurut dia, ada tiga faktor penentu peningkatan provitas padi, yaitu: faktor genetik, faktor lingkungan, serta interaksi faktor genetik dengan lingkungan.

Priatna menjelaskan upaya peningkatan produksi dari aspek genetik saat ini hampir sebagian besar telah dilakukan petani di Indonesia. Yaitu melalui penggunaan berbagai varietas unggul potensi hasil tinggi yang telah teruji di masing-masing sentra.

"Serta dengan melakukan pengelolaan lingkungan melalui perbaikan berbagai teknologi budidaya dan adaptasi spesifik lokasi (menginteraksikan kedua faktor varietas dan lingkungan)," kata Priatna, Kamis (10/1/2019). Namun demikian masih ada faktor lingkungan lainnya yang sulit dikontrol manusia khususnya iklim.

"Ini berkaitan dengan curah hujan, intensitas cahaya, temperature dan kelembaban yang sangat menentukan pertumbuhan tanaman terutama fase generative yang dibutuhkan untuk akumulasi fotosintat optimal pada proses pengisian bulir gabah," sambung dia.

Kondisi lingkungan ideal untuk fase pertumbuhan generative padi secara umum meliputi intensitas (kualitas) cahaya tinggi, temperatur relatif tinggi, serta kelembaban dan curah hujan rendah yang biasanya terjadi mulai bulan Maret-April.

Selain efek fisiologis yang kondusif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman, kondisi di atas secara tidak langsung juga dapat mengurangi perkembangan populasi hama dan penyakit tanaman di lapang.

"Oleh karena itu, prediksi pergeseran waktu tanam padi periode Oktober 2018-Maret 2019 ke Januari 2019 cukup beralasan berimplikasi kondusif terhadap peningkatan produktivitas tanaman padi secara signifikan.

Ahli padi Indonesia, Soemitro, mengatakan produksi padi pada April 2019, diperkirakan meningkat drastis. Kenaikan diprediksi mencapai 30 juta ton (GKG) dengan nilai Rp150 triliun.

Soemitro menjelaskan, prediksi ini didasarkan pada Elnino 2019 yang merupakan kategori kuat. Ini identik dengan Elnino yang terjadi di tahun 2015.

"Produksi padi tahun 2016 terjadi peningkatan karena Elnino tahun 2015. Hal ini membuat terjadinya pergeseran tanam dari Oktober 2015-Maret 2016 menjadi Januari-April 2016," kata Soemitro.

Dengan pergeseran masa menjadi Januari-April, petani akan memanfaatkan tujuh keajaiban solar energi yang memicu produksi per hektar mengalami kenaikan tiga kali lipat.

Ketujuh keajaiban solar energi itu di antaranya tanaman yang bebas hama; proses penyerbukan sempurna sehingga bagai berisi; proses asimilasi fotosintesis yang sukses sehingga mencegah munculnya parasit; terjadi efesiensi pemupukan yang meningkat empat kali lipat; saat matahari bersinar menyebabkan proses pengeringan gabah menjadi cepat, mudah dan murah dan tidak ada gabah yang busuk; dan kualitas gabah yang dihasilkan adalah kualitas premium, sehingga harga jual di sawah di atas HPP.

Soemitro memperkirakan luas lahan yang akan mengalami perubahan produksi menyusul pergeseran waktu tanam seluas 5 juta hektar dari 8,5 juta hektar.

"Kenaikannya saja 30 juta ton (GKG), atau setara Rp 150 triliun. Inilah bentuk pergeseran dari green revolution menjadi gold revolution," katanya optimistis.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7341 seconds (0.1#10.140)